Suku Gayo

kelompok etnik pribumi Sumatera yang berasal dari daerah-daerah Gayo di Sumatera bagian utara

SUKU GAYO adalah sebuah suku bangsa yang mendiami pedalaman aceh, menurut ahli geologi asal bali yang melakukan penelitian di aceh tengah suku gayo adalah suku primitif yang mendiami pegunungan di tengah aceh (kabupaten aceh tengah, kabupaten bener meriah dan kabupaten gayo lues yang populasi nya kurang lebih 85.000 jiwa) di kenal juga dengan sebutan dataran tinggi Gayo. Suku Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah (25%), Bener Meriah (25%), Gayo Lues (25%). Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya. Suku Gayo menggunakan bahasa yang disebut bahasa Gayo.

Suku GAYO
Pengantin Pria Gayo Jaman dulu
Daerah dengan populasi signifikan
Aceh Tengah (25%), Gayo Lues (25%), Bener Meriah (25%).
Bahasa
Bahasa Gayo
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Aceh, Alas,,Mandailing, Batak dan Karo.

Sejarah

Kerajaan Lingga atau Linge (dalam bahasa gayo) di tanah Gayo, menurut M. Junus Djamil dalam bukunya "Gajah Putih" yang diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Atjeh pada tahun 1959, Kutaraja, mengatakan bahwa sekitar pada abad ke-11 (Penahunan ini mungkin sangat relatif karena kerajaan Lamuri telah eksis sebelum abad ini, penahunan yang lebih tepat adalah antara abad ke 2-9 M), Kerajaan Lingga didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kerajaan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.

Raja Lingga I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Djohan Syah) dan Meurah Lingga(Malamsyah).

Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lamkrak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamoeri dan Lamuri atau Kesultanan Lamuri atau Lambri. Ini berarti kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Kesultanan Daya merupakan kesultanan syiah yang dipimpin orang-orang Persia dan Arab.

Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wihni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.

Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Lingga lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.

Dinasti Lingga

1. Adi Genali Raja Lingga I di Gayo

2. Raja Lingga II alias Marah Lingga di Gayo 3. Raja Lingga III-XII di Gayo 4. Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh, pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau (Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.

Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Pada era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya dua era 1. Raja Sendi Sibayak Lingga. (Pilihan Belanda) 2. Raja Kalilong Sibayak Lingga

Sistem pemerintahan

 
Rumah Adat Gayo Pitu Ruang

Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari:

  • Reje
  • Petue
  • Imem
  • Rayat

Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.

Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok klen (belah). Anggota-anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).

Kelompok kekerabatan terkecil disebut saraine (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klen). Pada masa sekarang banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan matapencaharian bertani di sawah dan beternak, dengan adat istiadat matapencaharian yang rumit. Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kini matapencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi. Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas.

Seni Budaya

Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari saman dan seni bertutur yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian Seperti: Tari bines, Tari Guel, Tari munalu,sebuku(pepongoten),guru didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa, Karena Orang Gayo kaya akan seni budaya.

 
Kubur tradisional orang Gayo

Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.


SUKU GAYO adalah sebuah suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo. Suku Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah (25%), Bener Meriah (25%), Gayo Lues (25%) Aceh Tenggara (15%), Aceh Timur (5%), Aceh Tamiang (3%), di Luar Aceh (2%). menurut seorang ahli geologi asal bali yang melakukan penelitian di aceh tengah suku gayo merupakan suku primitif. Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya. Suku Gayo menggunakan bahasa yang disebut bahasa Gayo.

Seni dan Tarian

Didong Tari Saman Tari Guel
     

Makanan Khas

Galeri

Bacaan Lanjutan

  • Bowen, John Richard, 1991,"Sumatran Politics and Poetics : Gayo History, 1900-1989", New Haven : Yale University Press.
  • Bowen, John Richard, 1993,"Return to Sender: A Muslim Discourse of Sorcery in a Relatively Egalitarian Society, the Gayo of Nothern Sumatra", in C. W. Watson and Roy Ellen (Eds.), Understanding Witchcraft and Sorcery in Southeast Asia, Honolulu-Hawaii: University of Hawaii Press.
  • Bowen, John Richard, 1993, "Muslims Through Discourse : Religion and Ritual in Gayo Society", Princeton, N.J. : Princeton University Press.
  • SNOUCK HURGRONJE, C., - Het Gajoland en zijne bewoners.
  • Ibrahim, Mahmud, 2007, "Mujahid Dataran Tinggi Gayo", Yayasan Maqamammahmuda.
  • Wiradyana, Ketut dan Setiawan, Taufiqurrahman, 2011, "Gayo Merangkai Identitas", Gudang Penerbit.

Pranala Luar