Helvy Tiana Rosa

Sastrawan dan akademikus Indonesia

Helvy Tiana Rosa (lahir 2 April 1970) adalah sastrawan, Pendiri Forum Lingkar Pena dan dosen di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta.

Helvy Tiana Rosa

Masa Kecil

Helvy merupakan anak pertama dari pasangan Amin Usman atau lebih dikenal dengan nama Amin Ivo's, seorang pencipta lagu asal Aceh, dan Maria Arifin Amin, seorang perempuan penari, keturunan Cina. Helvy memiliki adik bernama Asmarani Rosalba yang kemudian lebih dikenal dengan nama pena: Asma Nadia dan seorang adik lelaki bernama Aeron Tomino. Sejak usia empat tahun, bersama keluarganya Helvy hijrah ke Jakarta. Helvy dan keluarganya pernah hidup dengan sangat sederhana di tepi rel kereta api Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Setiap malam sebelum tidur, Sang Ibu selalu mendongengi mereka hal-hal yang penuh optimisme. Setiap malam Helvy juga melihat ibunya menulis diari. Sang ibu memotivasinya menulis catatan harian sebagai latihan menyampaikan pendapat, perasaan dan menulis itu sendiri. Pada usia belum lima tahun, Helvy sudah bisa membaca. Saat masuk usia sekolah, Helvy tinggal bersama neneknya Rosalina Arifin di Bandung. Ia bersekolah di SD Bhayangkari I Bandung hingga kelas 2 SD. Helvy melatih kebiasaannya menulis dengan mengirim surat hampir setiap hari pada ibunya di Jakarta, menulis buku harian dan mengirim puisi ke majalah anak-anak yang ada pada waktu itu.

Tak tahan jauh dari keluarga, Helvy kembali ke Jakarta, melanjutkan sekolah ke SD Kartini II Jakarta hingga tamat. Di dekat rumah mereka di Kemayoran, ada tempat penyewaan buku, di mana banyak orang menyewa buku komik berjilid-jilid. Helvy ternganga melihat tempat penyewaan buku itu. Seperti sebuah kebutuhan, setiap hari bisa lebih dari tiga kali ia main ke sana bersama adik-adiknya. Sayang, mereka selalu diusir karena tidak pernah mampu menyewa buku-buku tersebut, dianggap mengganggu yang lain dengan bertanya tentang buku-buku yang ada. Ibu mereka sehari-hari berjualan seprei keliling untuk membantu menopang kehidupan keluarga. Ia rela pergi jalan kaki agar pulangnya bisa membawa buku bagi Helvy dan adik-adiknya. Kadang bila beruntung, Ibu mereka mendapatkan pinjaman buku-buku cerita dari anak teman-temannya maupun orang yang membeli seprainya. Ibu Helvy berjanji untuk merawat buku pinjaman, memberi sampul plastik gratis bagi buku-buku yang belum disampul. Karena itulah setiap hari Helvy dan adik-adiknya bisa membaca tiga sampai sepuluh buku cerita sehari. Saat kelas III SD dengan mengumpulkan semua buku miliknya yang ia beli dari uang tabungan, Helvy membuka perpustakaan kecil di rumahnya agar anak-anak sebayanya bisa bebas membaca tanpa perlu membayar. Ia pun mulai menyemangati adiknya untuk menulis. Puisi dan cerpennya mulai dimuat di majalah anak-anak seperti Ananda, Bobo, Tomtom dan Halo. Cita-cita Helvy waktu itu hanya satu: ingin bisa memiliki mesin tik agar cerpen-cerpennya dibaca oleh para redaktur majalah. Tetapi majalah-majalah itu tidak memberinya honor berupa uang, melainkan buku, sehingga buku-buku koleksinya terus bertambah.

Sementara itu bila Ayahnya di rumah, setiap hari rumah mereka akan penuh suara musik, terutama dari The Beatles. Karena itu sejak SD Helvy hafal banyak sekali lagu-lagu dari group band tersebut. Ayahnya heran karena Helvy menunjukkan ketertarikan yang amat sangat pada syair-syair lagu The Beatles. Sang Ayah adalah eorang seniman yang menguasai banyak alat musik. Ia mengarang semua jenis lagu mulai dari Dangdut, Pop, Jazz sampai Rock n Roll. Sejak ia tahu Helvy menyukai dan memperhatikan syair lagu, juga suka mencipta puisi, maka setiap kali mengarang lagu, Helvy yang masih SD diminta oleh Sang Ayah untuk memeriksa syair lagunya. Kalau ada syair yang kurang pas, ayahnya selalu bertanya dan meminta masukan. Kebiasaan ini kerap dilakukan ayah Helvy hingga anaknya kuliah. Entah mengapa, ayahnya selalu yakin bahwa Helvy bisa menulis syair yang bagus, bahkan lebih bagus dari yang ia buat. Kelak tahun 1990-an lagu-lagu pop karya sang Ayah yang dinyanyikan Dewi Yull, Rafika Duri, Iis Sugianto, Christine Panjaitan, Andi Meriem Matalatta, Broery Pesolima dan lain-lain menjadi hits dan membawa ekonomi keluarga mereka lebih baik.

Guru SD Helvy, Ibu Su'amah memperkenalkan Helvy pada Taman Ismail Marzuki (TIM), tahun 1980. Maka sejak saat itu setiap minggu Helvy pergi ke TIM untuk melihat para seniman di sana yang sedang berproses maupun yang hanya duduk-duduk di warung. Saat sedang tak punya uang, Helvy tetap berangkat ke TIM meski harus berjalan kaki. Diam-diam ia mengamati anak-anak seusianya yang berlatih teater. Ia tahu keluarganya tak mampu untuk membayar apapun selain untuk belajar di sekolah. Maka Helvy menyerap semua yang ia bisa dengan riang. Bersama Ibu Su'amah ia mulai mengikuti lomba-lomba baca puisi di TIM dan belajar sendiri dari pengalamannya untuk membaca puisi yang baik.

Helvy kemudian melanjutkan sekolah ke SMPN 78 Jakarta dan mengikuti Teater 78 (teater sekolah) bimbingan Kak Mukhlis. Ia menyukai teater dan mulai menulis naskah-naskah teater untuk pementasan sekolah dan Sanggar Zuluq, sebuah perkumpulan remaja di rumahnya. Di sekolah, hampir setiap pelajaran matematika ia selalu disetrap oleh gurunya Pak Rumapea karena tida bisa menjawab soal di papan tulis atau karena nilai-nilainya jelek. Helvy juga sering kedapatan di kelas diam-diam membaca novel dan kumpulan cerpen karya Danarto, Budi Darma dan Putu Wijaya yang dipinjamkan Pak Kasmino, guru bahasa-nya. Pak Rumapea bahkan dengan marah pernah mengusirnya dari kelas dan berkata, "Kamu tidak akan pernah jadi orang yang berhasil karena kamu gagal di kelas saya!" Sejak saat itu Helvy semakin tidak suka pelajaran matematika. Ia berpikir, andai saja guru-guru matematika mengajarkan rumus matematika dengan puisi dan cerita yang seru, mungkin ia bisa sangat menyukai matematika.

Di luar itu, Helvy terus berpikir tentang sebuah mesin tik. Maka tanpa sepengetahuan orangtuanya ia mengamen puisi di atas bus-bus yang kadang membawanya keliling Jakarta hingga malam hari. Ia bertekad mengumpulkan uang dan membeli sendiri sebuah mesin tik. Kadang ia mengamen puisi di TIM karena ingin berjumpa para sastrawan idolanya. Pernah Helvy melihat Taufiq Ismail, Ramadhan KH, Putu Wijaya, Leon Agusta, Sutardji Calzoum Bachri sedang mengobrol di warung di TIM dan ia nekad membacakan puisi-puisinya sekadar mendapat perhatian mereka. Karena mereka sibuk, mereka hanya memberi beberapa keping logam setelah menatap Helvy sekilas. Sejak saat itu Helvy bertekad, suatu saat ia akan menjadi sastrawan seperti mereka. Dan ia akan mendirikan sebuah organisasi untuk mendorong anak-anak seusianya, terutama mereka yang tak mampu, untuk menulis. Sering Helvy menulis surat pada Taufiq Ismail dan Putu Wijaya. Surat-surat itu tak pernah ia pos-kan, tapi ia balas sendiri, seolah-olah dari Taufiq Ismail dan Putu Wijaya. Helvy belum menyadari bahwa apa yang ia lakukan sesungguhnya makin mengasah bakat menulisnya. Pada masa inilah kemudian, dengan mesin tik pinjaman tetangga, Helvy terus menulis puisi dan cerita. Ia bangga sekali ketika puisinya beberapa kali menembus koran, di antaranya Sinar Harapan Minggu. Harian ini mengirimi Helvy buku-buku antara lain Totto Chan yang kemudian mendorong Helvy untuk mengajarkan membaca dan menulis pada anak-anak tak mampu dalam gerbong-gerbong kereta api tua di sekitar Gunung Sahari dan Stasiun Senen.

Suatu hari Helvy bertemu Putu Wijaya dalam suatu acara. maka Helvy menghampiri dan menyodorkan buku kecil ditangannya, meminta sastrawan yang ia kagumi itu menulis pesan untuknya. Putu Wijaya menulis: "Helvy, menulis adalah berjuang!" Helvy kemudian menempelkan tulisan tersebut pada cermin setengah badan di kamarnya dan bertekad untuk terus menulis.

Masa Remaja

Pada usia SMP ini Helvy mulai menjadi Juara Lomba Baca Puisi di tingkat Jakarta Pusat dan DKI serta bertemu dengan Ical Vrigar yang banyak mengajarinya membaca puisi. Helvy kemudian bergabung dengan Sanggar Kapas Jakarta pimpinan Ical Vrigar dan turut dalam berbagai pementasan teater serta musikalisasi puisi yang mereka adakan. Di Sanggar Kapas, kemampuan teaternya terus terasah dan Helvy berkali-kali menjadi Juara lomba Baca Puisi tingkat nasional. Terakhiri ia mengikuti lomba baca puisi tahun 1987, di mana ia menjadi Juara II Lomba Baca Puisi tingkat Nasional HUT Taman Ismail Marzuki, dengan Juri Sutardji Calzoum Bachri, Leon Agusta dan Jose Rizal Manua.

Lepas SMP Helvy diterima di SMAN 5 Jakarta. Guru Bahasa Indonesia-nya Pak Muhyidin Dasuki selalu memberinya nilai mengarang A+ dan mengatakan bahwa ia merasa suatu saat Helvy akan menjadi pengarang terkemuka Indonesia. Pada saat itu, Helvy berkata pada gurunya, bahwa kalau ia bisa menjadi pengarang terkenal, ia akan membuat Indonesia Menulis, yaitu mengajak orang lain untuk ramai-ramai menjadi penulis karena menulis itu adalah perjuangan yang menyenangkan. Sementara itu, Helvy juga bergabung di Teater Lima, yaitu teater sekolah dan sempat menjadi ketuanya. Ia juga pernah berperan sebagai Dalang dalam lakon Jaka Tarub karya Akhudiat yang membawa teaternya memenangkan Festival Teater tingkat SLTA tahun 1988.

Suatu hari saat ulangtahunnya yang ke 18, Helvy memutuskan untuk memakai jilbab. Padahal saat itu jilbab dilarang di sekolah atas instruksi Menteri P&K Daud Jusuf. Helvy memutuskan untuk tetap memakai jilbabnya meski kadang harus melompati pagar sekolah dan masuk lewat jendela. Ia menghadapi rintangan yang besar dari pihak sekolah. Puncaknya saat ia terancam tidak bisa mengikuti EBTANAS hanya karena jilbab yang ia kenakan. Kepala Sekolah akhirnya mengambil kebijakan boleh pakai jilbab di lingkungan sekolah, tapi saat di kelas tetap harus dibuka. Helvy tidak mau menerima kebijakan itu dan berdebat panjang dengan pihak sekolah hingga guru agama yang membelanya, Pak Munawir menangis. Saat Ebtanas tiba, jilbab tak boleh dikenakan di kelas. Untunglah saat EBTANAS, pengawas yang berjilbab dari luar sekolah membiarkannya menjawa soal-soal, sebelum Kepala Sekolah melakukan kontrol jilbab ke kelas-kelas. Selama tiga hari, Helvy pun tergesa-gesa mengerjakan semua soal Ebtanas hanya dalam waktu 20 menit! Saat Kepala Sekolahnya tiba di muka kelas, Helvy sudah berada di luar. Hal ini membuat guru-guru dan teman-temannya khawatir. Syukurlah, meski Helvy memperoleh Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang kecil akibat semua ujian Ebtanas dikerjakan cuma 20 menit itu, ia memperoleh ranking 2 di kelas, dan tetap bisa masuk ke Universitas Indonesia. Sebuah keajaiban menurut teman-temannya.

Masa Kuliah

Helvy memilih Fakultas Sastra UI Jurusan Sastra Asia Barat, Program Studi Sastra Arab sebagai pilihan pertamanya. Di FSUI Helvy aktif berorganisasi. Selain mendirikan dan menjadi Ketua Teater Bening (1990-1993), ia dipilih sebagai staff Pengabdian Masyarakat Senat Mahasiswa FSUI (1991-1992), (1992-1993) bersama Indra J Piliang dan Litbang Senat Mahasiswa FSUI (1993-1994) pada masa Mustafa Kamal yang kini menjadi Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR. Helvy juga pernah duduk di Litbang Senat Mahasiswa UI (1994-1995). Selama di UI Helvy memenangkan berbagai perlombaan menulis yang diadakan FSUI maupun di UI, seperti Lomba Resensi Buku sastra dengan Ketua Dewan Juri Sapardi Djoko Damono, Lomba Resensi Buku yang diadakan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. ‘Fisabilillah” menjadi Juara Lomba Cipta Puisi Yayasan Iqra, tingkat nasional (1992), dengan Dewan Juri HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachri dan Hamid Jabbar. Di FSUI kemampuan menulis Helvy kian terasah saat ia mendapat nilai tertinggi pada mata kuliah Penulisan Cerpen (Penulisan Populer I) dan Penulisan Artikel (Penulisan Populer II) yang diampu oleh peraih hadiah sastra Peagasus Prize dari Amerika Serikat, Ismail Marahimin. Tulisan-tulisan Helvy semakin sering dimuat di majalah remaja dan koran.

Majalah Annida

Sejak berjilbab tahun 1988, Helvy semakin giat menulis dan mulai mengubah fokus dan gaya penulisannya lebih Islami. Namun ia merasa kesulitan menemukan media yang mau memuat karya-karyanya yang cenderung memiliki benang merah keislaman yang kental. Ia pun sadar bahwa kalau ia ingin membaca sebuah tulisan yang belum juga ia temukan untuk dibaca, maka itu berarti ia harus menuliskannya. Tahun 1990 Helvy bertemu Dwi Septiawati, pemimpin redaksi majalah remaja muslimah "Annida". Setahun kemudian, sambil kuliah Helvy bekerja sebagai Redaktur Majalah Annida. Tahun 1992 ia diangkat menjadi Redaktur Pelaksana dan bertanggungjawab terhadap rubrik fiksi. Tahun 1993 majalah ini memutuskan mengubah format menjadi Majalah Kisah-kisah Islami Annida, yang hampir keseluruhan isinya adalah cerpen dan ditujukan bagi remaja. Manajemen Annida kemudian bergabung dengan Majalah Ummi yang membuat distribusi Annida sampai ke seluruh Indonesia. Bahkan saat Helvy menjadi Pemimpin Redaksi (1997-2001) oplahnya mencapai 50 ribu/2 minggu atau 100 ribu eksemplar/bulan. Helvy kerap mendapat undangan ke berbagai daerah untuk mengisi berbagai acara keislaman, workshop penulisan atau sekadar temu pembaca. Oplah Annida pun terus meningkat, terutama di pesantren-pesantren.

Teater Bening

Tahun 1990 saat duduk di tingkat II FSUI, Helvy mendirikan Teater Bening—sebuah teater kampus yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Ia menulis naskah dan menyutradarai berbagai pementasan teater tersebut. Meski awalnya dibentuk sebagai teater kampus, para anggotanya yang telah lulus kuliah, tetap latihan seperti biasa. Mereka mementaskan "Aminah dan Palestina" (1991), "Negeri para Pesulap" (1993), "Maut di Kamp Loka" (1994) dan "Fathiya dari Srebrenica" (1994) di Auditorium FSUI. Mereka juga mementaskan drama-drama satu babak yang diambil dari cerpen-cerpen karya Helvy Tiana Rosa: untuk dibawa pentas keliling kampus di Jabodetabek, Jawa dan Sumatera. Tahun 1997 mereka membawakan "Pertemuan Perempuan" yang Helvy tulis bersama Muthia Syahidah di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, "Mencari Senyuman" (1998), dan "Mata Airmata Merdeka", naskah yang ditulisnya bersama Rahmadiyanti di Gedung Kesenian Jakarta (2000). Tahun 2005, naskah Helvy, "Tanah Perempuan" masuk tiga besar dalam Workshop Penulisan Naskah Drama Perempuan Indonesia yang diadakan Women Playwrights Indonesia, bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya UI dan DKJ, 2005, diikuti sekitar 300 peserta. Namun kendala yang dialami para anggota Teater Bening yang kebanyakan telah menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak, membuat Teater Bening tak sanggup untuk mementaskannya. Tahun 2009 Helvy mementaskan naskahnya: Tanah Perempuan, kali ini bersama para mahasiswanya di Bengkel Sastra UNJ. Pementasan keliling dilakukan di Universitas Negeri Jakarta, Gedung Kesenian Jakarta, CCL Bandung dan Auditorium RRI, Banda Aceh. Helvy tidak menyutradarai dan mempercayakan penyutradaraannya pada Ferdi Firdaus.

Forum Lingkar Pena

Tahun 1997, ketika masih menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Annida, Helvy mendirikan Forum Lingkar Pena/ FLP, sebuah forum yang terdiri dari anak-anak muda yang ingin menjadi penulis. Helvy mendiskusikan idenya pada sang adik Asma Nadia , dan mengajak Asma membantunya. Karena tidak ingin FLP dianggap sebagai forum keluarga maka Helvy mengajak Maimon Herawati (Muthmainnah) terlibat sebagai pendiri. Maka pada 22 Februari 1997 FLP resmi berdiri di Masjid UI, Depok dengan anggota pertama 30 orang yang sepakat memilih Helvy sebagai Ketua Umum (1997-2005). Ingat akan cita-citanya sejak kecil tentang Indonesia Menulis, Helvy kemudian membuka perekrutan anggota FLP di seluruh Indonesia melalui Majalah Annida dan terjaring lebih dari 3500 orang. Sejak adanya FLP Helvy makin giat ke berbagai pelosok Indonesia, untuk memotivasi kaum muda menulis. Pekerjaan ini dilakoninya dengan koceknya sendiri. Karena itu Helvy menyebut para anggota FLP yang kemudian sudah menjadi penulis sepertinya, sebagai relawan. "Di FLP semua anggota adalah relawan," tuturnya setiap saat. Untuk menyiasati pendanaan organisasi tersebut Helvy menerapkan sistem subsidi silang. FLP juga mengadakan pelatihan-pelatihan menulis bagi para eksekutif, lalu uang hasil pelatihan itu untuk kegiatan-kegiatan pelatihan penulisan bagi kaum duafa termasuk anak-anak jalanan. Tak hanya membidik kaum muda, FLP juga membuat Forum Lingkar Pena Kids yang mengajar anak-anak usia 5-15 tahun menulis sambil bermain. Tahun 2002 Helvy mendirikan Yayasan Lingkar Pena. Tahun 2004 bekerjasama dengan Penerbit Mizan, dibuat Lingkar Pena Publishing House sebagai penerbit karya-karya FLP. Helvy diminta menjadi Direktur dari PT Lingkar Pena Kreativa yang mewadahi kerjasama tersebut, hingga 2011.

Kini FLP beranggotakan ratusan ribu orang yang tersebar di 150 kota di Indonesia dan mancanegara. Bersama teman-temannya di FLP, Helvy mendirikan dan mengelola “Rumah baCA dan HAsilkan karYA” (Rumah Cahaya) yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Selama 15 tahun keberadaannya, FLP di seluruh Indonesia telah mengadakan pelatihan menulis setiap minggu, dengan jutaan peserta. Bekerjasama dengan puluhan penerbit, FLP meluncurkan ribuan judul buku, termasuk diantaranya karya para pekerja rumah tangga di Hong Kong yang tergabung dalam FLP Hong Kong. Di samping secara kuantitas jumlah penulis Indonesia bertambah pesat dengan adanya forum ini, secara kualitas para anggota FLP mampu menjadi pemenang berbagai kompetisi penulisan bergengsi di tingkat nasional, dari mulai lomba menulis yang diadakan Badan Bahasa, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Depdiknas/ Depdikbud, IKAPI, Jakarta International Literary Festival, Lomba Novel Republika, Lomba menulis naskah drama Federasi Teater Indonesia, Sayembara Novel DKJ, Khatulistiwa Literary Award sampai Mastera, dll. Keberadaan FLP menggugah para pengarang senior seperti Pipiet Senja, Gola Gong, Fahri Asiza dan Boim Lebon bergabung untuk turut menjadi relawan FLP. Taufiq Ismail bahkan mengatakan bahwa FLP adalah hadiah Tuhan bagi Indonesia, sedangkan kritikus Maman S. Mahayana berkata FLP telah menorehkan tinta emas dalam sejarah sastra Indonesia. Karena keberhasilan FLP dalam program 'Indonesia Menulis' tersebut, tahun 2008, FLP meraih Danamon Award--sebuah penghargaan tingkat nasional bagi mereka yang dianggap sebagai pejuang, dan secara signifikan dianggap berhasil melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar, terutama kalangan muda, perempuan dan dhuafa. Koran Tempo menyebut Helvy "Lokomotif Penulis Muda Indonesia" (2003).

Ketika Mas Gagah Pergi

Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah sebuah cerpen karya Helvy dimuat pertamakali dalam rubrik "Kisah Utama" di Majalah Annida tahun 1993. Sejak cerpen itu dimuat hingga sepuluh tahun kemudian, Helvy masih menerima puluhan pucuk surat dan surel setiap hari, yang menyatakan bahwa cerita itu sangat mengharukan, mengubah pribadi pembaca ke arah lebih baik dan membuat para remaja muslimah tergerak untuk memakai jilbab. Setelah sempat ditolak oleh empat penerbit karena dianggap tidak populer, melawan arus, dan terlalu kental mengangkat nilai Islam, akhirnya Pustaka Annida menerbitkan KMGP dan cerpen-cerpen Helvy lainnya, tahun 1997. Buku KMGP dikatapengantari oleh Ismail Marahimin, dosen menulis Helvy saat di Universitas Indonesia dan sastrawan Soekanto SA. Tak disangka, 10.000 eksemplar buku KMGP langsung habis terjual, sebelum dicetak dan diterbitkan sebagai buku. KMGP kemudian menjadi karya Helvy yang paling banyak dicetak ulang. Setelah Pustaka Annida, Penerbit Syaamil menerbitkannya dalam 20 kali cetak ulang (2000-2005). Menurut Dosen Sastra Universitas Padjajaran M. Irfan Hidayatullah, KMGP adalah karya garda depan (avantgarde) yang menjadi pintu pembuka bagi fenomena maraknya karya-karya fiksi Islami kemudian di Indonesia termasuk novel Ayat Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Menurut Yo Nonaka, sosiolog asal Jepang yang meneliti tentang gerakan Islam di Indonesia, KMGP bukan saja mempengaruhi maraknya remaja muslimah memakai jilbab, tapi juga mempengaruhi gerakan dakwah kampus di Indonesia. Fenomena KMGP membuat Harian Republika menyebut Helvy sebagai "Pelopor" bagi perkembangan sastra Islam kontemporer, sedang The Straits Times menyebutnya sebagai "Pionir" bagi perkembangan sastra Islam kontemporer di Indonesia (2002). Prof. Monika Arnez dari Universitas Passau, Jerman, menyatakan Helvy adalah salah satu figur paling penting dalam kebangkitan sastra Islam kontemporer di Indonesia dalam tiga dekade terakhir (2007). Tahun 2011, Penerbit ANPH menerbitkan kembali KMGP dalam format baru, dengan perpanjangan cerita (sekuel) di bawah judul: Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali. Dalam tiga bulan penerbitan buku ini mengalami empat kali cetak ulang. Kini KMGP sedang dalam proses difilmkan oleh Sinemart.

Karir Menulis

Meski sudah menulis ratusan cerpen sejak kecil dan remaja, karya-karya Helvy tak kunjung dibukukan hingga 1997. Helvy kerap berupaya mengumpulkan cerpen-cerpennya yang berserakan di berbagai media, terutama di Majalah Annida dan membawanya ke penerbit. Tahun 1995 ia pernah menunggu empat jam di sebuah penerbitan sambil membawa naskahnya dan pulang dengan tangan hampa. Tahun 1996 tanpa sepengetahuan Helvy, cerpen-cerpen Helvy yang berserakan itu diterbitkan oleh Ummah Media, Malaysia dan diakui sebagai karya dari Ahmad Faris Muda, dosen di Universiti Kebangsaan Malaysia. Helvy sempat ingin menempuh jalur hukum, namun karena rumit dan berbelit-belit serta membutuhkan biaya untuk pengacara, ia kemudian hanya bisa menuliskan tentang hal tersebut di koran-koran.

Tahun 1997 akhirnya Majalah Annida melalui Penerbit Pustaka Annida dan menerbitkan karya Helvy: Ketika Mas Gagah Pergi. Buku ini membawanya mewakili Indonesia untuk pertama kalinya dalam Short Story Writing Program yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara, 1998. Tahun 1999 Helvy diundang mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara di Johor Bahru, Malaysia, dan Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darussalam (2001). Tahun 2000 cerpen Helvy tentang Aceh: “Jaring-Jaring Merah”yang ditulisnya sebelum reformasi 1998, terpilih sebagai salah satu cerpen terbaik Majalah Horison dalam satu dekade (1990-2000). Tahun 2001 Helvy diundang membacakan puisinya pada acara Baca Puisi Tiga Generasi bersama Toety Herati, Leon Agusta, Afrizal Malna, Isbedy Stiawan dan Dorothea Rosa Herliany. Pada tahun yang sama Helvy melanjutkan kuliah pascasarjana di Jurusan Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Salah satu dosen yang mengajarnya adalah penyair terkemuka Indonesia, Sapardi Djoko Damono. Pada tahun itu pula bersama Taufiq Ismail, WS Rendra, Hamid Jabbar, Emha Ainun Najib Helvy diundang ke Banda Aceh dalam acara Sastrawan Bicara Siswa Bertanya.

Tahun 2002 ia diundang Dewan Kesenian Jakarta untuk membacakan cerpen-cerpennya di Taman Ismail Marzuki. Tahun itu juga Helvy berangkat ke Kairo, Mesir untuk mengisi acara Simposium Budaya di Universitas Al Azhar Mesir, bekerjasama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI. Saat itu pula ia meresmikan berdirinya Forum Lingkar Pena Mesir, dengan Ketua Habiburrahman El Shirazy. Bersama dengan teman-temannya di FLP, Habiburrahman mengikuti workshop penulisan yang waktu itu disampaikan Helvy dan Ahmadun Y. Herfanda, diadakan oleh FLP Mesir dan ICMI.

Helvy menjadi sastrawan Indonesia pertama yang diundang membentangkan makalah dalam Singapore Writers Festival bersama sastrawan lain dari puluhan negara (2003). Ia juga diminta menjadi juri kehormatan Golden Point Award, suatu ajang penghargaan sastra bergengsi di Singapura. Pada tahun yang sama ia diundang oleh University of Wisconsin dan University of Michigan, Amerika Serikat, untuk berbicara mengenai karya-karyanya dan Forum Lingkar Pena yang ia dirikan. Helvy juga terpilih sebagai Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta, yang bermarkas di Taman Ismail Marzuki, periode 2003-2006 bersama Maman S. Mahayana, Agus R. Sarjono dan Jamal D. Rahman. Februari 2004 Forum Lingkar Pena Hong Kong diresmikan.

Tahun 2004 Partai Keadilan Sejahtera meminta Helvy menjadi salah satu calon anggota legislatif mereka. Helvy tidak berminat, namun Hidayat Nur Wahid, Presiden PKS saat itu meminta izin langsung pada suaminya. Helvy malah bersyukur bahwa pada akhirnya ia tidak terpilih menjadi wakil rakyat. Tahun itu ia lulus dan menyandang gelar Magister Humaniora. Tahun 2005 ia diangkat sebagai dosen tetap, di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun tersebut, Helvy memberi workshop penulisan bagi para buruh migran FLP bekerjasama dengan Kowloon City University, Hong Kong. Ia ke Tokyo, untuk memberi pelatihan pada FLP Jepang dan sempat mengisi kuliah di Chun Yao University, Jepang (2005). Buku-buku Helvy terus terbit dan cerpen-cerpennya diterjemahkan dalam beberapa bahasa seperti: Inggris, Perancis, Jerman, Arab, Jepang dan Swedia. Tahun 2006 Helvy terpilih sebagai Anggota Majelis Sastra Asia Tenggara/ Mastera. New York Times, (2007) mengatakan karya-karya Helvy fokus mengangkat persoalan hak-hak asasi manusia, terutama bagi wanita dan anak-anak di wilayah konflik.

Tahun 2008 bersama rekan dosennya Edi Sutarto yang juga anggota Teater Koma, Helvy mendirikan Bengkel Sastra UNJ sebagai wadah kreativitas para mahasiswanya dalam bidang sastra dan teater. Tahun 2009 ia menjadi satu dari 10 Perempuan Penulis Paling Terkenal di Indonesia, hasil survey Metro TV . Tahun itu pula ia dipercaya sebagai Wakil Ketua Liga Sastra Islam Sedunia / The International League of Islamic Literature, untuk Wilayah Indonesia. Hasil riset The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan menempatkan Helvy sebagai satu dari The 500 Most Influential Mulims in the World tiga tahun berturut-turut (2009, 2010, 2011). Oktober 2011 Helvy dipercaya sebagai Anggota Komisi Pengembangan Seni Budaya Islam, Majelis Ulama Indonesia. Kini Helvy tengah merampungkan gelar doktoralnya di bidang Pendidikan Bahasa di Universitas Negeri Jakarta.

Keluarga

Saat tengah menulis skripsi Helvy dipertemukan temannya dengan Widanardi Satryatomo (Tomi), seorang pria Solo yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Tiga bulan setelah pertemuan itu mereka menikah, tepatnya 28 Januari 1995. Anak pertama mereka: Abdurahman Faiz lahir 15 November 1995. Tak hanya berkiprah diluar, Helvy juga menyemangati anaknya menulis. Pada usia 8 tahun Abdurahman Faiz menulis buku pertamanya: Untuk Bunda dan Dunia yang diterbitkan Mizan, 2004 disusul buku-buku Faiz lainnya. Faiz dikenal sebagai salah satu pelopor lahirnya Seri "Kecil-Kecil Punya Karya", lini masa yang dibuat Penerbit Mizan. Pada 1 Februari 2007 Helvy melahirkan anak keduanya, Nadya Paramitha. Tahun itu Helvy mengikuti sebuah lomba menulis tentang mengoptimalkan kecerdasan anak sejak dalam kandungan berdasarkan pengalaman pribadi, dan berhasil memenangkan hadiah utama 100 juta rupiah dari Prenagen dan Majalah Ayahbunda.

Penghargaan

  1. The 500 Most Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia) hasil riset Royal Islamic Studies Centre, Jordan, 2011.
  2. The 500 Most Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia) hasil riset Royal Islamic Studies Centre, Jordan, 2010.
  3. The 500 Most Influential Muslims in The World (500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia) hasil riset Royal Islamic Studies Centre, Jordan dan Georgetown University. Editor: Prof. John L. Esposito & Prof. Ibrahim Kalin, 2009.
  4. Muslimah Inspirasi Indonesia versi Majalah Annisa (2012)
  5. Kartini Award sebagai salah satu “The Most Inspiring Women in Indonesia” dari Majalah Kartini (2009)
  6. Danamon Award mengusung FLP yang ia dirikan (2008)
  7. Wanita Indonesia Inspiratif dari Tabloid Wanita Indonesia (2008)
  8. PKS Award untuk Pemimpin Muda Nasional (2008)
  9. Bukavu, 10 Buku Prosa Terbaik Khatulistiwa Literary Award (2008)
  10. Dosen Berprestasi Universitas Negri Jakarta (2008)
  11. Indonesia Berprestasi Awards, Finalis (2007)
  12. Ikon Perempuan Indonesia versi Majalah Gatra (2007)
  13. Pemenang Utama Sayembara Esai AyahBunda-Prenagen berhadiah 100 juta rupiah (2007)
  14. Tokoh Perbukuan Nasional, IBF Award, IKAPI (2006)
  15. Tokoh Sastra Eramuslim Award (2006)
  16. Muslimah Teladan Majalah Alia (2006)
  17. Duta Baca Nasional Pos Wanita Keadilan, menaungi 1000 rumah baca di Indonesia, 2007.
  18. Penghargaan Perempuan Indonesia Berprestasi dari Tabloid Nova dan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (2004)
  19. Ummi Award dari Majalah Ummi (2004)
  20. Pena Award untuk buku: Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist (Syaamil, 2002)
  21. “Ibuku Idolaku Award” dari Benadryl, dalam rangka Hari Ibu Tingkat Nasional (2002).
  22. Muslimah Peduli Keu Nanggroe dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (2001)
  23. Cerpen Terbaik Majalah Sastra Horison Satu dekade (1990-2000), untuk “Jaring-Jaring Merah”
  24. Muslimah Indonesia Berprestasi dari Majalah Amanah (2000)
  25. “Fisabillah” Juara Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional, Yayasan Iqra, dengan Dewan Juri: HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachi dan Hamid Jabbar (1992).
  26. Juara II Lomba Baca Puisi Tingkat Nasional, HUT Taman Ismail Marzuki 1987 dengan Dewan Juri Sutardji Calzoum Bachri, Leon Agusta dan Jose Rizal Manua

Buku

  1. Mata Ketiga Cinta (ANPH, 2012)
  2. Kartini 2012: Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia Mutakhir (Kosakatakita, 2012)
  3. Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali (ANPH,2011)
  4. Bukavu (LPPH, 2008)
  5. Catatan Pernikahan (LPPH, 2008)
  6. Tanah Perempuan, Naskah Drama (Lapena, 2007)
  7. Risalah Cinta (Lingkar Pena Publishing House, 2005)
  8. Menulis Bisa Bikin Kaya! (MVP, 2006)
  9. Perempuan Bermata Lembut ( Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2005)
  10. Ketika Cinta Menemukanmu (Antologi Cerpen Bersama, Gema Insani Press, 2005)
  11. Dokumen Jibril (Antologi Cerpen Bersama, Republika, 2005)
  12. Jilbab Pertamaku (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2005)
  13. 1001 Kisah Luar Biasa dari Orang-orang Biasa (Penerbit Anak Saleh 2004)
  14. Dari Pemburu ke Teurapeutik (Antologi Cerpen Bersama, Pusat Bahasa, 2004)
  15. Lelaki Semesta (Antologi Cerpen Bersama, LPPH, 2004)
  16. Matahari Tak Pernah Sendiri I (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004)
  17. Di Sini Ada Cinta! (Kumpulan Tulisan Bersama, LPPH, 2004)
  18. Leksikon Sastra Jakarta (DKJ dan Penerbit Bentang, 2003)
  19. Segenggam Gumam, Esai-esai Sastra dan Budaya, Syaamil, 2003)
  20. Bukan di Negeri Dongeng (Syaamil, 2003)
  21. Lelaki Kabut dan Boneka/ Dolls and The Man of Mist, Kumpulan Cerpen Dwi Bahasa (Syaamil, 2002)
  22. Wanita yang Mengalahkan Setan, Kritik Sastra (Tamboer Press/ Indonesia Tera, 2002)
  23. Pelangi Nurani (Syaamil, 2002)
  24. Sajadah Kata (Antologi Puisi Bersama, Syaamil, 2002)
  25. Kitab Cerpen: Horison Sastra Indonesia (Yayasan Indonesia & Ford Foundation, 2002)
  26. Dunia Perempuan (Antologi Cerpen Bersama, Bentang, 2002)
  27. Ini…Sirkus Senyum (Antologi Cerpen Bersama, Komunitas Bumi Manusia, 2002)
  28. Luka Telah Menyapa Cinta (Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2002)
  29. Kado Pernikahan (Antologi Cerpen Bersama, Syaamil, 2002)
  30. Graffiti Gratitude (Antologi Puisi Bersama, Penerbit Angkasa, 2001)
  31. Dari Fansuri ke Handayani (Penerbit Horison dan Ford Foundation, 2001)
  32. Ketika Duka Tersenyum (Antologi Cerpen Bersama, FBA Press, 2001)
  33. Titian Pelangi, Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000)
  34. Hari-Hari Cinta Tiara, Kumpulan Cerpen (Mizan, 2000)
  35. Akira no Seisen/ Akira: Muslim wa tashiwa, Novel (Syaamil, 2000)
  36. Pangeranku, Cerita Anak (Syaamil, 2000)
  37. Manusia-Manusia Langit, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 2000)
  38. Nyanyian Perjalanan, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999)
  39. Hingga Batu Bicara, Kumpulan Cerpen (Syaamil, 1999)
  40. Lentera (An Najah Press,1999)
  41. Kembara Kasih, Novel (Pustaka Annida, 1999)
  42. Sebab Sastra yang Merenggutku dari Pasrah, Kumpulan Cerpen (Gunung Jati, 1999)
  43. Ketika Mas Gagah Pergi, Kumpulan Cerpen (Pustaka Annida, 1997. Cet II dstnya Syaamil )
  44. Mc Alliester, Novel (Moslem Press, London, 1996)
  45. Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia (Kumpulan Tulisan Bersama, Grasindo, 2000.)
  46. Kembang Mayang (Antologi Cerpen Bersama, Penerbit Kelompok Cinta Baca, 2000)
  47. Sembilan Mata Hati (Antologi Cerpen Bersama, Pustaka Annida, Jakarta, 1998), dll

Naskah Drama

  1. Tanah Perempuan (2005)
  2. Mataairmata Merdeka (bersama Rahmadiyanti, 2000).
  3. Pertemuan Perempuan (bersama Muthiah Syahidah, 1997)
  4. Mencari Senyuman (1998)
  5. Sebab Aku Cinta, Sebab Aku Angin (1999)
  6. Luka Bumi (1997)
  7. Fathiya dari Srebrenica (1994)
  8. Maut di Kamp Loka (1994)
  9. Negeri Para Pesulap (1993)
  10. Aminah & Palestina (1991)

Editor

  1. Mataharu, Kitab Sastra Mahasiswa (Sastralica Publishing, 2011)
  2. Leksikon Sastra Jakarta (bersama Ahmadun YH dkk., DKJ dan Penerbit Bentang Budaya, 2003)
  3. Merajut Cahaya (Kumpulan Cerpen Terbaik Majalah Annida, Pustaka Annida, Jakarta , 2000).
  4. Sastra Kota: Bunga Rampai Esai Temu Sastra Jakarta (bersama Ahmadun Y. Herfanda, dkk., Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Bentang Budaya, 2003)
  5. Bisikan Kata, Teriakan Kota: Bunga Rampai Puisi Temu Sastra Jakarta (Ahmadun Y. Herfanda, dkk., Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Bentang Budaya, 2003)
  6. Kota Tanpa Nama: Bunga Rampai Cerpen Temu Sastra Jakarta, (bersama Ahmadun Y. Herfanda, dkk., Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta bekerja sama dengan Bentang Budaya, 2003)
  7. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S. Mahayana) Birahi Hujan: Suara dari Jawa Timur, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  8. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Cerpen (bersama Agus R. Sarjono, Maman S. Mahayana, Jamal D. Rahman) Kalau Julies sedang Rindu: Cerita dari Sumatera Barat, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  9. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S. Mahayana) Malaikat Biru Kota Hobart: Suara dari Bali, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  10. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S Mahayana) Medan Waktu: Suara dari Yogyakarta, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  11. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S Mahayana) Nafas Gunung: Suara dari Jawa Barat, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  12. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Cerpen (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S. Mahayana) Pertemuan dalam Pipa: Cerita dari Riau, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  13. Cakrawala Sastra Indonesia I: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S Mahayana) Tak Ada yang Mencintaimu Setulus Kematian: Suara dari Sulawesi Selatan (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
  14. Cakrawala Sastra Indonesia II: Antologi Cerpen (bersama Maman S. Mahayana, Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman) Bidadari Sigar Rasa: Cerita dari Jawa Tengah, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005)
  15. Cakrawala Sastra Indonesia II: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S Mahayana) Perjamuan Senja: Suara dari Lampung, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005)
  16. Cakrawala Sastra Indonesia II: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S. Mahayana) Perkawinan Batu: Suara dari Kalimantan, (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005)
  17. Cakrawala Sastra Indonesia II: Antologi Puisi (bersama Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, Maman S Mahayana) Semangkuk Embun: Suara dari Sumatera Selatan (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2005)

Referensi