Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Batam

gereja di Indonesia
Revisi sejak 28 Agustus 2012 01.34 oleh Cosmaseko (bicara | kontrib)

Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Tembesi adalah paroki dibawah Keuskupan Pangkal Pinang, yang berlokasi di Tembesi, pulau Batam, yang merupakan paroki ke tiga di pulau ini. Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Tembesi Diresmikan oleh Bapak Uskup Pangkalpinang, Mgr. Hilarius Moa Nurak SVD, tanggal 1 November 2003.

Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Batam
Berkas:Mbpa.jpg
Ikon Maria Bunda Pembantu Abadi
LokasiJl. Suprapto No. 1 Rt. 03 Rw. 02, Tembesi Lestari Batam
Jumlah anggota/umat7000
Sejarah
Didirikan2003
DedikasiMaria Bunda Pembantu Abadi
Administrasi
KeuskupanKeuskupan Pangkal Pinang
Imam yang bertugasRD. Lucius Poya Hobamatan
Catatan Pendirian: Paroki ketiga di Pulau Batam

Sejarah

Pada awalnya, paroki ini merupakan bagian dari Paroki Santo Petrus Lubukbaja. Seiring dengan perkembanga Batam sebagai daerah industri, ribuan pendatang masuk ke batam untuk bekerja di berbagai sektor. Demikian juga, wilayah pemukiman pun mulai dibangun. Daerah Batuaji dan sekitarnya menjadi salah satu daerah terpadat[1] karena daerah ini di khususkan untuk pemukiman menengah kebawah, sampai untuk penempatan daerah gusuran.

Dengan semakin banyaknya umat katolik di wilayah ini, Paroki Santo Petrus Lubukbaja tidak mampu lagi memberi pelayanan sampai ke seluruh daerah, untuk itulah pada tanggal 1 November 2003, dibentuklah Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Tembesi untuk melayani umat di wilayah Batuaji dan sekitarnya. Wilayah yang masuk ke paroki ini adalah Tembesi, Batuaji, Pulau Rempang, Pulau galang, Tanjung Uncang dan sekitarnya.

Dewan Pastoral Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi (Periode 2009-2012):

  • Koordinator Umum : RD. Lucius Poya Hobamatan
  • Wakil I : RD. Forberlius Ngadiyono
  • Wakil II: RD. Chrisanctus Paschalis Saturnus

DPP Harian:

  • Ketua : Ventje Damopolii
  • Wakil : Herman J Simbolon
  • Sekretaris: Edi Suratna
  • Bendahara : Valentinus Pulo

Paroki: Communion of Communities

Roh Kudus yang selalu bekerja dari awal Gereja sampai sekarang ini, mengilhami para pengganti rasul-rasul yang berkumpul di Sidang Pleno FABC (Federation of Asian Bishop Conference) di Bandung pada tahun 1990, yang memunculkan pernyataan cemerlang yaitu: New Way of Being Church. Dalam pernyataan New Way of Being Church, ada beberapa unsur penting yaitu:

  • Gereja di Asia harus menjadi communion of communities (persekutuan komunitas-komunitas) di mana awam, biarawan-biarawati dan klerus saling menghargai dan menerima sebagai saudara dan saudari. Semua dipanggil oleh Sabda Allah, yang dianggap sebagai kehadiran “nyata” dari Tuhan yang bangkit, yang membimbing mereka untuk membentuk komunitas-komunitas sebagai ungkapan komunio para murid;
  • Gereja hendaknya menjadi gereja partisipatoris, di mana karunia-karunia Roh Kudus bagi semua umat beriman dikenali dan dihidupkan kembali, agar Gereja dapat dibangun dan misinya dapat diwujudkan. Visi Gereja ini hendak mendorong kita untuk mengubah cara berpastoral yang lama dengan cara berpastoral baru yang lebih menitikberatkan pembangunan komunitas-komunitas kecil yang kita kenal sekarang ini dengan nama: Komunitas Basis Gerejawi (KBG). Dengan cara berpastoral seperti ini, karunia-karunia Roh Kudus yang telah diberikan kepada awam dapat dihidupkan kembali. Cara ini kiranya menjadi suatu pastoral alternatip yang dapat memulihkan kembali citra Allah yang sudah kabur.

Komunitas Gereja purba adalah komunitas kecil yang hidup dalam suasana saling mencintai yang sangat mesra seperti diungkapkan dalam Kis 2: 41-47 dan 4:32-37. Citra Allah Tritunggal Mahakudus sungguh tampak dalam kehidupan komunitas tersebut. Kita harus kembali kepada cara hidup Gereja Purba kalau kita mau mengembalikan citra Allah Tritunggal ke dalam KBG-KBG, agar di kemudian hari kita dapat menjadi rasul yang memulihkan citra Allah Tritunggal ke dalam komunitas-komunitas masyarakat masa kini.

Secara singkat dapatlah dirumuskan, bahwa sebagai suatu komunitas kaum beriman, KBG hadir untuk menjadi tanda dan harapan bagi perutusan Gereja membangun komunio, dan komunio untuk misi: mewartakan Kabar Gembira yang berasal dari Allah Tritunggal melalui Yesus Kristus; sebagai instrumen evangelisai untuk membawa komunitas manusia kembali ke citra Allah Tritunggal Mahakudus.

Secara geografis, paroki Maria Bunda Pembantu Abadi memiliki wilayah yang luas dengan umat yang menyebar di tengah masyarakat majemuk. Cara baru hidup menggereja diungkapkan lewat pengembangan KBG sebagai “ekspresi Gereja” yang hidup di tengah keluarga-keluarga dan masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, KBG merupakan ekspresi paroki di tengah umatnya. KBG menjadi instrumen pembangun rasa tanggung jawab bersama umat paroki untuk mengungkapkan komunio demi perutusan, yakni membangun Kerajaan Allah, baik di tengah komunitas maupun di tengah masyarakat. Saat ini Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi memiliki lebih dari 80 (delapan puluh) Komunitas Basis

Membangun KBG sebagai Instrumen Berkomunio dan Bermisi

Seluruh komunitas Keuskupan hendak mengungkapkan dirinya sebagai sebuah Gereja partisipatip, komunitas Gereja yang berakar pada dan dijiwai oleh Tritunggal Mahakudus. Karena itu pemberdayaan KBG sebagai agen dan subyek utama pewartaan Gereja harus diupayakan.

Karena KBG menghadirkan Gereja Paroki dan Gereja Keuskupan, ciri Gereja yang berpusat pada Kristus, yang berkomunio dan bermisi harus diperhatikan. Atas dasar itu maka secara konkrit pengembangan KBG didasari pada ciri-ciri utamanya: komunitas kecil yang para anggotanya hidup bertetangga yang menjadikan Sabda sebagai landasan setiap kegiatannya; di mana semua anggotanya ambil bagian dalam karya bersama; dan merupakan komunitas yang berada dalam kesatuan dengan Paroki, Keuskupan dan Gereja Universal. Dalam konteksnya sebagai komunitas yang bermisi, KBG yang sakramental adalah KBG yang inklusif, yang mampu berdialog, yang cinta akan lingkungan hidup, yang berakar pada ajaran iman, yang profetis, yang berpihak pada kaum miskin, yang transformatif, yang menghayati dan menghidupi komunitasnya sebagai sebuah keluarga dan sebagai komunitas yang memberdayakan.

4 Ciri KBG:

  • Wilayah yang sama.


Idealnya, sebuah KBG terbentuk sekitar lima belas sampai dua puluh keluarga-keluarga bertetangga yang hidup dalam wilayah yang sama. Mengapa demikian? Pertama, karena keluarga-keluarga itu bertetangga dekat dan berjumlah relatif kecil dalam area yang sama, Gereja sebagai komunio dapat dialami tanpa sekat-sosial seperti suku, bahasa, ekonomi, jenis kelamin, minat, dan sebagainya. Kedua, umat dapat mengalami komunio sebagai relationship dengan Tuhan dan sesama, saling mengenal dan mengunjungi secara teratur untuk mewujudkan persekutuan dan persaudaraan sebagai satu keluarga Allah, saudara saudari satu Bapa. Orang tidak lagi merasa terasing dan anonim dalam rumahnya sendiri. Dengan demikian, hukum kasih yang merupakan isi Taurat dialami dalam hidup beriman. Ketiga, perjumpaan rutin untuk saling meneguhkan dan menguatkan persekutuan dapat terpelihara. Keempat, partisipasi dalam paroki (lima bidang tugas Gereja) dapat terjangkau. Dengan demikian, sifat Gereja yang satu jelas terlihat.

  • Sharing Injil


Ada beberapa alasan, mengapa sharing Injil sangat ditekankan dan dinilai sebagai faktor kunci sebuah KBG. Pertama, Allah kita adalah Allah yang hidup, yang terus menyertai dan berbicara kepada umatNya. Ketika Yesus memulai tugas perutusanNya, Bapa bersabda, “Inilah Putera kesayanganKu, dengarkanlah Dia.” Sharing Injil adalah alat yang ampuh untuk menolong umat beriman mendengarkan Yesus. * Kedua, di dalam Kitab Suci, mendengar suara Allah adalah sebuah keutamaan yang lebih penting daripada melihat. Dengan mendengar, Allah yang tak kelihatan bisa dialami kehadiranNya secara nyata. Sejak Israel keluar dari Mesir, Allah terus-menerus menegaskan kepada umatNya, “Dengarlah hai Israel.” Mendengar menunjukkan perhatian yang penuh kepada pembicara, yakni Allah sendiri. Dengan mendengar, umat menerima Sabda Allah melalui telinga dan memeliharanya dalam hati. Dengan mendengar dan memelihara Sabda Allah dalam hati, kita sanggup meruntuhkan kata hati dan keinginan-keinginan kita, dan berjuang untuk membangun jati diri kita sebagai hamba-hambaNya. Inilah proses pertumbuhan yang terjadi dalam diri Maria sehingga di akhir pergulatan antara keinginannya dan keinginan Allah, Bunda Maria berkata, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”. St. Joseph mendengar kehendak Allah dan menerima Maria sebagai istrinya. St. Paulus berkata, “Iman muncul dari pendengaran”. Ketiga, sebagai perwujudan konkret Gereja, KBG adalah komunitas doa. Doa dipraktekkan secara salah bila tak lebih dari sebuah monolog antara manusia dan Allah. Doa sesungguhnya adalah sebuah komunikasi dialogal antara Allah dan manusia yang mengandaikan sikap saling mendengar satu sama lain, baik di pihak Allah maupun di pihak manusia. Dalam sharing injil, Kitab Suci menjadi buku doa. Yesus hadir, menyapa dan menyentuh semua saudaraNya dengan seluruh pengalaman hidupNya yang konkret, baik yang bersifat meneguhkan maupun yang menuntut pertobatan. Pelaku utama dalam peneguhan maupun pertobatan adalah Yesus sendiri yang menolong anggota Gereja untuk membebaskan diri dari belenggu dosa yang menindas. Keempat, dengan sharing injil, semua umat beriman digerakkan untuk berani mengisahkan kisah Yesus dalam hidupnya yang konkret. Kelima, sharing Injil menolong umat untuk melihat segala sesuatu dalam terang Injil. Keenam, sharing Injil dapat dilakukan tanpa harus dipimpin oleh imam walaupun imam hadir di situ. Hidup komunitas Gereja yang berpusat pada Sabda Allah membuat sifat Gereja yang Kudus menjadi tampak.

  • Aksi Nyata Injil.


Ada beberapa alasan, mengapa aksi nyata injili merupakan ciri yang harus tampak dalam KBG. Pertama, KBG adalah komunitas saudara-saudari Yesus (Gereja). Tuntutan Yesus bukan hanya mendengar melainkan juga melaksanakan Sabda Allah. Kedua, aksi nyata membuat iman menjadi iman yang hidup. St. Yakobus berkata, iman tanpa perbuatan adalah mati. Ketiga, tugas semua umat beriman untuk menghayati hidupnya dalam terang Injil. Keempat, bersaksi tentang Yesus adalah pengabdian yang luhur. Yesus bersabda, “Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga”. Kelima, isi Injil yang disimpan oleh Gereja sebagai sebuah warisan hidup yang berharga, bukan untuk dijaganya agar tetap tersembunyi, melainkan untuk diteruskan dan dikomunikasikan. Oleh karena itu, sarana utama bagi penginjilan adalah kesaksian hidup kristiani yang otentik. Teladan yang berasal dari hidup yang terhormat dan murni akan berhasil meyakinkan mereka yang menolak untuk tunduk pada Sabda, kendati hal itu dilakukan tanpa perkataan. Keenam, semua kaum beriman bertugas untuk melanjutkan perutusan Yesus di dunia. Yesus bersabda, “Sebagaiman Bapa mengutus Aku, demikianlah Aku mengutus kamu”. Dengan melakukan aksi nyata injili, KBG menampakkan sifat universal Gereja yang apostolik

  • Terikat dengan Paroki.


Mengapa KBG harus terikat dengan Paroki? Pertama, paroki menghadirkan Gereja semesta yang kelihatan. Oleh karena itu, KBG sebagai komunitas Gereja harus disatukan dengan Paroki, bagai ranting anggur dengan pokoknya. Tanpa kesatuan erat dengan paroki, KBG bukan komunitas basis Gereja, melainkan sekte. Kedua, paroki adalah komunitas orang-orang yang dibaptis. Paus Yohanes Paulus II menegaskan, bahwa paroki adalah komunitas dasar Umat Allah. Komunitas dasar itu ditemukan dalam baptisan dan memiliki tugas khusus mengembangkan panggilan orang-orang yang dibaptis. Sebagai sebuah paroki, setiap orang yang dibaptis dipanggil untuk membentuk satu jati diri (entitas) dalam Kristus, terikat untuk mengemban kesaksian hidup kepada komunitas ini, dengan berusaha bertumbuh dalam Kristus, tidak hanya sebagai individu tetapi juga sebagai paroki. Dengan demikian, KBG hanya bisa menjadi Komunitas Basis Gerejawi, bila keberadaannya adalah untuk pembangunan paroki sebagai Gereja yang paling lokal. Ketiga, paroki adalah Komunitas Ekaristi, komunitas yang paling cocok untuk perayaan sakramen sumber hidup ini dalam persatuan penuh seluruh Gereja, di mana Pastor yang mewakili Uskup Disosesan, merupakan ikatan hirarkis dengan seluruh Gereja Partikular. Dalam Ekaristi tampak komunio semua anggota Tubuh Kristus yang menyebar di setiap KBG dalam kesatuan dengan imam sebagai in nomine Christi Capitiis, merayakan komunio itu secara sakramental dalam misteri keselamatan, bersama semua anggota Tubuh Kristus di seluruh dunia, bersama Hirarki, sebagai Gereja yang berziarah dalam kesatuan dengan Gereja yang bahagia (para kudus), dan Gereja yang masih menantikan keselamatan (para arwah). Karena merupakan Komunitas Ekaristi, maka paroki pertama-tama hendaknya dan harus menjadi tempat perjumpaan kaum beriman dan diundang untuk membagi hidup dan misi Gereja secara penuh. Dengan demikian paroki sebagai komunitas Ekaristi bermaksud untuk memberi daya hidup misi yang terjadi di KBG, dan oleh komunio Gereja yang bersumber pada Tubuh dan Darah Kristus sendiri, kaum beriman diutus untuk melanjutkan misi di KBG-KBG.


AsIPA (Asian Integral Pastoral Approach)

Untuk mewujudkan cara baru hidup meng-Gereja itu, maka perlu sebuah pendekatan pastoral, yang melalui pendekatan itu, Gereja partisipastif bisa diwujudkan. Pendektan itu yang disebut AsIPA.

  • Asian?Asia, Mewujudkan visi para Uskup Asia dan membantu umat Kristiani Asia menghadapi kehidupan Asia dalam terang injil.
  • Integral/ Terpadu, Mencapai keseimbangan antara rohani dan jasmani, pribadi dan komunitas, antara kepemimpinan hierarkis dan tanggunjawab bersama dengan awam.
  • Pastoral, Melatih umat dalam misi pastoral mereka dalam Gereja dan dunia. Dan melatih para imam tentang bagaimana membangkitkan tanggungjawab bersama kaum awam, serta bagaimana bekerja dalam team.
  • Approach/Pendekatan, Proses pertumbuhan yang berpusat pada Kristus dan Komunitas. Proses ini selalu melibat seluruh peserta untuk menemukan dan mengalami sendiri cara baru meng-Gereja itu.

Metode AsIPA

Untuk mewujudkan AsIPA itu, maka teks-teks disusun sebegitu sederhana yang bisa digunakan untuk tingkat KBG, Pengurus KBG, DPP di paroki-paroki. Metode-metode pendekatan AsIPA adalah sbb:

  • Teks-teks AsIPA menggunakan Pendekatan partisipatif, di mana setiap peserta mencari dan menemukan sendiri sesuai kemampuannya.
  • Teks-teks itu disusun sesederhana mungkin, agar peserta menangkap dan fasilitator dapat menggunakan-Nya dengan persiapan yang sangat sedikit.
  • Fasilitator diminta untuk mengikuti teks sesetia mungkin dan mendorong sebanyak mungkin peserta aktif terlibat sebagaimana diminta dalam teks.
  • Fasilitator tidak boleh puas dengan satu jawaban dari suatu pertanyaan, tetapi mendorong sebanyak peserta terlibat mencari jawaban. Kelompok-kelompok kecil dibuat untuk membantu mencapai partisipasi maksimum.
  • Tambahan dalam teks adalah untuk menyempurnakan temuan peserta sekaligus merangkum semua temuan itu.
  • Ringkasan dapat digunakan sebagai masukkan.(

Tujuan dari semua program ini: Konsientisasi

  1. Langkah I: Melihat situasi konkret yang dituangkan dalam KODE (gambar, lagu, syair, foto, cerita, drama, dll)
  2. Langkah II: Melihat situasi nyata dalam terang injil
  3. Langkah III: Mengambil langkah baru sebagai hasil refleksi iman

Modul-Modul Konkret menuju Gereja Partisipatif

  • Berpusat pada Kristus dan bagaimana menghadirkan Kristus dalam hidup nyata (Seri A) SPIRITUALITAS
  • Membangun persekutuan yang nyata untuk terlibat dalam misi Kristus (seri B) GEREJA
  • Membagi Visi Gereja Partisipatif (Seri C) MISI
  • Memberdayakan/ Bina Lanjut (Modul D)

Cara Baru Hidup Meng-Gereja ditandai dengan 3 Bintang

  1. Kristus sebagai pusat kehidupan
  2. Membangun komunitas/persekutuan yang nyata
  3. Melanjutkan misi Kristus.

Komunitas Religious

  • Suster-suster Fransiskanes St. Elisabeth (FSE); Komunitas Biara Sungai Lekop
  • Suster-suster Jesus Maria Joseph (JMJ); Komunitas MBPA Rempang

Gua Maria

  • Gua Maria Putri Sion Termulia, Tembesi
  • Bunda Maria Di Atas Perahu, Peninggalan Pengungsi Vietnam, Pulau Galang

Komunitas Kategorial

  1. Legio Maria
  2. Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria

Sekolah Katolik

  1. SD St. Ignatius, Rempang
  2. SD Bintang Timur, Batuaji
  3. SD St. Ignatius II, Taroka

Asrama

  • Asrama St. Theresia dari Lisieux, Rempang

Kapela

Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi memiliki beberapa kapela, yang juga mendapat jadual misa rutin:

  1. Kapela St. Dominikus, Kavling Lama
  2. Kapela St. Fransiskus, Kavling Baru
  3. Kapela St. Yosafat, Dapur 12
  4. Kapela St. Maria Bintang Laut, Taroka
  5. Kapela St. Benediktus, Sagulung
  6. Kapela St. Ignatius, Rempang
  7. Kapela St. Bibiana, Dapur 3
  8. Kapela St. Yoseph, Sembur
  9. Kapela Teluk Paku

Jadwal Misa

Jadwal Misa Wilayah Pusat di Gereja Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi, Tembesi

Misa Harian:

  • Senin : Pukul 06.00 WIB
  • Selasa: Pukul 06.00 WIB
  • Rabu  : Pukul 06.00 WIB
  • Kamis : Pukul 19.00 WIB
  • Jumat : Pukul 19.00 WIB
  • Sabtu : Pukul 06.00 WIB

Misa Hari Minggu:

  • Sabtu : Pukul 19.00 WIB (Misa I)
  • Minggu: Pukul 08.00 WIB (Misa II)
  • Minggu: Pukul 17.00 WIB (Misa III)

Misa Khusus

  • Kamis Pertama dalam bulan : Novena Abadi (Perpetual Novena)
  • Jumat Pertama dalam bulan : Misa dan Adorasi Sakramen Mahakudus

Lagu Maria Bunda Pembantu Abadi

by + Fr.Albertius,SVD

Pada wajahmu yang suci
Matamu nampak bening sejuk lembut
Kaupandang para abdimu berdoa
Oh Bunda Pembantu Abadi

Engkau pangku anakmu Yesus Putra Allah
Sumber suka dan duka hatimu
Hanya engkau sendirilah yang tahu
Pahit dan manisnya hidupmu

Bukanlah kepamu oh Bunda
Pandangan penuh cintaNya tertuju
Salib dan tombak bengis dilihntNya
Oh Bunda Pembantu Abadi

Tangan Bunda dipegang didekapnya erat
Gambaran gelisah manusia
Bagaikan terbayang sengsara maut
Siksaan salah manusia.

Pembangunan Gedung Gereja

| image = mastermbpa.jpg | caption = Desain Gereja MBPA Ternyata dengan adanya paroki baru di wilayah barat Batam, penambahan umat dari waktu ke watu juga sangat siginifikan. Dari sensus tahunan, penambahan jumlah umat setiap tahun mencapai 1000 jiwa. Di samping karena mobilitas umat yang tinggi, penambahan umat juga terjadi akibat kesadaran jati diri yang mulai bertumbuh. Kondisi ini membuat gedung gereja di Tembesi tidak bisa menampung, walau di beberapa tempat ada kapel sementara yang dibangun sebagai tempat ibadat hari minggu.

Kondisi inilah yang membuat umat di KBG-KBG mendorong untuk dibangun sebuah bait Allah yang kudus, tempat Allah Tritunggal bertakhta menyapa umat-Nya; tempat Bunda Maria bersemayam melindungi anak-anaknya; dan tempat semua anak-anak Allah yang berdomisili di wilayah barat Batam berhimpun untuk mengungkapkan diri dalam persekutuan iman sebagai Keluarga Allah.

Untuk mewujudkan keinginan itu, lagi-lagi semangat gotong royong menjadi senjata andalan, yang dilandaskan pada spiritualitas janda Miskin di Kenisah dan semangat Ekaristi di padang rumput. Memberi dari kekurangan dan mempersembahkannya kepada Allah, membuat mujisat terjadi secara kasat mata. Dari kekurangan menjadi berkelimpahan.

Itulah sebabnya, dengan pendapatan umat yang berkisar Rp. 1.200.000/ bulan (Rp. 900.000 gaji pokok dan Rp. 300.000 transportasi), umat dengan gembira hati mempersembahkankan Rp. 1000/hari untuk pembangunan gedung gereja, sedangkan Rp. 29.000 dialokasikan untuk kebutuhan harian keluarga. Pemberian dari kekurangan, yang dimulai sejak tahun 2008, itulah yang kini menjadi modal awal pembangunan gedung Gereja Paroki yang terletak di Kaveling Baru-Batu Aji.

Prinsip seperti ini sesungguhnya merupakan prinsip spiritual yang dipancarkan sejak benih iman awal ditabur di bumi Bangka-Belitung, maupun di gugusan kepulauan Riau. Bukan terutama apa yang diberikan, melainkan penyataan iman di balik apa yang terberi, kendati dalam kesederhanaan dan kekurangan. Prinsip itulah yang ingin terus ditumbuhkembangkan di Paroki yang dipersembahkan kepada Maria Bunda Pembantu Abadi. Seperti Maria, yang melakukan karya besar Allah dalam kesadaran akan kehinaan dan kepapaan, demikian juga umat Paroki yang dipersembahkan di kaki keibuannya.

Saat ini Pembangunan Gedung Gereja sampai pada tahap desain interior, tahap selanjutnya adalah Pembangunan Gedung Pastoran dan gedung prasarana pendukung lainnya. Bagi umat yang berniat mempersembahkan sebagian dari yang dimilikinya untuk Pembangunan Gereja dapat menghubungi Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi, Telp. (0778) 7026572.

Referensi

  • Menjadi Gereja Partisipatif, Pedoman Keuskupan Pangkalpinang Post Sinode II