Indische Staatsregeling

Revisi sejak 10 Agustus 2012 12.33 oleh Eddy bf (bicara | kontrib) (patroli halaman baru, added orphan tag using AWB)


Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) adalah sebuah pasal yang mengatur pembagian golongan dihadapan hukum pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. Pasal ini baru berlaku sejak Indische Staatsregeling mulai berlaku pada tahun 1926. Golongan masyarakat Indonesia pada waktu itu, melalui pasal ini, dibagi menjadi 3 golongan yaitu Golongan Eropa, Golongan Timur Asing, dan Golongan Indonesia (Bumiputera).[1]

Penggolongan

Golongan Eropa

Pendefinisian golongan Eropa di depan hukum positif Hindia Belanda disusun pada ayat 2. Berdasarkan ayat ini, orang-orang Eropa, dihadapan hukum, adalah semua orang Belanda, semua orang non-Belanda yang berasal dari Eropa, semua orang Jepang, dan anak sah dari golongan Eropa yang diakui undang-undang. Didalam ayat ini, terlihat bahwa ada unsur asas kebangsaan, yaitu orang Belanda dan orang Jepang. Hal ini diperlukan karena orang Jepang berasal dari Asia. Orang Jepang dimasukkan ke dalam golongan Eropa karena pemerintah Belanda mengadakan perjanjian dagang dengan pemerintah Jepang pada tahun 1896, dimana salah satu perjanjiannya memuat bahwa seluruh orang Jepang dipersamakan kedudukannya dengan orang Eropa. Selain asas kebangsaan, asas keturunan juga menentukan masuk atau tidaknya seseorang dalam golongan ini.

Golongan Indonesia

Pendefinisan golongan Indonesia ditemukan pada ayat 3. Definisi golongan Indonesia dari ayat ini adalah orang-orang Indonesia asli (pribumi) atau golongan lain yang meleburkan diri. Golongan lain yang meleburkan diri adalah orang-orang bukan Indonesia asli, namun menjalani kehidupan meniru kehidupan orang pribumi dengan meninggalkan hukum asalnya. Wanita golongan lain yang menikah dengan orang Indonesia asli juga termasuk dalam golongan Indonesia asli.

Golongan Timur Asing

Perumusan golongan Timur Asing dilakukan secara negatif. Diatur dalam ayat 4, orang-orang yang termasuk dalam golongan Timur Asing adalah golongan yang bukan termasuk dalam golongan Eropa maupun golongan Indonesia. Ayat ini dibuat secara negatif untuk memastikan tidak ada masyarakat yang terlewat dari penggolongan.

Referensi

  1. ^ "Asal usul serta landasan pengebangan ilmu hukum Indonesia" (PDF). Diakses tanggal 9 Agustus 2012.