Yudistira

Sulung Pandawa dalam epos Mahabharata
Revisi sejak 17 Februari 2007 03.57 oleh Arisdp (bicara | kontrib)

Yudistira (Sansekerta: युधिष्ठिर Yudhiṣṭhira), adalah seorang protagonis dari wiracarita Mahabharata. Beliau adalah raja Indraprasta dan lalu Hastina.

Berkas:Yudistira-kl.jpg
Prabu Yudistira, raja Indraprasta dan kemudian Hastina

Ia adalah putera sulung Prabu Pandu raja negara Hastina dengan dengan permaisuri Dewi Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Ia mempunyai dua orang adik kandung masing-masing bernama; Bima (Werkudara) dan Arjuna, dan dua orang adik kembar lain ibu, bernama Nakula (Pinten) dan Sadewa (Sahadewa/Tansen), putra Prabu Pandu dengan Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dari negara Mandaraka. Kelima orang bersaudara ini disebut sebagai Pandawa.

Yudistira dianggap sebagai keturunan (titisan) Dewa Keadilan, Batara Dharma oleh karena itu salah satu julukannya adalah Dharmasuta, Dharmaputra atau Dharmawangsa. Selain itu ia juga disebut Puntadewa atau Samiaji. Nama Yudistira sendiri diambil karena dalam tubuhnya menunggal arwah Prabu Yudhistira, raja jin negara Mertani.

Dalam kisah versi Jawa, Yudistira beristrikan Dewi Drupadi, putri Prabu Drupada dengan Dewi Gandawati dari negara Pancala, dan berputera Pancala (Pancawala). (Menurut kisah India, Drupadi diperistri oleh kelima Pandawa bersama-sama).

Yudistira mempunyai pusaka kerajaan berwujud payung bernama "Kyai Tunggulnaga" dan sebuah tombak bernama "Kyai Karawelang".

Dalam perang Bharatayudha, Prabu Yudistira tampil sebagai senopati perang Pandawa, dan berhasil menewaskan Prabu Salya, raja negara Mandaraka. Dalam perang ini, ia melakukan kebohongan satu-satunya seumur hidupnya, yaitu terhadap Bagawan Drona (Dorna) mengenai kematian Aswatama. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa "gajah Tama mati" dan gajah dalam bahasa Sansekerta (hasta) bunyinya mirip dengan "aswa". Gajah bernama Tama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha.

Walaupun tidak pernah berbohong, karena perbuatannya ini Yudistira tetap mendapat 'hukuman'. Kereta perangnya, yang semula dikaruniai kemampuan melayang sejengkal di atas tanah, kini terpaksa harus turun menginjak tanah. Dan kelak, di hari kembalinya Pandawa ke surga, Yudistira tidak diperbolehkan memasuki kahyangan terlebih dahulu melainkan harus menunggu saudara-saudaranya. Cerita ini dikisahkan dalam episode Swargarohanaparwa, atau kitab terakhir Mahabharata.

Sesudah berakhirnya perang Bharatayudha, Prabu Yudistira menjadi raja negara Hastina bergelar Prabu Karimataya / Kalimataya. Setelah menobatkan Parikesit, putra Abimanyu dengan Dewi Utari sebagai raja negara Hastina, Prabu Yudistira memimpin perjalanan moksa para Pandawa yang diikuti Dewi Drupadi menuju ke Nirwana

Ia adalah tipe murni raja yang baik. Darah putih (seta ludira. seta=putih, ludira=darah) mengaliri nadinya. Tak pernah murka, tak pernah bertarung, tak pernah juga menolak permintaan siapa pun, betapapun rendahnya sang peminta. Waktunya dilewatkan untuk meditasi dan penghimpunan kebijakan. Tak seperti satria yang lain, yang pusaka saktinya berupa senjata, pusaka andalan Yudistira adalah Kalimasada yang misterius, naskah keramat yang memuat rahasia agama dan semesta. Dia, pada dasarnya, adalah cendekiawan tanpa pamrih, yang memerintah dengan keadilan sempurna dan kemurah hatinya yang luhur. Dengan kenampakan yang sama sekali tanpa perhiasan mencolok, dengan kepala merunduk yang mawas diri, dan raut muka keningratan yang halus, dia tampil sebagai gambaran ideal tentang "Pandita Ratu" (Raja Pendeta) yang telah menyingkirkan nafsu dunia.

Akan tetapi ada pula kelemahannya, yakni gemar berjudi. Oleh karena kegemarannya ini, Yudistira beberapa kali tertipu dan dikalahkan dalam adu judi dengan Duryodana, Raja Hastina dan pemuka Korawa. Dalam salah satu kekalahannya, terpaksa Yudistira (dan Pandawa keseluruhannya) menyerahkan negaranya dan membuang diri ke hutan selama 13 tahun.

Lihat pula