Yasodharā

Revisi sejak 28 Juli 2012 08.20 oleh Zinck (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Putri Yasodharā''' adalah istri dari Siddhārtha Gautama, pendiri agama Buddha. Setelah suaminya menjadi Buddha dan mendirikan Sangha (komunitas...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Putri Yasodharā adalah istri dari Siddhārtha Gautama, pendiri agama Buddha. Setelah suaminya menjadi Buddha dan mendirikan Sangha (komunitas persaudaraan para biksu dan biksuni), dia juga ikut memasuki Sangha (menjadi seorang biksuni) dan mencapai tingkat kesucian Arahat.

Riwayat Hidup

Berkas:Prince Siddhattha and Princess Yasodhara's marriage.jpg
Perayaan pernikahan Yasodhara dan Siddhatta, dalam lukisan Myanmar.

Yasodhara adalah anak perempuan dari Raja Suppabuddha,[1][2] dan Pamitā, adik perempuan ayah Pangeran Siddhatta, Raja Suddhodana. Ayahnya adalah pemimpin suku Koliya [3] dan ibunya berasal dari suku Shakya. Sakya dan Koliya adalah cabang dari klan Ādicca atau Ikśvāku. Tidak ada klan lain yang dapat menyamai kedua keluarga ini di daerah tersebut sehingga banyak pernikahan yang dilakukan antara kedua keluarga ini. [4]

Yasodhara dinikahi Pangeran Siddhatta tepat pada usia 16 tahun, usia yang sama pula untuk Pangeran Siddhatta karena mereka lahir pada tanggal yang sama. Pada usia 29 tahun dia melahirkan seorang putra yang diberi nama Rāhula. Pada hari kelahiran anaknya itu Pangeran Siddhatta pergi meninggalkan istana. Yasodhara menjadi sangat sedih. Mendengar kabar bahwa suaminya telah meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi seorang pertapa, dia pun memutuskan untuk tidak lagi memakai perhiasan dan hanya mengenakan jubah kuning dan makan sehari sekali.[5] Meskipun keluarga aslinya mengirimkan pesan untuk menerimanya kembali, dia tidak menerima tawaran tersebut. Beberapa pangeran pun melamarnya tetapi dia menolaknya. Selama enam tahun pengembaraan Pangeran Siddhatta, demikian pula Putri Yasodhara mengikuti kabar suaminya.

Ketika Buddha mengunjungi Kapilavastu atau Kapilavatthu sesaat setelah pencerahannya, Yasodhara tidak pergi melihat suaminya tetapi meminta Rahula untuk pergi menghadap Buddha dan meminta warisan padanya. Beberapa waktu setelah anaknya menjadi seorang samanera, Yasodhara juga memasuki Sangha dan menjadi seorang biksuni. Dia dianggap sebagai yang terpandang dalam hal penguasaan kekuatan supernatural di antara para biksuni. Yasodhara meninggal pada usia 78 tahun,[6] dua tahun sebelum Parinibbāna Buddha.[butuh rujukan]

Nama

Arti nama Yasodhara (Sansekerta) adalah yasas yang berarti "kemenangan, kegemilangan" + dhara yang berarti "pembawa" (berasal dari akar kata dhri yang artinya "membawa, mendukung"]. Oleh karena itu Yasodhara berarti Pembawa Kemenangan. Nama-nama lain yang disematkan padanya selain Yasodhara adalah Yasodhara Theri, Bimbadevi, Bhaddakaccana dan Rahulamata (ibu Rahula).[7] I

Referensi

  • The Buddha and His Teaching, Nārada, Buddhist Missionary Society, Kuala Lumpur, Malaysia, 1988, ISBN 967-9920-44-5

Literatur

Pranala Luar