Reynaldo Bignone
Reynaldo Benito Antonio Bignone Ramayón (lahir 21 Januari 1928) adalah mantan jenderal dan menjabat presiden De facto pada 1 Juli 1982-10 Desember 1983. Ia lahir Morón, pinggiran barat kota Buenos Aires.
Reynaldo Bignone | |
---|---|
Presiden Argentina De Facto | |
Masa jabatan 1 Juli 1982 – 10 Desember 1983 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 21 Januari 1928 Morón, Buenos Aires |
Kebangsaan | Argentina |
Profesi | Militer |
Sunting kotak info • L • B |
Dia diangkat menjadi presiden oleh juntar militer pada tahun-tahun ketika kedikatoran mulai memudar. Pilihan jatuh kepadanya dengan satu tujuan, yakni untuk melindungi militer karena Argentina sudah menghidupkan lagi demokrasinya. Ia memberikan amnesti kepada pelanggar HAM dan memerintahkan penghancuran semua dokumen yang berkaitan dengan penyiksaan. Selain itu, dia juga menyingkirkan semua lawan politiknya sebelum akhirnya menyetujui pengalihan kekuasaan kepada Raul Alfonsín yang terpilih secara demokratis.
Pengadilan dan kongres akhirnya membatalkan amnesti. Penyelidikan atas kejahatan yang diduga dilakukan Bignone ketika menjadi salah satu pimpinan militer di pangkalan Campo de Mayo. Presiden Cristina Fernández de Kirchner memprioritaskan di bidang hukum atas pemimpin diktator harus segera dilakukan.
Ia dijuluki "Diktator Terakhir" divonis hukuman 25 tahun penjara pada 21 April 2010. Ia didakwa terlibat dalam 56 kasus kriminal seperti pembunuhan, orang hilang, penculikan, dan penahanan ilegal. Tindak kejahatan itu dilakukan selama 7-8 tahun rezim militer, yakni pada periode 1976-1983. Tindak kejahatan dilakukan di pangkalan militer Campo de Mayo. Menurut laporan resmi, ketika itu dia sebagai komandan pangkalan membunuh 13.000 orang. Hasil investigasi organisasi Hak Asasi Manusia bahkan menyebutkan, ada 30.000 orang yang dibantai pada masanya. Ia menolak bertanggung jawab atas serangkaian kejahatan yang didakwakan kepadanya. Dia menyatakan tidak pernah menghilangkan lebih dari 8.000 orang seperti yang didakwakan ketika menjadi komandan pangkalan. "Kasus hilangnya seseorang selama masa damai adalah sebuah hal yang berbeda dari hilangnya seseorang pada masa perang. Dua masalah itu berbeda satu sama lain," kata Bignone.
Jika umurnya panjang, ia baru akan bebas saat mencapai usia 107 tahun, sebab dia sudah berusia 82 tahun. Namun, kondisi fisiknya sudah renta untuk menjalani masa-masa sulit di penjara. Tindak kejahatan dilakukannya atas kerjasama dengan beberapa perwira militer lainnya. Hakim juga menghukum lima jenderal militer lainnya dengan vonis penjara antara 17 tahun dan 25 tahun.
Putusan sidang pengadilan Bignone dan kawan-kawan dibacakan hakim Marta Milloc di sebuah stadion di dalam ruangan. Selain wartawan, sidang putusan juga dipenuhi anggota keluarga korban kejahatan. Ketika palu hakim diketuk yang menandakan vonis terhadap para pelaku kejahatan kemanusiaan, keluarga para korban langsung mengangkat foto korban dan memuji hakim. Mereka merasa puas.
Putusan sidang juga dihadiri Menteri Kehakiman Julio Alak dan anggota sejumlah organisasi HAM. Pada saat vonis dibacakan, dia tidak menghadiri sidang dan berstatus tahanan rumah.
Pengadilan terhadap para mantan pejabat diktator dimulai atas dorongan mantan Presiden Néstor Kirchner. Sejak itu, Mahkamah Agung mencabut dua undang-undang darurat amnesti yang melindungi para pejabat diktator dari tuntutan pelanggaran HAM.
Pusat Hukum dan Ilmu Sosial serta sebuah kelompok HAM menyebutkan, sebanyak 1.464 orang sudah resmi ditetapkan sebagai terdakwa. Mereka diduga terlibat dalam puluhan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan selama periode kepemimpinan militer yang diktator. Sebanyak 74 orang di antaranya telah divonis.
Referensi
- Diktator Terakhir Dihukum 25 Tahun, Media Indonesia edisi 22 April 2010.
- Diktator Argentina Dipenjara, Kompas edisi 22 April 2010.
Didahului oleh: Alfredo Saint-Jean |
Presiden Argentina 1982–1983 |
Diteruskan oleh: Raúl Alfonsín |