Misbach Yusa Biran
Templat:Infobox artis indonesia Misbach Yusa Biran (lahir 11 September 1933) adalah sutradara film, penulis skenario film, drama, cerpen, kolumnis dan sastrawan Indonesia serta pelopor dokumentasi film Indonesia. Ia lahir dari pasangan yang berasal dari Minangkabau (ayah) dan Banten (ibu). [1] Biran menikah dengan aktris Nani Widjaya pada tahun 1969. Pasangan ini dikarunia dengan enam orang anak Nina Kartika, Tita Fitrah Soraya, Cahya Kamila, Firdausi, Farry Hanief, dan Sukma Ayu. Hanya dua di antara mereka yang mengikuti jejaknya di dunia film, yaitu Cahya Kamila dan Sukma Ayu.
Karier
Film
Biran lulus dari Taman Madya Bagian B, Perguruan Taman Siswa, Jakarta. Ia mulai menyutradarai sandiwara ketika masih duduk di bangku sekolah di awal tahuri 1950-an. Di samping itu, ia juga menulis resensi film dan karya sastra. Setelah lulus sekolah langsung memilih film sebagai lapangan hidupnya. Tahun 1954-1956, ia bekerja di perusahaan PERFINI pimpinan Usmar Ismail, berawal sebagai pencatat skrip, kemudian menjadi asisten sutradara dan anggota Sidang Pengarang. [2] Ia juga pernah menjadi Direktur Pusat Perfilman H. Usmar Ismail Jakarta, anggota Dewan Film Nasional, Ketua Umum Karyawan Film dan Televisi (1987-1991). [3]
Tahun 1955, Biran menulis skenario pertama dari cerpen Sjumandjaja Keroncong Kemayoran yang kemudian oleh PERSARI diangkat menjadi film berjudul Saodah. Semenjak itu kreativitasnya seakan tak terbendung lagi, dan dituangnya melalui penulisan skenario dan penyutradaraan film.
Selama tahun 1957-1960, Biran membuat film pendek dan dokumenter, dan menyutradarai beberapa film layar lebar pada kurun waktu 1960-1972. Salah satunya berjudul "Di Balik Tjahaja Gemerlapan" (1967) yang menerima penghargaan untuk Sutradara Terbaik. Ia juga mendapat penghargaan skenario terbaik, untuk film "Menyusuri Jejak Berdarah". Film lainnya yang ia tulis skenarionya adalah "Ayahku" (1987). Film yang penyutradaraannya ditangani Agus Elias ini pun meraih penghargaan yang sama. [2]
Pada tahun 1971, Biran sempat memutuskan untuk tidak menyutradarai film karena ia menolak untuk mendukung industri perfilman yang saat itu semarak dengan produksi film porno.
Kontribusi Biran yang terbesar untuk perfilman nasional adalah dengan berdirinya Sinematek Indonesia pada tahun 1975. Lembaga berusaha untuk mendokumentasikan film nasional secara independen. Ia memimpin Sinematek Indonesia hingga tahun 2001. Sosoknya bahkan menjadi identik dengan lembaga tersebut.
Kepenulisan
Biran juga aktif di dunia jurnalistik. Ia pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Minggu Abadi (1958-1959), Purnama (1962-1963), dan Redaktur Duta Masyarakat (1965-1966), Abad Muslimin (1966), Gelanggang (1967). [4]
Karya-karya sastranya antara lain berjudul Bung Besar (Drama, 1958, menerima Hadiah Kedua Sayembara Penulisan Naskah Drama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun yang sama), Setengah Jam Menjelang Maut (Drama, 1968), Menyusuri Jejak Berdarah (Novel, 1969), Keajaiban di Pasar Senen (Kumpulan Cerpen, 1971), Oh, Film (Kumpulan Cerpen, 1973). Kedua kumpulan cerpen ini disatukan di bawah judul Keajaiban di Pasar Senen dan dicetak ulang pada tahun 1996. [4]
Biran juga meluncurkan buku "Teknik Menulis Skenario Film Cerita" pada 30 Januari 2007. [5]
Penghargaan
Kini di usia senja, sosok yang mendapat penghargaan khusus dari Forum Film Bandung atas dedikasi dan kontribusinya di dunia film, masih terus berkarya melalui skenario yang ditulisnya. Bagi Biran, film adalah alat utama perjuangannya, sebagai media ekspresi kesenian dan intelektual. Yang paling penting menurutnya, film adalah alat dakwah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, khususnya kualitas bangsa Indonesia.
Pada tahun 2010, Biran meraih penghargaan status Fellows dari Asosiasi Arsip Audiovisual Asia-Pasifik (SEAPAVAA) di Bangkok, Thailand. Program penghargaan SEAPAVAA ini ditujukan sebagai suatu bentuk pengakuan terhadap para individu luar biasa atas kontribusi sangat penting melalui berbagai cara di bidang arsip audiovisual, dan atas kepemimpinan mereka dalam komunitas profesional pengarsipan. Namun khusus untuk Biran, SEAPAVAA menyatakan bahwa sosoknya merupakan inspirasi bagi komunitas arsip film di Asia dan Pasifik. Pendiri Sinematek Indonesia ini adalah orang pertama yang menerima Lifetime Achievement Award SEAPAVAA pada tahun 1997. [6]
Filmografi
Sutradara
- Pesta Musik La Bana (1960)
- Holiday in Bali (1962)
- Bintang Ketjil (1963)
- Panggilan Nabi Ibrahim (1964)
- Apa Yang Kautangisi (1965)
- Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1966)
- Menjusuri Djedjak Berdarah (1967)
- Operasi X (1968)
- Honey Money and Djakarta Fair (1970)
Penulis Skenario
- Menyusuri Jejak Berdarah (1967)
- Ayahku (1987)
Referensi
- ^ Biran, Misbach (2008). Kenang-kenangan orang bandel. Depok: Komunitas Bambu. ISBN 9793731435. halaman 1
- ^ a b (Indonesia) Profil Misbach Yusan Biran Diakses tanggal 17 November 2011
- ^ (Indonesia) Rampan, Korrie (2000). Leksikon susastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9796663589. halaman 291
- ^ a b LastName, FirstName (2006). Antologi drama Indonesia. Jakarta: Amanah Lontar. ISBN 9799985846. halaman 529
- ^ Undangan Peluncuran buku "Teknik Menulis Skenario Film Cerita
- ^ (Indonesia)[ http://www.tempointeraktif.com/hg/film/2010/08/04/brk,20100804-268829,id.html Misbach Yusa Biran Raih Penghargaan SEAPAVAA berita Tempointeraktif.com diakses 28 Okotober 2011]
Pranala luar
- (Indonesia) Biografi Misbach Yusa Biran di Indosinema
Penghargaan dan prestasi | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Bachtiar Siagian Film : Turang (1960) |
Sutradara Terbaik (Festival Film Indonesia) Film : Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1967) |
Diteruskan oleh: Wim Umboh Film : Perkawinan (1973) |