Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Batam
Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Tembesi adalah paroki dibawah Keuskupan Pangkal Pinang, yang berlokasi di Tembesi, pulau Batam, yang merupakan paroki ke tiga di pulau ini. Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Tembesi Diresmikan oleh Bapak Uskup Pangkalpinang, Mgr. Hilarius Moa Nurak SVD, tanggal 1 November 2003.
Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Batam | |
---|---|
Lokasi | Jl. Suprapto No. 1 Rt. 03 Rw. 02, Tembesi Lestari Batam |
Jumlah anggota/umat | 7000 |
Sejarah | |
Didirikan | 2003 |
Dedikasi | Maria Bunda Pembantu Abadi |
Administrasi | |
Keuskupan | Keuskupan Pangkal Pinang |
Imam yang bertugas | RD. Lucius Poya Hobamatan |
Catatan Pendirian: Paroki ketiga di Pulau Batam |
Sejarah
Pada awalnya, paroki ini merupakan bagian dari Paroki Santo Petrus Lubukbaja. Seiring dengan perkembanga Batam sebagai daerah industri, ribuan pendatang masuk ke batam untuk bekerja di berbagai sektor. Demikian juga, wilayah pemukiman pun mulai dibangun. Daerah Batuaji dan sekitarnya menjadi salah satu daerah terpadat[1] karena daerah ini di khususkan untuk pemukiman menengah kebawah, sampai untuk penempatan daerah gusuran.
Dengan semakin banyaknya umat katolik di wilayah ini, Paroki Santo Petrus Lubukbaja tidak mampu lagi memberi pelayanan sampai ke seluruh daerah, untuk itulah pada tanggal 1 November 2003, dibentuklah Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Tembesi untuk melayani umat di wilayah Batuaji dan sekitarnya. Wilayah yang masuk ke paroki ini adalah Tembesi, Batuaji, Pulau Rempang, Pulau galang, Tanjung Uncang dan sekitarnya.
Dewan Pastoral Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi (Periode 2009-2012):
Koordinator Umum : RD. Lucius Poya Hobamatan
Wakil I : RD. Forberlius Ngadiyono
Wakil II: RD. Chrisanctus Paschalis Saturnus
DPP Harian:
Ketua : Ventje Damopolii
Wakil : Herman J Simbolon
Sekretaris: Edi Suratna
Bendahara : Valentinus Pulo
Paroki: Communion of Communities
Roh Kudus yang selalu bekerja dari awal Gereja sampai sekarang ini, mengilhami para pengganti rasul-rasul yang berkumpul di Sidang Pleno FABC (Federation of Asian Bishop Conference) di Bandung pada tahun 1990, yang memunculkan pernyataan cemerlang yaitu: New Way of Being Church. Dalam pernyataan New Way of Being Church, ada beberapa unsur penting yaitu: (a) Gereja di Asia harus menjadi communion of communities (persekutuan komunitas-komunitas) di mana awam, biarawan-biarawati dan klerus saling menghargai dan menerima sebagai saudara dan saudari. Semua dipanggil oleh Sabda Allah, yang dianggap sebagai kehadiran “nyata” dari Tuhan yang bangkit, yang membimbing mereka untuk membentuk komunitas-komunitas sebagai ungkapan komunio para murid; (b) Gereja hendaknya menjadi gereja partisipatoris, di mana karunia-karunia Roh Kudus bagi semua umat beriman dikenali dan dihidupkan kembali, agar Gereja dapat dibangun dan misinya dapat diwujudkan. Visi Gereja ini hendak mendorong kita untuk mengubah cara berpastoral yang lama dengan cara berpastoral baru yang lebih menitikberatkan pembangunan komunitas-komunitas kecil yang kita kenal sekarang ini dengan nama: Komunitas Basis Gerejawi (KBG). Dengan cara berpastoral seperti ini, karunia-karunia Roh Kudus yang telah diberikan kepada awam dapat dihidupkan kembali. Cara ini kiranya menjadi suatu pastoral alternatip yang dapat memulihkan kembali citra Allah yang sudah kabur.
Komunitas Gereja purba adalah komunitas kecil yang hidup dalam suasana saling mencintai yang sangat mesra seperti diungkapkan dalam Kis 2: 41-47 dan 4:32-37. Citra Allah Tritunggal Mahakudus sungguh tampak dalam kehidupan komunitas tersebut. Kita harus kembali kepada cara hidup Gereja Purba kalau kita mau mengembalikan citra Allah Tritunggal ke dalam KBG-KBG, agar di kemudian hari kita dapat menjadi rasul yang memulihkan citra Allah Tritunggal ke dalam komunitas-komunitas masyarakat masa kini.
Secara singkat dapatlah dirumuskan, bahwa sebagai suatu komunitas kaum beriman, KBG hadir untuk menjadi tanda dan harapan bagi perutusan Gereja membangun komunio, dan komunio untuk misi: mewartakan Kabar Gembira yang berasal dari Allah Tritunggal melalui Yesus Kristus; sebagai instrumen evangelisai untuk membawa komunitas manusia kembali ke citra Allah Tritunggal Mahakudus.