Y.B. Mangunwijaya

Revisi sejak 13 Januari 2012 16.36 oleh WL10 Rima (bicara | kontrib)

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. (6 Mei 1929 – 10 Februari 1999), dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun (atau dibaca "Romo Mangun" dalam bahasa Jawa).

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr.
Lahir(1929-05-06)6 Mei 1929
Belanda Ambarawa, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal10 Februari 1999(1999-02-10) (umur 69)
Indonesia Jakarta, Indonesia
PekerjaanRohaniwan, Budayawan, Pengajar, Arsitek, Penulis

Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah.[1]

Karier

Sastra

Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996.[1] Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982.

Arsitektur

Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur[2], yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship di tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap "wong cilik".[3] Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia.[4] Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.[4]

Politik

Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar.[5] Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta.

Perjuangannya dalam membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan oleh politik dan kepentingan para pejabat dengan "jeritan suara hati nurani" menjadikan dirinya beroposisi selama masa pemerintahan Presiden Soeharto.[6]

Kematian

Rama Mangun meninggal pada hari Rabu, 10 Februari 1999 pukul 14:10 WIB di Rumah Sakit Santa Carolus, Jakarta, setelah terkena serangan jantung saat berbicara di Hotel Le Meridien, Jakarta sebelumnya. Beliau dimakamkan di makam biara komunitasnya di Kentungan, Yogyakarta. [7]

Pendidikan

  • HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang (1936-1943)
  • STM Jetis, Yogyakarta (1943-1947)
  • SMU-B Santo Albertus, Malang (1948-1951)
  • Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta (1951)
  • Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang (1952)
  • Filsafat Teologi Sancti Pauli, Kotabaru, Yogyakarta (1953-1959)
  • Teknik Arsitektur, ITB, Bandung (1959)
  • Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966)
  • Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978)

Biografi

  • 1936
  • 1943
    • Tamat HIS, meneruskan ke STM Jetis, Yogyakarta.
    • Ikut kingrohosi yang diadakan tentara Jepang di lapangan Balapan, Yogyakarta.
    • Mulai tertarik mempelajari Sejarah Dunia dan Filsafat.
  • 1944
    • STM Jetis dibubarkan, dan dijadikan markas perjuangan tentara RI.
    • Ikut aksi pencurian mobil-mobil tentara Jepang.
  • 1945
  • 1946
    • Melanjutkan sekolah di STM Jetis.
    • Menjadi prajurit Tentara Pelajar, pernah bertugas menjadi sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan.
  • 1947
  • 1948
    • Masuk SMU-B Santo Albertus, Malang
  • 1950
    • Sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya.
  • 1951
  • 1952
  • 1953
  • 1959
  • 1960
  • 1963
  • 1966
    • Lulus pendidikan arsitektur dan kembali ke Indonesia.
  • 1967-1980
    • Menjadi Pastor Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang.
    • Mulai berhubungan dengan pemuka agama lain, seperti Gus Dur dan Ibu Gedong Bagoes Oka.
    • Menjadi Dosen Luar Biasa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM.
    • Mulai menulis artikel untuk koran Indonesia Raya dan Kompas, tulisan-tulisannya kebanyakan bertema: agama, kebudayaan, dan teknologi. Juga menulis cerpen dan novel.
  • 1975
    • Memenangkan Piala Kincir Emas, dalam cerpen yang diselenggarakan Radio Nederland.
  • 1978
  • 1980-1986
    • Mendampingi warga tepi Kali Code yang terancam penggusuran. Melakukan mogok makan menolak rencana penggusuran.
  • 1986-1994
    • Mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunan waduk.
  • 1992
    • Mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code.
  • 1994
    • Mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
  • 1998
    • 26 Mei, Romo Mangun menjadi salah satu pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses Gatutkaca di Yogyakarta.
  • 10 Februari 1999
    • Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Karya Arsitektur

  • Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
  • Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
  • Gedung Keuskupan Agung Semarang
  • Gedung Bentara Budaya, Jakarta
  • Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
  • Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
  • Markas Kowihan II
  • Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang
  • Gereja Maria Assumpta, Klaten
  • Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
  • Gereja Katolik St. Pius X, Blora

Penghargaan

  • Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
  • Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta [www.akdn.org/agency/akaa/fifthcycle/indonesia.html]
  • Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono.
  • Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996

Buku dan tulisan

  • Balada Becak, novel, 1985
  • Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
  • Burung-Burung Rantau, novel, 1992
  • Burung-Burung Manyar, novel, 1981
  • Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
  • Durga Umayi, novel, 1985
  • Esei-esei orang Republik, 1987
  • Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
  • Gereja Diaspora, 1999
  • Gerundelan Orang Republik, 1995
  • Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
  • Impian Dari Yogyakarta, 2003
  • Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
  • Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
  • Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
  • Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
  • Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
  • Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
  • Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
  • Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
  • Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986
  • Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999
  • Politik Hati Nurani
  • Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978
  • Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern
  • Ragawidya, 1986
  • Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya)
  • Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel Trilogi, dimuat 1982-1987 di harian Kompas, dibukukan 2008
  • Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000
  • Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982
  • Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999
  • Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001
  • Spiritualitas Baru
  • Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999
  • Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan kemasyarakatan, 1994
  • Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988

Buku tentang Romo Mangun

  • Sumartana, dkk. Mendidik Manusia Merdeka Romo Y.B. Mangunwijaya 65 Tahun. Institut Dian/Interfedei dan Pustaka Pelajar, 1995. ISBN 9798726014.
  • Wahid, Abdurrahman. Romo Mangun Di Mata Para Sahabat. Kanisius, 1999. ISBN 9796724316.
  • Priyanahadi, dkk. Y.B. Mangunwijaya, Pejuang Kemanusiaan. Kanisius, 1999. ISBN 9796724359.
  • Prawoto, Eko A. Tektonika Arsitektur Y.B. Mangunwijaya. Cemeti Art House Yogyakarta, 1999.
  • Mengenang Y.B. Mangunwijaya, Pergulatan Intelektual dalam Era Kegelisahan. Kanisius, 1999. ISBN 9796724332.
  • Sindhunata. Menjadi Generasi Pasca-Indonesia, Kegelisahan Y.B. Mangunwijaya. Kanisius, 1999. ISBN 9796724324.
  • Purwatma. Romo Mangun Imam bagi Kaum Kecil. Kanisius, 2001. ISBN 9796729598.
  • Rahmanto, B. Y.B. Mangunwijaya: Karya dan Dunianya. Grasindo, 2001. ISBN 9789799652614.
  • Yahya, Iip D. dan Shakuntala, I.B. Romo Mangun Sahabat Kaum Duafa. Kanisius, 2005. ISBN 9789792105636.

Referensi

  1. ^ a b "Romo Mangun Dianugerahi Bintang Budaya". Kompas.com. 11 November 2010. Diakses tanggal 13 January 2012. 
  2. ^ (Inggris)[www.akdn.org/architecture/pdf/1117_Ind.pdf].
  3. ^ "Perkampungan Code: Memperingati 12 Tahun Kepergian Romo Mangun, Seorang Tokoh Multi Talenta". Kompasiana. 23 February 2011. Diakses tanggal 13 January 2012. 
  4. ^ a b (Inggris)[www.tempointeractive.com/majalah/free/arc-1.html "An Architectural Culture for the People"] Periksa nilai |url= (bantuan). Tempo Interaktif. 17 August 2011. Diakses tanggal 13 January 2012. 
  5. ^ "Dinamika Edukasi Dasar". Dinamika Edukasi Dasar. Diakses tanggal 13 January 2012. 
  6. ^ Biodata Pengarang Lontar. Jakarta: Lontar. hlm. 31. 
  7. ^ Mangunwijaya, Y.B. 2008. "Rara Mendut: Sebuah Trilogi". Penerbit Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3583-8.

Pranala luar