Tri Mumpuni
Tri Mumpuni Wiyatno (lahir 6 Agustus 1964) adalah seorang pemberdaya listrik di lebih dari 60 lokasi terpencil di Indonesia yang mendapat penghargaan Ashden Awards 2012.
Tri Mumpuni | |
---|---|
Berkas:Trimumpuni.jpg | |
Lahir | 6 Agustus 1964 Semarang, Jawa Tengah |
Kebangsaan | Indonesia |
Nama lain | Puni |
Pekerjaan | direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan, pemberdaya listrik |
Dikenal atas | Mendapat Ashden Awards 2012 |
Suami/istri | Iskandar Budisaroso Kuntoadji |
Anak | Ayu Larasati (21 tahun) Asri Saraswati (19 tahun) |
Orang tua | Wiyatno (alm.) dan Gemiarsih |
|
Kehidupan awal dan masa muda
Tri Mumpuni lahir di Semarang pada tanggal 6 Agustus 1964. Ia merupakan anak dari pasangan Wiyatno (alm.) dan Gemiarsih.[1] Kedua orang tuanya mengajarkan untuk berbagi dan memberi. Bahkan, pada kelas 4 SD ia sudah ikut ibunya keliling ke kampung-kampung mengobati orang yang kena penyakit koreng. Dari pengalaman itulah, ia mendapat pelajaran bahwa dari proses hubungan manusia itu uang bukan segala-galanya.[1]
Sewaktu masih muda, ia sudah terbiasa melihat dan membantu ibunya yang aktif dalam kegiatan sosial. Ia juga bercita-cita sebagai dokter, bidang yang sama sekali bertolak belakang dengan keadaannya sekarang ini.[2]
Kontribusi
Ia dikenal sebagai tokoh yang mengembangkan mengembangkan kemandirian masyarakat di kawasan terpencil melalui pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) telah diakui baik di dalam negeri maupun di luar negeri.[2] Dirinya tidak jarang berhari-hari tinggal di satu desa yang jauh dari akses infrastruktur dan informasi, hanya untuk memastikan kesiapan masyarakat membangun listrik mikro hidro.[2]
Latar belakang
Ide awal pembangunan PLTMH berawal dari seringnya Tri Mumpuni bersama suaminya, Iskandar Budisaroso Kuntoadji berkeliling ke desa-desa dan melihat sumber air yang melimpah namum belum ada kabel distribusi listrik dilokasi tersebut, barulah ia melakukan tindakan.[1]
Pengabdian
Sebelum diadakan pembangunan, ia dan suami bicarakan kepada kepala desa setempat untuk kemungkinan untuk membangun pembangkit listrik dengan memanfaatkan aliran sungai untuk menghasilkan listrik dari sebuah turbin.[1]
Langkah selanjutnya Tri Mumpuni adalah mengumpulkan data untuk melihat kemungkinannya secara teknis serta menghitung rencana anggaran biaya kemudian mencari sumber dana untuk pembangunan pembangkit.[3]
Setelah itu, ia bersama IBEKA mengirimkan tim sosial untuk membangun komunitas yang baik beberapa minggu dengan masyarakat agar terjalin hubungan yang baik. Langkah awal yang didekati adalah tokoh agama atau tokoh adat setempat.[3] Barulah kemudian masyarakat membentuk organisasi yang akan mengurus turbin, dengan menentukan ketua hingga operator yang tahu bongkar pasang mesin dan organisasi tersebut harus diberi pengetahuan tentang pengoperasian mesin hingga perawatannya.[3]
Selanjutnya, agar pembangkit listrik tenaga air itu dapat menjalankan fungsinya terus-menerus maka daerah tangkapan air di hulu harus dipertahankan seluas 30 kilometer persegi. Tidak boleh ada penebangan hutan dan vegetasi.[3]
Pembangunan yang pertama
Tri pertama kali membangun pada tahun 1997 di dusun Palanggaran, Gunung Salak, Sukabumi, Jawa Barat. Untuk mencapai tempat itu harus berjalan kaki sembilan jam atau naik motor yang rodanya diberi rantai sebab jalan setapaknya licin.[1]
Ia sama sekali tidak mendapat bantuan dari manapun. Awalnya masyarakat masih susah dimintai iuran. Namun setelah enam bulan berlalu, Puni kembali lagi ke Dusun Palanggaran. Hal tak disangka pun terjadi. Di desa tersebut sudah memiliki kas sebesar Rp 23 juta.[4] Uang dari listrik dipakai membangun jalan berbatu yang bisa dilalui kendaraan kendaraan beroda empat. Ini membuka peluang membantu 10 dusun lain.[1]
Manfaat pengabdian
Hingga sekarang Puni dan suaminya sudah menerangi 65 lokasi dengan tenaga mikrohidronya.[2] Bagi alumnus IPB ini listrik bukan tujuan utamanya, tetapi bagaimana membangun potensi desa supaya mereka berdaya secara ekonomi dan lainnya. Dengan begitu, mereka bisa mengenali peradabannya dan membangun peradabannya.[4]
Bahkan, tak sedikit orang yang menawarinya untuk masuk partai politik dalam negeri. Namun, ia dengan tegas menolak tawara itu karena di Indonesia belum pernah ada anggota dewan yang dipuji oleh rakyat. Kini, di luar negeri, aktivitasnya semakin luas. Filipina menjadi satu negara yang memasuki tahap implementasi pengembangan listrik mikrohidro, sedangkan Rwanda dan Kenya masih dalam tahap pelatihan.[2]
Prestasi dan bantuan
- Ashden Award 2012 dan ia mendapat bantuan sebanyak £20.000 atau sekitar Rp300 juta.[5]
- Climate Hero 2005 dari World Wildlife Fund for Nature.[3]
- Penghargaan Ramon Magsaysay 2011, penghargaan ini ia dapat bersama Hasanain Junaini.[6]
Lain-lain dan kutipan
Dalam acara Kick Andy, edisi Jum'at, 6 Juli 2012 ia punya satu semboyan:
Ibu-ibu yang membeli tas hingga jutaan rupiah, mereka sebenarnya telah melakukan dosa sosial tanpa disadari. Karena masih banyak orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan menderita kelaparan di penjuru negeri.
— Tri Mumpuni, dikutip dari situs Kompasiana[7]
Ia merupakan ibu yang baik, rendah hati, dan bersahaja. Ia adalah tokoh yang diidolakan oleh Amilia Agustin.[7]
Lihat juga
Referensi
- ^ a b c d e f "Biografi Tri Mumpuni, Pejuang Mikrohidro Indonesia". 6 June 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 August 2012. Diakses tanggal 24 August 2012.
- ^ a b c d e Setiaji, Stefanus Arief (19 November 2011). "Tri Mumpuni: Dokter mikro hidro, Menyinari perdesaan". Bisnis Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Agustys 2012.
- ^ a b c d e "Nama Saya Tri Mumpuni". Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 15 Juni 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Agustus 2012.
- ^ a b Yanto Bashri (18 Desember 2009). "Tri Mumpuni - Berawal dari Keprihatinan". Majalah Biru Voice. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Agustus 2012.
- ^ Yanto Bashri (2 Juni 2012). "Tri Mumpuni - Berawal dari Keprihatinan". BBC Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Agustus 2012.
- ^ "Nobel Versi Asia untuk Putra Indonesia". Indonesia Berprestasi. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 August 2012. Diakses tanggal 25 August 2012.
- ^ a b "Belajar dari Amilia Agustin - Ratu Sampah". Kompasiana. 9 July 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 August 2012. Diakses tanggal 22 August 2012.