Sekar Rukun
Sekar Roekoen (dibaca Sekar Rukun) adalah suatu organisasi para pemuda Sunda yang didirikan oleh para siswa Sekolah Guru (Kweekschool) di Jalan Gunungsari, Batavia, pada tanggal 26 Oktober, 1919. Sebagai premrakarsa berdirinya perkumpulan ini Doni Ismail, Iki Adiwidjaja, Djuwariah, Hilman, Moh. Sapii, Mangkudiguna, dan Iwa Kusumasumantri (siswa Rechtschool). Perkumpulan pemuda ini didirikan dengan tujuan awal: (1) memajukan orang Sunda, (2) mempersatukan siswa-siswa Sunda, (3) memperbaiki bahasa Sunda, dan (4) menata hati.[1] Untuk mencapai tujuan tersebut, diselenggarakan kegiatan-kegiatan: (1) mengumpulkan alat-alat musik Sunda, (2) mengajarkan pengetahuan terkait Sunda, (3) membuat perkumpulan untuk diskusi, (4) berbicara menggunakan bahasa Sunda, dan (5) mengusahakan pendirian perpustakaan dan surat kabar berbahasa Sunda. Kemudian organisasi ini berkembang dengan tujuan:(1) menumbuhkan kecintaan pemuda Sunda terhadap tanah air serta meningkatkan pengetahuan orang Sunda, (2) menyatukan para pemuda yang bisa berbahasa Sunda, dan (3) mengupayakan kerukunan para pemuda Indonesia
Sejarah
1919 - 1926
Kegiatan Sekar Roekoen awalnya diupayakan supaya tidak terkait dengan urusan agama, tidak menyimpang dari ketentuan hukum negara, dan tidak ikut campur dalam urusan politik. Menurut anggaran dasarnya, siapa saja yang dapat berbicara dalam bahasa Sunda serta berumur 14 tahun ke atas dapat menjadi anggota. Anggotanya mencakup (1) anggota biasa, (2) anggota pengurus, (3) anggota kehormatan, dan (4) anggota luar biasa. Semua anggota harus membayar iuran anggota tiap bulan. Yang mengelola organisasi terdiri dari Presiden, Sekretaris dan Bendahara (Penningmeester). Sesuai dengan tujuan organisasi, perkumpulan ini menerbitkan surat kabar bulanan Sekar Roekoen. Tujuan penerbitan surat kabar bulanan ini adalah untuk (1) mempersatukan seluruh anggota perkumpulan, (2) tanda kemitraan untuk seluruh anggota dan donatur, sarta (3) menggapai tujuan organisasi lainnya yang tertera dalam anggaran dasar. Penanggungjawab surat kabar tersebut adalah Dr. Husein Djajadiningrat. Sedangkan pemimpin redaksinya adalah Doni Ismail dan Iki Adiwidjaya. Perkumpulan ini kemudian membuka cabang di Purwakarta dan Sukabumi.
1926 - 1929
Sekar Roekoen semakin berkembang. Pada tahun 1926, tercatat cabang-cabang organisasinya berdiri juga di Bogor, Bandung, Lembang, Serang, Salatiga dan Yogyakarta. Anggotanya tercatat lebih dari 500 orang. Kegiatannya mencakup perpustakaan, koperasi, kesenian (musik, mamaos, drama), kreasi wanita, olah raga (sepakbola, tenis), debatingsclub, dan penerbitan. Kerjasama dengan organisasi-organisasi pemuda lainnya mulai dilakukan. Kegiatan kepemudaan Sekar Roekoen sering diselenggarakan di Gedung Societeit Blavatsky Park, Weltevreden. Tanggal 15 Agustus 1926, sebagai contoh, Sekar Roekoen menggelar pertunjukan tunil (sandiwara). Pertunjukan ini ditonton oleh para anggota dan utusan dari beberapa organisasi pemuda yaitu Jong Sumatranen Bond, Jong Islamiten Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong ambon dan Jong Java. Mulai tahun 1926, perkumpulan Sekar Roekoen menyingsingkan tangan turut serta berjuang bersama dengan kekuatan pergerakan nasional lainnya. Rapat Pengurus Besar Perkumpulan Sekar Roekoen sudah memutuskan untuk berperan serat secara aktif dalam Kongres Pemuda Indonesia ke-1 (1926). Dalam Kongres Pemuda Indonesia ke-1 tersebut Sekar Roekoen mengusulkan dalam sidang-sidang kongres digunakan bahasa Malayu sebagai bahasa pengantarnya. Laporan utusan Perkumpulan Sekar Roekoen dalam Kongres Pemuda ke-1 ditandatangani oleh Samjun (Wakil Ketua) dan Sutaprana (Sekretaris). Berdasarkan hasil rapat Pengurus Besar (Hoofdbestur) tanggal 29 April 1928, dilakukan perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Perkumpulan Sekar roekoen. Menurut angaran dasar yang baru, tujuan perkumpulan mencakup: (1) menumbuhkan kecintaan pemuda Sunda terhadap tanah air serta meningkatkan pengetahuan orang Sunda, (2) menyatukan para pemuda yang bisa berbahasa Sunda, dan (3) mengupayakan kerukunan para pemuda Indonesia. Dengan demikian perkumpulan Sekar Roekoen memperluas wawasan serta lingkup kegiatannya, tidak hanya berkaitan dengan lingkungan serta kepentingan Sunda (daerah) saja, tapi berkaitan juga dengan lingkungan dan kepentingan Indonesia (nasional). Begitu juga dengan anggota perkumpulan ini diperluas dengan cara menetapkan bahwa seluruh pemuda Indonesia yang mengerti bahasa Sunda serta berusia kurang dari 35 tahun bisa menjadi anggota perkumpulan Sekar Roekoen (Pasal 5 Anggaran Rumah Tangga). Untuk menghadapi Kongres Pemuda ke-2, Perkumpulan Sekar Roekoen menyelenggarakan kongres tahunan yang dihadiri oleh seluruh Pengurus Besar dan utusan dari cabang-cabang organisasi ini. Kongres tahunan ini (Kongres Perkumpulan Sekar Roekoen yang ke-8) diadakan di Batavia, 6-7 Oktober 1928, di Loge Gebouw (Gedung Loge), Vrijmetselaarweg (Jalan Vrijmetselaar). Yang hadir pada kongres tersebut di anataranya beberapa tokoh seperti Dr. Husein Djajadiningrat beserta istri, J. Kats (juragan Belanda), Oto Subrata (Ketua Paguyuban Pasundan), Mr. Sartono dan Mr. Sunaryo (Pemimpin Partai Nasional Indonesia), serta para utusan beberapa organisasi pamuda dari Jong Islamiten Bond, Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatra, Jong Batak, Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia, Pemuda Indonesia, Pemuda Kaum Betawi dan Paguyuban Pasundan. Dalam kaitannya untuk menghadiri Kongres Pemuda Indonesia II pada 27-28 Oktober 2008, dalam kongres ini muncul gagasan untuk melebur Sekar Roekoen kedalam Jong Java dengan alasan untuk member contoh kepada yang lainnya agar satu pulau diwakili oleh satu utusan saja. Alasan lain untuk peleburan ini adalah ketidakmampuan Sekar Roekoen untuk membayar biaya kongres yang besarnya 35,00 gulden. Tapi akhirnya diputuskan bahwa Sekar Roekoen akan hadir dalam Kongres Pemuda Indonesia secara mandiri serta biaya kongres ditanggung bersama. Diputuskan pada kongres ini bahwa yang akan menjadi utusan Sekar Roekoen pada Kongres Pemuda Indonesia adalah para pangurus Pakumpulan Sekar Roekoen Cabang Batavia, yaitu Mupradi, Kornel Singawinata (mahasiswa Kedokteran), Mareng Suriawidjaja (siswa AMS), dan Djulaeha (Sekar Roekoen Bagian Istri).
Lihat juga
Rujukan
- ^ Ekadjati, Edi S. (2005). Nu Maranggung Dina Sajarah Sunda. PT Kiblat Buku Utama.