Arya Gandamana adalah nama seorang tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah wiracarita Mahabharata, karena merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. Tokoh ini menjabat sebagai patih Kerajaan Hastina zaman pemerintahan Pandu, ayah para Pandawa.

Wayang Gandamana gaya Surakarta.

Karena fitnah Sangkuni, Gandamana terpaksa meninggalkan kedudukannya dan kembali ke tanah airnya, yaitu Kerajaan Pancala, di mana ia berada di sana sampai akhir hayatnya. Kematiannya terjadi pada saat ia menggelar sayembara untuk memperebutkan keponakannya yang bernama Drupadi.

Asal-Usul

Gandamana adalah putra Gandabayu raja Kerajaan Pancala yang lahir dari permaisuri bernama Trilaksmi. Memiliki kakak perempuan bernama Gandawati yang menikah dengan Drupada, raja Pancala selanjutnya. Gandamana sendiri merupakan reinkarnasi seorang pendeta muda bernama Resi Jarwada yang pernah menyerang kahyangan menantang para dewa.

Gandamana berguru kepada Pandu raja Kerajaan Hastina yang mengajarinya berbagai macam ilmu kesaktian.

Menikahkan Gandawati

Meskipun menjabat sebagai putra mahkota di Kerajaan Pancala, Gandamana menolak menjadi raja karena ingin mengabdi kepada Pandu. Ia pun mengadakan sayembara, barang siapa bisa mengalahkan dirinya berhak menjadi suami Gandawati dan mewarisi takhta Kerajaan Pancala.

Banyak pelamar dari golongan ksatriya mencoba mengikuti sayembara tersebut namun tidak ada yang mampu mengalahkan Gandamana. Pandu sendiri hadir sebagai penonton bersama seorang pembantunya yang berasal dari negeri Atasangin bernama Sucitra.

Pandu kemudian mendaftarkan Sucitra untuk mengikuti sayembara. Dengan memakai sumping (hiasan telinga) milik Pandu, Sucitra berhasil mengalahkan Gandamana. Sucitra pun resmi menjadi suami Gandawati sedangkan Gandamana mengabdi kepada Pandu sebagai patih Kerajaan Hastina.

Sesuai kesepakatan, setelah Gandabayu meninggal dunia, maka yang menjadi raja Pancala bukan Gandamana, melainkan Sucitra, dengan bergelar Drupada.

Korban Fitnah

Di negeri Hastina, Gandamana memiliki saingan politik bernama Arya Suman. Suatu hari keduanya dikirim Pandu untuk menumpas pemberontakan Tremboko raja Pringgadani. Pemberontakan ini juga terjadi akibat adu domba yang dilancarkan oleh Suman sendiri.

Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh terperangkap ke dalam lobang dan kemudian ditimbuni dengan bongkahan-bongkahan batu. Setelah itu, Suman kembali ke Hastina menyampaikan laporan palsu bahwa Gandamana telah menyeberang ke pihak musuh. Dalam keadaan bimbang Pandu memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru.

Gandamana yang berhasil meloloskan diri dari maut kembali ke Hastina. Di sana ia menyeret dan menghajar Suman sampai babak belur. Wajah Suman yang semula tampan berubah menjadi jelek akibat dianiaya Gandamana.

Karena perbuatan "main hakim sendiri" tersebut, Gandamana pun dipecat Pandu dari jabatan patih. Sementara itu Suman yang kehilangan ketampanannya sejak saat itu dikenal dengan sebutan Sangkuni, yang berasal dari kata Saka dan Uni, bermakna "karena ucapan".

Menghajar Drona

Kumbayana adalah saudara angkat Drupada yang pada suatu hari datang menyusul ke Kerajaan Pancala. Kumbayana datang dengan sikap yang kurang sopan, yaitu memanggil-manggil nama kecil Drupada, yaitu Sucitra, dengan tidak hormat.

Gandamana tersinggung melihat kakak ipar sekaligus rajanya diperlakukan dengan kurang sopan. Ia pun menyeret Kumbayana keluar dari istana dan menghajarnya sampai cacad. Wajah Kumbayana yang semula tampan berubah menjadi buruk rupa.

Kumbayana kemudian pergi bertapa dan menjadi seorang pendeta bergelar Drona. Ia juga mengabdi di Kerajaan Hastina sebagai guru ilmu perang para Pandawa dan Korawa. Setelah mahir para Korawa dikirim untuk menangkap Drupada dan Gandamana namun tidak ada yang berhasil melakukannya. Para Pandawa pun menggantikan tugas mereka. Kelima putra Pandu tersebut mendatangi Drupada dan Gandamana dan menyampaikan maksud mereka secara baik-baik.

Drupada dan Gandamana yang sama-sama berhutang jasa kepada Pandu tidak kuasa menolak permintaan para Pandawa. mereka pun menyerah secara baik-baik untuk dihadapkan kepada Drona. Di hadapan Drona, Drupada menyerahkan sebagian wilayah Pancala kepadanya.

Kematian

Dalam pewayangan Jawa, kisah sayembara Drupadi diceritakan dalam dua versi, yaitu sayembara memanah dan sayembara pertandingan. Untuk sayembara memanah kisahnya mirip dengan versi aslinya, yaitu versi Mahabharata. Sedangkan sayembara pertandingan adalah hasil ciptaan para pujangga Jawa.

Dikisahkan putri sulung Drupada yang bernama Drupadi dilamar banyak orang. Gandamana mengumumkan barangsiapa mampu mengalahkan dirinya berhak memperistri keponakannya tersebut. Tujuan Gandamana menggelar sayembara ialah untuk menemukan calon suami yang paling tepat untuk Drupadi.

Hampir semua penantang tidak ada yang mampu mengalahkan Gandamana, termasuk para Korawa yang juga ikut mendaftar. Akhirnya muncul seorang pendeta muda gagah mengajukan diri. Gandamana dengan sadar mengetahui kalau lawannya kali ini adalah Bimasena putra Pandu.

Dalam pertandingan tersebut Gandamana berhasil menangkap dan mencekik Bima. Bima yang kehabisan napas merintih menyebut nama ayahnya. Begitu mendengar nama Pandu disebut, Gandamana langsung luluh hatinya. Teringat kepada guru yang sangat ia hormati, Gandamana menjadi lengah. Tanpa sengaja, kuku pusaka Bima yang bernama Pancanaka menusuk dada Gandamana. Gandamana pun roboh.

Dalam keadaan sekarat, Gandamana sempat mewariskan semua ilmu kesaktiannya kepada para Pandawa. Bima mendapatkan ilmu Ungkalbener dan Bandung Bandawasa, sedangkan Puntadewa dan Arjuna masing-masing memperoleh kalung Robyong dan ilmu Sepi Angin.

Gandamana akhirnya meninggal dunia akibat lukanya. Namun ia merasa lega karena keponakannya mendapatkan putra Pandu sebagai suami. Bima sendiri mengikuti sayembara tersebut bukan untuk dirinya sendiri, melainkan atas nama Puntadewa, kakak kandungnya.

Bentuk Fisik

Dalam pedalangan gaya Surakarta, bentuk fisik wayang kulit Gandamana sangat mirip dengan Antareja, putra sulung Bimasena. Yang berbeda hanya model rambut yang menghiasi kepala masing-masing. Kemiripan ini menyebabkan beberapa dalang pernah menampilkan kisah tentang Antareja sebagai reinkarnasi dari Gandamana. Ada kisah lain dalam dunia pedalangan yaitu ketika Gatotkaca anak Bimasena dengan Arimbi lahir berujud raksasa oleh para dewa Gatotkaca bayi atau diberi nama Tetuko digodog/dilebur diambling kembali di kawah condrodimuka dengan komposisi kulitnya dari baja , otot dibuat dari kawat , tulang dari besi . Setelah selese membentuk komposisi tubuh Gatotkaca maka para dewa mengambil jasmani Gandamana yang tlah hidup di surga tersebut sebagai bentuk tubuh gatotkaca . Maka jadilah Gatotkaca yang gagah perkasa dan fisiknya merupakan fisik Gandamana