Kesultanan Aceh

kerajaan di Asia Tenggara
Revisi sejak 12 Februari 2007 04.36 oleh 202.155.2.91 (bicara)

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Dalam sejarahnya yang panjang itu, Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Awal Mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Diawal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Deli, Pedir, Pasai, dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahudin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahudin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568. Pada masa

Masa Kejayaan

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan kekuasaanya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Borneo) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia.