Talaga Remis

danau di Indonesia

Talaga Remis adalah salah satu objek wisata alam di Kabupaten Kuningan. Talaga Remis merupakan sebuah danau yang terletak di kaki gunung Ciremai tepatnya di Desa Kaduela, Kuningan, Kecamatan Mandirancan, berjarak ±37 km dari pusat kota Kuningan.[1]

Berkas:Talagaremis.jpg
Hutan wisata Talaga Remis

Etimologi

Nama Talaga Remis mempunyai arti tersendiri, nama talaga diambil dari kata telaga dalam bahasa Sunda, dan remis tersebut diambil dari binatang sejenis kerang bewarna kuning yang banyak hidup di sekitar telaga, binatang tersebut dikenal dengan sebutan remis.[1]

Kondisi alam

Hutan wisata Talaga Remis mempunyai luas areal kurang Iebih 13 Ha. Sedangkan luas danaunya 3,25 Ha, yang dikelola oleh Perum Kehutanan Kabupaten Kuningan. Terdapat 8 telaga yaitu : Telaga Leat, Telaga Nilem, Telaga Deleg, Situ Ayu Salintang, Telaga Leutik, Telaga Buruy, Telaga Tespong, dan Sumur Jalatunda. Hutan wisata Talaga Remis menyimpan keanekaragaman flora dan fauna, terdapat kurang lebih 160 jenis tumbuhan di antaranya sonokeling, malaka, kosambi dan lain-lain. Salah satu daya tarik tempat ini adalah adanya satu jenis tumbuhan langka yaitu Pisang Hyang.[1]

Sejarah

Berkas:Talaga remis3.jpg
Pohon rindang di sekitar Telaga Remis

Menurut cerita yang berkembang secara lisan, asal muasal hutan Wisata Telaga Remis terkait dengan sejarah Kerajaan Cirebon. Sultan yang berkuasa di Cirebon pada waktu itu ialah Sultan Giri Laya. Sang Sultan mempunyai seorang puteri yang cantik jelita, bernama Ratna Pandan Kuning. Ratna Pandan Kuning adalah satu-satunya keturunan Sultan, calon penerus tahta Kesultanan Cirebon. Sang Puteri menarik beberapa kalangan untuk meminangnya, namun beberapa kali pinangan selalu ditolaknya sehingga membuat Sultan kebingungan, apalagi ditengah situasi yang tidak kondusif. Sebenarnya Sultan mempunyai jagoan yang dipersiapkan sebagai calon menantunya yaitu Elang Drajat putra dari Banjar Melati. Dia adalah orang kepercayaan Sultan yang menjadi tameng pertamanya. Sehingga agar tidak terjadi kecemburuan dari orang yang telah meminang Puteri dan setiap orang merasakan keadilan, Sultan Giri Laya mengadakan sayembara percobaan perang. Siapapun yang bisa mengalahkan Elang Drajat, akan dijadikan menantu Sultan Giri Laya atau Dalem Cirebon.

Pada waktu Sultan Cirebon dan keluarganya memindahkan pusat kekuasaanya ke Matangaji, Hingga terkenal dengan sebutan Sultan Matangaji, Daerah kekuasaan Sultan Matangaji meliputi daerah Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu. Sultan Matangaji setiap tahunnya membayar upeti kepada Sultan Mataram yang bernama Sultan Agung turunan dari Amangkurat II, keturunan dari mas Jolang yang berasal dari keturunan Sultan Sutawijaya atau Sultan Pajang pada waktu zaman Jaka Tingkir.

Sementara itu di wilayah lain Elang Sutajaya berniat berangkat menuju Cirebon didampingi pawongan Ki Lurah Bango dengan membawa keris pusaka yang bernama Keris Sekober untuk membantu Pangeran Selingsingan di Pakemitan Gedong Silarandenog. Namun setelah sampai di Keraton Cirebon ternyata keraton sudah dikosongkan. Perjalanan dilanjutkan untuk membabat hutan belantara, hutan Ciliwung Ghoib. Setelah hutan-hutan dibersihkan munculah Ratu Siluman Ratna Gendra Sari, lalu menjelma seorang wanita cantik. Alkisah terjadilah perkawinan antara Ratu Siluman Ratna Gendra Sari dengan Elang Sutajaya. Elang Sutajaya diberi aji-aji atau ilmu kekebalan bernama Upar, sehingga apabila ia mengeluarkan keringat maka keringatnya itu akan menjadi racun.

Elang Sutajaya akhirnya bertemu dengan Sultan yang kini berada di Matangaji. Pada saat itu Sultan sedang bermusyawarah dengan putrinya dalam mengadakan syaembara. Elang Sutajaya kemudian bertemu dengan Putri Ratna Pandan Kuning, Putri Matangaji tersebut tertarik oleh ketampanan dan kesopanan Elang Sutajaya. Setelah bercakap-cakap dengan Sultan Matangaji, Elang Sutajaya mengemukakan maksudnya untuk bertugas kemit atau juru kunci di Gedong Silaradenok membantu Pangeran Selingsingan. Sepeninggalnya Elang Sutajaya putri Matangaji menangis tiada hentinya. Sultan Matangaji mengerti akan maksud putrinya yang mencintai Elang Sutajaya.

Kemudian Elang Sutajaya datang kembali ke Matangaji, Putri Ratna Pandan Kuning sangat senang dengan kedatangannya dan mengutarakan keinginanya kepada Sultan agar menyetujuinya untuk menikah dengan Elang Sutajaya. Sultan Matangaji tidak keberatan dengan syarat Elang Sutajaya bisa mengalahkan prajurit-prajurit Banjar Melati yang dipimpin oleh Elang Drajat. Spontan saja Elang Sutajaya menyanggupinya hingga terjadilah pertarungan antara Elang Sutajaya dengab prajurit-prajurit banjar Melati. Secepat kilat anak buah Banjar Melati dipatahi oleh Elang Sutajaya, sehingga ratusan prajurit banjar melati menjadi tumbuh-tumbuhan.

Sultan Matangaji bermaksud membatalkan membayar upeti ke kerajaan Mataram, sementara itu Pangeran Purbaya dari Mataram menuju ke Cirebon bermaksud untuk menagih upeti. Di kaki gunung Slamet rombongan Pangeran Purbaya bertemu dengan rombongan Pangeran Selingsingan. Terjadilah peperangan yang seru dan memakan korban yang cukup banyak dari kedua belah pihak.

Peperangan tiada hentinya, maka Sultan Matangaji memanggil mantunya Elang Sutajaya untuk membantu perang menumpas Pangeran Purabaya. Elang Sutajaya dalam mencari jejak Pangeran Selingsingan sampai di desa dukuh Puntang kecamatan Sumber. Diketahui peperangan sedang berjalan sengit dan seru antara Pangeran Purabaya dan Pageran Selingsingan. Pangeran Selingsingan mundur terus ke Desa Cikalahang, desa Mandala sampai ke Desa Kaduela Kecamatan Mandirancan Kabupaten Kuningan. Saking sedihnya Pangeran Selangsingan menangis karena perperangan tiada akhirnya. Air matanya jatuh ke tanah hingga terjadilah kolam Nilam yang letaknya disebelah Telaga Remis.

Akhirnya Elang Sutajaya bertemu dengan Pangeran Purabaya lalu beradu ilmu kesaktian, Pangeran Purabaya terdesak dan berhasil dikalahkan. Pengeran Purabaya berkata “Wahai Elang Sutajaya tolonglah aku diberi pengampunan, jangan bunuh aku karena aku adalah manusia biasa yang beragama”, Elang Sutajaya menjawabnya “Kamu bukan manusia yang baik, beberapa tahun kamu berperang dengan Pangeran Selingsingan sedangkan kamu manusia yang mengerti sebagai mahluk sosial yang harus hormat menghormati, tolong menolong dan bantu membantu. Itulah arti hidup manusia, bukan untuk saling membunuh". Elang Sutajaya meneruskan petuahnya bahwa sebagai umat beragama tidak boleh membuat kekacauan dan kejahatan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Berkas:Telagaremis2.jpg
Menyusuri Kolam Telaga Remis dengan Perahu Angsa

Setelah selesai mendengarkan petuah Elang Sutajaya Pangeran Selingsingan menangis tidak ada henti-hentinya dari air matanya hingga menjelmalah menjadi kolam Telaga Remis. Begitupun Pangeran Purabaya menangis dan akhirnya Pangeran Purabaya berubah wujud menjadi seekor Bulus atau kura-kura. Bulus tersebut diberi nama Si Mendung Purbaya. Bentuk bulus atau kura-kura itu mempunyai bentuk lain dari yang lain. [2]

Objek Wisata

Talaga Remis merupakan perpaduan antara pesona alam pergunungan hutan serta air talaga yang jernih, bening laksana kaca didukung udara pergunungan yang sejuk menantang untuk berwana wisata menguak misteri hutan. Fasilitas yang tersedia adalah perahu motor, sepeda air, saung dan jalan setapak. Ditempat ini dapat pula bersantai dan menikmati jajanan yang tersedia.

Pranala luar

  • Laman objek wisata Talaga Remis.

Rujukan