Wikipedia:Bak pasir
GUNUNGAN WAYANG
Gunungan atau kayon pada wayang memegang peranan sentral. Maka bila dilihat dalam bentuk strukturnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian puncak, bagian tengah yang disebut genukan , dan paling bawah yang disebut palemahan. Bagian paling bawah yang digambarkan amat tipis dan kecil adalah lambing dunia fana. Dalam gambaran dunia manusia ini tidak terdapat ragam hias dan bila adapun amatlah sederhana. Pada strukturnya gunungan wayang mirip bangunan candi, yakni penggambaran dunia abwah dalam bentuk kaki candi yang bertangga, dunia tengah atau dunia perantara dalam bentuk kamar candi dalam badan candi, dunia atas atau dunia roh dan dewa-dewi pada atap candi. Filosofi tiga dunia itu ternyata terdapat pada ketika penyebaran agama islam yang tetap dipakai dalam esensi laku mistik meski konsep tentang dunia rohani sudah berbeda. Hidup manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohani. Roh yang terpisah dari badan dengan sendirinya mengkhiri hidup didunia yang serba material ini akan tetap ada tanpa badan, dan badan tanpa roh adalah mati. Ada kepercayaan yang menganggap bahwa roh manusia hidup mampu memasuki alam roh yang berada diluar alam wadag manusia. Hal ini dijelaskan lewat struktur bentuk dan wujud gunungan wayang yang menjadi lambang pengalaman transcendental manusia. Wujud struktur adalah gambaran keinginan manusia yang ingin memasuki pengalaman mistik dan menyatu dengan alam rohaninya yang sejalan dengan cerita wayang yang juga punya alur mistis. Wayang, candi, tarian, sastra kuno, adalah medium atau dunia tengah untuk mencapai dunia atas atau dunia roh. Karya seni adalah bentuk wadag yang mengandung nilai empiric transcendental, dan karya seni yang wadag itu disucikan dengan muatan transcendental yang bersifat rohani. Bagian bawah gunungan adalah palemahan, yaitu struktur dunia bawah, dunia manusia dalam hidup yang kongkret digambarkan datar dan tipis. Seperti tak terhraukan dalam penggambaran, dari sinilah manusia berangkat untuk memasuki pengalaman mistisnya. Bagian kedua adalah genukan dan lengkeh yaitu bagian menonjol dari wujud gunungan yang berukuran paling lebar dari gunungan yang menggambarkan dunia tengah atau medium kerohanian. Strukturnya diisi dengan bangunan rumah dengan dua pintu tertutup atau kolam, atau gabungan keduanya yang dijaga dua raksasa penjaga yang mrngingatkan pada arca dwarapala atau raksasa penjaga pintu masuk candi-candi di Jawa. Di bagian kiri kanan digambarkan sayap dua ekor burung garuda yang mengembang yang mendesak bagian gunungan itu menyembul kekiri kanan sebagai genukan yang merupakan kendaraan roh manusia untuk memasuki duia atas atau dunia roh. Kolam atau bangunan-bangunan yang gentingnya digambarkan berupa riakan air yang berirama agar orang teringat akan arti ‘air kehidupan’ dalam lakon bimasuci atau dewaruci yang menemukan jati diri, dengan rohaninya dalam bentuk Bima Kecil yang berukuran mini. Sruktur teratas gugunungan adalah bagian puncak yang dimulai dari batas teratas sayap garuda dan diakhiri dengan puncaknya yang meruncing berupa kuncup bunga. Yang pertama digambarkan adalah gambarbatang pohon lurus ke atas dengan cabang-cabang yang melebar dari bawah dan semakin atas semakin mengecil yang digambarkan tepat diatas bangunan atap struktur dunia tengah. Dan gambar itu adalah gambar poros kosmos atau axis mundi yang dikenal merata hampir diseluruh umat manusia. Pada bagian batang pohonnya digambari dengan kepala raksasa yang lidahnya terjulur disebut banaspati. Dalam bangunan candi disebut kala, tepat diatas pintu masuk kamar candi yang melambangkan kesucian. Struktur dunia atas dianggap dunia sacral karena dunia rohani manusia dan bagian paling bawah dunia manusia dari gambar pohon sering digambari dengan dua ekor binatang yang saling berhadapan dan biasanya banteng dan macan. Hal itu menggambarkan unsur antagonistic atau koflik dalam kosmos dalam jiwa manusia. Alam semesta penuh dengan dua unsure yang saling bertentangan, seperti gelap dan terang, laki dan perempuan, dunia atas dan dunia bawah yang saling melengkapi sebagai kesempurnaan. Keselarasan unsure-unsur antagonistic kosmos ini terjadi kalau orang-rang berpeganngan pada pohon kehidupan atau poros kosmos yang sifatnya transcendental. Pertentangnan antara hasrat duniawi artau hasrat badani dengan hasrat rohani dalam diri manusia dapat diselaraskan melalui pohon kehidupan ini. Jika hal itu sudah tercapai, rohani manusia dapat meningkat ketaraf rohani yang lebih tinggi. Banteng dan macan adalah binatang buas dalam batin manusia yang harus diselaraskan untuk mencapai harmoni rohaniah untuk menuju tingkat yang lebih tinggi tersebut inilah sebabnya mengapa pada dahan berikutnya dari pohon kehidupan tesebut hanya digambarkan sepasang monyet yang terletak dikanan dan dikiri pohon itu, yang berarti tidak memiliki konflik lagi. Pada dahan berikutnya digambarkan burung-burung yang serupa dimana hal tersebut menggambarkan tingkat lebih halus, lebih subtil, lebih tinggi dari pada tingkat kerohanian manusia. Lalu, pada puncaknya terdapat gambar tunas bunga yang meruncing sebagai lambang awal dan akhir kehidupan.Disebut awal kehidupan karena pada tingkat ini manusia akan emmasuki hidup baru yang abadi, mutlak,, dan sama sekali abstrak dimana dibalik bunga ini terdapat awing uwung yang berarti kekosongan kekal. Sementara itu, disebut sebagai air kehidupan karena terdapat dibagian paling ujung gunungan, dimana gunungan itu sendiri dimulai dari palemahan (bumi/bawah). Jelaslah bahwa gunungan dalam wayang kulit merupakan kosmos mistis yang menyakut sendi-sendi terdalam roh-roh manusia meskipun dalam praktiknya sering digunakan untuk menggambarkan pegunungan sesungguhnya atau bagian-bagian serta kejadian-kejadian alam.sebagia fungsi yang kedua dari gunungan tersebut. Fungsi gunungan sebagaimana tersebut diatas, muncul sekitar zzaman kerajaan islam didemak pada abad 15-16 sementara pada zaman sebelumnya (hindu budha) makna gunungan hanya sebagai “pohon hayat”. Gunungan sebagai produk pemikiran, keagamaan,dan kesenian,harus ditempatkan kembali dalam konteks zamannya sendiri. Untuk gunungan yang terdapat saat ini, yakni zaman berkembangnya islam dipulau jawa.. pada awalnya gunungan memang berasal dari fenomean gunung dalam arti sesungguhnya. Dalam system religi asli di indonisia gunung adalah tempat bersemayamnya roh nenek moyang( roh suci). Ketika agama hindu masuk keindonesia, konsep tentang pohon hayat mulai masuk meskipun sebenarnya konsep terseut sudah ada dalam system religi indosesia aasli. Baru pada zaman demaknya, yaiut pada zaman islam, keda konsep mistik aykni dengan lambang gunung dan pohon disatukan. Secara esensial gunungan mengandung unsur primodial budaya. Di zaman pra sejarah pra-Hindu-Budha, gunungan dan hutan adalah alam roh, alam dunia yang mengatasi dunia empiris sehari-hari manusia. Dalam agama asli Indonesia, roh didatangkan kedunia manusia dengan tujuan menyelamatkan kepentingan sehari-hari manusia atau duniawinya. Dalam zaman islam konsep rohani Hindu-Budha itu tetap hidup dalam gunungan meskipun konsep dasar agama ini adalah keselarasan antara kepentingan rohani dan duniawi yang menjadi makna simbolik dari bentuk gunungan wayang.