Mandala (sejarah Asia Tenggara)

Revisi sejak 12 Desember 2011 10.37 oleh Gunkarta (bicara | kontrib)

Mandala (मण्डल) adalah istilah bahasa Sansekerta yang bermakna "lingkaran". Mandala digunakan sebagai model untuk menggambarkan pola penyebaran kekuasaan politik dalam sejarah purba Asia Tenggara ketika kekuasaan setempat memegang peranan penting. Konsep sejarah-politik mandala ini berkaitan dengan kecenderungan modern untuk memandang persatuan kekuasaan politik, misalnya kekuasaan kerajaan besar atau negara-bangsa besar di kemudian hari. Hal ini merupakan hasil dari kemajuan teknologi pembuatan peta pada abad XV.[1] O. W. Wolters meyebutkan gagasan ini pada 1982:

mandala-mandala utama dalam Sejarah Asia Tenggara (circa 5th to 15th century). Dari utara ke selatan; Bagan, Ayutthaya, Champa, Angkor, Sriwijaya dan Majapahit.

"Peta sejarah purba Asia Tenggara berevolusi dari jejaring permukiman prasejarah yang muncul dalam catatan sejarah sebagai serpihan-serpihan yang membentuk mandala yang kadang saling tumpang tindih."[2]

Istilah mandala digunakan untuk menjelaskan sejarah awal pembentukan politik Asia Tenggara, seperti federasi atau persekutuan beberapa kerajaan yang dipersatukan oleh kerajaan induk, atau kumpulan kerajaan-kerajaan bawahan (vasal) yang tunduk pada satu pusat kekuasaan. istilah ini digunakan pada abad ke XX oleh sejarahwan Barat dalam diskursi pranata politik India kuno, untuk menghindari penggunaan istilah "negara" dalam arti konvensional. Pranata atau kesatuan politik Asia Tenggara purba berbeda dengan kesatuan politik dalam pengertian China dan Eropa, dimana kawasan negara ditentukan oleh garis perbatasan yang jelas dan aparat birokrat, akan tetapi menyebar dengan arah kebalikannya: kesatuan politik ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut..[3]

Dalam beberapa hal, sistem mandala ini mirip dengan sistem feodal di Eropa, negara-negara bagian atau negeri bawahan terikat oleh tuannya melalui hubungan tribut. Dibandingkan dengan sistem feodal, sistem mandala ini memberikan lebih banyak kebebasan kebada negeri bawahannya; hubungannya lebih bersifat hubungan pribadi antar penguasanya; dan seringkali bersifat tidak eksklusif. Suatu daerah tertentu dapat menjadi bawahan beberapa sistem mandala tertentu, atau bahkan tidak samasekali.

Catatan kaki

  1. ^ "How Maps Made the World". Wilson Quarterly. Summer 2011. Diakses tanggal 28 Juli 2011. Source: 'Mapping the Sovereign State: Technology, Authority, and Systemic Change' by Jordan Branch, in International Organization, Winter 2011. 
  2. ^ O.W. Wolters, 1999, p. 27
  3. ^ Dellios, Rosita (2003-1-1). "Mandala: from sacred origins to sovereign affairs in traditional Southeast Asia" (dalam bahasa english). Bond University Australia. Diakses tanggal 2011-12-11. 

Referensi

  • Chandler, David. A History of Cambodia. Westview Press, 1983. ISBN 0-8133-3511-6
  • Chutintaranond, Sunait, "Mandala, segmentary state, and Politics of Centralization in Medieval Ayudhya," Journal of the Siam Society 78, 1, 1990, p. 1.
  • Lieberman, Victor, Strange Parallels: Southeast Asia in Global Context, c. 800-1830, Volume 1: Integration on the Mainland, Cambridge University Press, 2003.
  • Stuart-Fox, Martin, The Lao Kingdom of Lan Xang: Rise and Decline, White Lotus, 1998.
  • Tambiah, S. J., World Conqueror and World Renouncer, Cambridge, 1976.
  • Thongchai Winichakul. Siam Mapped. University of Hawaii Press, 1984. ISBN 0-8248-1974-8
  • Wolters, O.W. History, Culture and Region in Southeast Asian Perspectives. Institute of Southeast Asian Studies, 1982. ISBN 0-87727-725-7
  • Wolters, O.W. History, Culture and Region in Southeast Asian Perspectives. Institute of Southeast Asian Studies, Revised Edition, 1999.
  • Wyatt, David. Thailand: A Short History (2nd edition). Yale University Press, 2003. ISBN 0-300-08475-7