Sastra Islam adalah sastra yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran Islam; memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam; mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; mengkritik pemahamaan Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam (Goenawan Mohammad: 2010).

Pernah pula disebutkan Kesusastraan Islam ialah manifestasi dari rasa, karsa cipta, dan karya manusia muslim dalam mengabdi kepada Allah untuk kehidupan ummat manusia. Seni Islam adalah seni karena Allah untuk umat manusia (l'art par die et l'art pour humanite) yang dihasilkan oleh para seniman muslim bertolak dari ajaran wahyu Ilahi dan fitrah insani. Seperti disebutkan dalam Manifes Kebudayaan dan Kesenian Islam 13 Desember 1963 di Jakarta, yang dideklarasikan untuk merespon Lekra dan Manifes Kebudayaan 17 Agustus 1963 para seniman, budayawan muslim beserta para ulama yang dimotori Djamaludin Malik (sumber).

Menurut Abdurrahman Wahid, sastra Islam merupakan bagian dari peradaban Islam yang dapat dilihat dari dua sisi pertama yaitu orang yang condong melihatnya secara legalitas formal dimana sastra Islam harus selalu bersandar pada al Qur’an dan Hadits sedangkan yang kedua orang yang condong melihat sastra Islam dari pengalaman religiusitas (keberagamaan) seorang muslim yang tidak bersifat formal legislatif, artinya sastra Islam tak harus bersumber dari al Qur’an dan Hadits (formal) dan bersifat adoptif terhadap pengaruh-pengaruh lain terutama dimensi sosiologis dan psikologis sastrawan muslim yang tercermin dari karyanya yang menggambarkan pengalaman keberagamaannya[1].

  1. ^ Majalah Horison, 7/1984