Wahhabisme
Wahhabisme adalah gerakan keagamaan[1] atau cabang[2] dari Islam. Gerakan ini dikembangkan oleh seorang teolog Muslim abad ke-18 (Muhammad bin Abdul Wahhab) dari Najd, Arab Saudi, yang menganjurkan membersihkan Islam dari "ketidakmurnian". Wahhabisme adalah bentuk dominan dari Islam di Arab Saudi.[3] Wahhabi telah mengembangkan pengaruh yang cukup besar di dunia Muslim di bagian melalui pendanaan masjid Saudi, sekolah dan program sosial. Doktrin utama Wahhabi adalah Tauhid, Keesaan dan Kesatuan Allah.[4] Ibn Abd-al-Wahhab dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Ibnu Taymiyyah dan mempertanyakan interpretasi klasik Islam, mengaku mengandalkan Alquran dan Hadits.[4] Ia menyerang sebuah "kemerosotan moral yang dirasakan dan kelemahan politik" di Semenanjung Arab dan mengutuk apa yang dianggap sebagai penyembahan berhala, kultus populer orang-orang kudus, dan kuil dan kunjungan ke kuburan.[4]
Istilah "Wahabi" dan "Salafi" (serta ahl al-hadith, orang-orang hadits) sering digunakan secara bergantian, tapi Wahabi juga telah disebut "orientasi tertentu dalam Salafisme"
Walaupun beberapa ulama di indonesia mengatakan bahwa Wahabi atau Wahabisme adalah ajaran yang sesat dan berbagai macam cemohan bahkan hinaan bertubi tubi dilontakarkan bukan hanya dari orang orang kalangan awam tetapi beberapa orang ulama, atau orang orang yang merasa lebih mengerti mengenai agama, tidak semua yang disampaikan ini adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada. berikut ini adalah fakta yang harus dipahami mengenai Panggilan Wahabisme yang merujuk kepada salah satu Ulama Saudi Pemurnian Islam Setelah sebelumnya dikuai oleh kesultanan syarif yang berasal dari Turki :
1. Wahabisme : Nama ini adalah nama yang salah, karena Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah membuat sebuah ajaran baru. Ajaran yang disampaikannya adalah ajaran Pemurnian Islam Kembali seperti sedia kala, jauh dari perbuatan syirik "menyekutukan Allah dengan Apapun yg tidak pantas untuk dipersamakan dengannya" dikala zaman Muhammad Bin Abdul Wahhab Berkuasa banyak kaum muslimin yang telah menyimpang jauh dari agamanya, meminta minta ke kuburan nabi, melakukan perbuatan perbuatan yang tidak ada tuntunannya dari Nabi, hanya saja beberapa orang yang tidak menyukai gerakan ini dikarenakan hilangnya kekuasaan martabat, garis keturunan yang diada adakan demi mencapai sesuatu yang Bathil. dan Inggris lah yang pertamakali menamainya Istilah wahabi inipun, segera dijadikan senjata oleh para pelaku bid’ah dan syirik yang gerah terhadap dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, tujuan mereka tidak lain untuk menjatuhkan dakwah beliau.
Syaikh Mas’ud An-Nadwi rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya di antara dusta yang paling jelas atas dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah penamaan wahabi. Akan tetapi, orang-orang yang memiliki kepentingan, telah berhasil mencitrakan penamaan wahabi ini seakan suatu agama di luar Islam. Orang-orang Inggris, Turki dan Mesir (ketika itu) menjadikan istilah wahabi sebagai momok yang menakutkan.
Setiap kali bangkit satu gerakan (perlawanan) Islam di dunia Islam pada dua abad yang lalu, dan orang-orang Eropa melihatnya sebagai sebuah ancaman atas kepentingan mereka, maka dengan segera mereka kait-kaitkan gerakan tersebut dengan wahabi yang berasal dari Najd.”[1]
2. Wahabisme : nama ini adalah penamaan yang diberi oleh inggris, Sejarah mencatat, istilah wahabi pertama kali disematkan kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah oleh penjajah Inggris, ketika mereka mendapatkan perlawanan yang keras dari para mujahid India yang terpengaruh oleh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Fakta sejarah ini diungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin Manzhur An-Nu’mani dalam Di’ayaat Mukatstsafah Diddu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal 105-106, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 310.Penjajah Inggris-lah yang pertama menamakan ulama Doeband di India dengan Wahabi karena kerasnya pertentangan mereka terhadap penjajah dan pengaruh dakwah Syaikh Muhammad bin abdul Wahhab rahimahullah pada mujahidin di India.
3. Wahabisme / Salafi di Indonesia : Beberapa Orang berkata bahwa Wahabi adalah Teroris, Perlu diketahui lebih lanjut bahwasanya ini adalah tidak benar, bahwa setiap orang yang memiliki jengot dan bercelana diatas mata kaki adalah teroris, harap diperhatikan lebih lanjut bahwa didalam ajaran ini salafi tidak pernah mengkafirkan seorang islam, menyuruh manusia untuk melawan pemimpin atau pemerintah mereka, membenarkan jihad yang melawan dari ketentuan agama. hanya saja citra ini telah menjadi stempel sejak terjadinya tragedi 11 september di amerika. Harap untuk mempelajari tentang salafi dari sumbernya. tentunya ada beberpa situs yang dapat anda kunjungi untuk mengetahui hal ini.
nfiltrasi” dari gerakan ini telah masuk ke tanah Jawa. Pada tahun 1788 di zaman pemerintahan Paku Buwono IV, yang lebih terkenal dengan gelaran “Sunan Bagus,” beberapa orang penganut faham Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya di negeri ini. Bukan saja mereka itu masuk ke Solo dan Yogya, tetapi mereka pun meneruskan juga penyiaran fahamnya di Cirebon, Bantam dan Madura. Mereka mendapat sambutan baik, sebab terang anti penjajahan. Sunan Bagus sendiri pun tertarik dengan ajaran kaum Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak agar orang-orang Wahabi itu diserahkan kepadanya.Pemerintah Belanda cukup tahu, apakah akibatnya bagi penjajahannya, jika faham Wahabi ini dikenal oleh rakyat. Padahal ketika itu perjuangan memperkokoh penjajahan belum lagi selesai. Mulanya Sunan tidak mau menyerahkan mereka. Tetapi mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa, maka ahli-ahli kerajaan memberi advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan saja kepada Belanda.Lantaran desakan itu, maka mereka pun ditangkapi dan diserahkan kepada Belanda. Oleh Belanda orang-orang itu pun diusir kembali ke tanah Arab. Tetapi di tahun 1801, artinya 12 tahun di belakang, kaum Wahabi datang lagi. Sekarang bukan lagi orang Arab, melainkan anak Indonesia sendiri, yaitu anak Minangkabau. Haji Miskin Pandai Sikat (Agam) Haji Abdurrahman Piabang (Lubuk Limapuluh Koto), dan Haji Mohammad Haris Tuanku Lintau (Luhak Tanah Datar). Mereka menyiarkan ajaran itu di Luhak Agam (Bukittinggi) dan banyak beroleh murid dan pengikut. Diantara murid mereka ialah Tuanku Nan Renceh Kamang. Tuanku Samik Empat Angkat. Akhirnya gerakan mereka itu meluas dan melebar,sehingga terbentuklah “Kaum Paderi” yang terkenal. Di antara mereka ialah Tuanku Imam Bonjol. Maka terjadilah “Perang Paderi” yang terkenal itu. Tiga puluh tujuh tahun lamanya mereka melawan penjajahan Belanda. Bilamana di dalam abad ke delapan belas dan Sembilan belas gerakan Wahabi dapat dipatahkan, pertama orang-orang Wahabi dapat diusir dari Jawa, kedua dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata, namun di awal abad kedua puluh mereka muncul lagi! Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai “Kaum Muda.” Di Jawa datanglah K.H. A. Dahlan dan Syekh Ahmad Soorkati. K.H.A. Dahlan mendirikan “Muhammadiyah.” Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum pecah menjadi dua, yaitu Arrabithah Alawiyah dan Al-Irsyad. Bahkan yang mendatangkan Syekh itu ke mari adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk Ar-Rabithah Adawiyah. Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekkah, ketiga Kerajaan Mesir. Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat “mengafirkan” Wahabi. Bahkan ada di kalangan Ulama itu yang sampai hati mengarang buku mengatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah Al Kazhab! Pembangunan Wahabi pada umumnya adalah bermazhab Hambali, tetapi faham itu juga dianut oleh pengikut Mazhab Syafi’i, sebagai kaum Wahabi Minangkabau. Dan juga penganut Mazhab Hanafi, sebagai kaum Wahabi di India. Sekarang “Wahabi” dijadikan alat kembali oleh beberapa golongan tertentu untuk menekan semangat kesadaran Islam yang bukan surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan tersiar. Kebanyakan orang Islam yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran wahabi, melainkan nama Wahabi. Ir. Dr. Sukarno dalam “Surat-Surat dari Endeh”nya kelihatan bahwa fahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir Wahabi. Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentiment Ummat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi. Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekkah. Ummat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925). Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekkah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur. Dan Haji Agus Salim datang lagi ke Mekkah tahun 1927. Karena tahun 1925 dan tahun 1926 itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, maka masih banyak orang yang dapat mengenangkan bagaimana pula hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, walau dari Ummat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi, karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan Ulama-ulama pengikut Syarif. Sekarang pemilihan umum yang pertama sudah selesai. Mungkin menyebut-nyebut “Wahabi” dan membusuk-busukkannya ini akan disimpan dahulu untuk pemilihan umum yang akan datang. Dan mungkin juga propaganda ini masuk ke dalam hati orang, sehingga gambar-gambar “Figur Nasional,” sebagai Tuanku Imam Bonjol dan K.H.A. Dahlan diturunkan dari dinding. Dan mungkin perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan faham Wahabi seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja. Kepada orang-orang yang membangkit-bangkit bahwa pemuka-pemuka Islam dari SUmmatera yang datang memperjuangkan Islam di Tanah Jawa ini adalah penganut atau keturunan kaum Wahabi, kepada mereka orang-orang dari SUmmatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih! Sebab kepada mereka diberikan kehormatan yang begitu besar! Sungguh pun demikian, faham Wahabi bukanlah faham yang dipaksakan oleh Muslimin, baik mereka Wahabi atau tidak. Dan masih banyak yang tidak menganut faham ini dalam kalangan Masyumi. Tetapi pokok perjuangan Islam, yaitu hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti kepada segala macam penjajahan, termasuk Komunis, adalah anutan dari mereka bersama!” Dari paparan tersebut, jelaslah bahwa Buya HAMKA berhasil menelisik akar terjadinya fitnah yang dialamatkan kepada Wahabi. Ini menandakan vonis “Faham Hitam” yang dituduhkan kepada Wahabi pada dasarnya adalah modus lama namun didesain dengan gaya baru yang disesuaikan dengan kepentingan dan arahan yang disetting oleh para Think Tank “Gurita Kolonialisme Abad 21.” Maka perhatikanlah apa yang pernah diutarakan oleh Buya HAMKA dalam pembahasan Islam dan Majapahit berikut ini: “Memang, di zaman Jahiliyah kita bermusuhan, kita berdendam, kita tidak bersatu! Islam kemudiannya adalah sebagai penanam pertama dari jiwa persatuan. Dan Kompeni Belanda kembali memakai alat perpecahannya, untuk menguatkan kekuasaannya.” “Tahukah tuan, bahwasanya tatkala Pangeran Dipenogero, Amirul Mukminin Tanah Jawa telah dapat ditipu dan perangnya dikalahkan, maka Belanda membawa Pangeran Sentot Ali Basyah ke Minangkabau buat mengalahkan Paderi? Tahukah tuan bahwa setelah Sentot merasa dirinya tertipu, sebab yang diperanginya itu adalah kawan sefahamnya dalam Islam, dan setelah kaum Paderi dan raja-raja Minangkabau memperhatikan ikatan serbannya sama dengan ikatan serban Ulama Minangkabau, sudi menerima Sentot sebagai “Amir” Islam di Minangkabau? Teringatkah tuan, bahwa lantaran rahasia bocor dan Belanda tahu, Sentot pun diasingkan ke Bengkulu dan di sana beliau berkubur buat selama-lamanya?” “Maka dengan memakai faham Islam, dengan sendirinya kebangsaan dan kesatuan Indonesia terjamin. Tetapi dengan mengemukakan kebangsaan saja, tanpa Islam, orang harus kembali mengeruk, mengorek tambo lama, dan itulah pangkal bala dan bencana!” Kiranya, sepeninggal HAMKA, alangkah laiknya jika Ummat Islam masih kenal dan bisa mengimplementasikan apa yang diutarakan Buya HAMKA dalam bukunya tersebut. Dengan demikian, niscaya Ummat Islam tidak perlu sampai menjadi keledai yang terjerembab dalam lubang yang dibuat oleh musuh-musuh Islam dengan modus yang sama tetapi dalam nuansa yang berbeda. Wallahu A’lam. [voa-islam.com] Sabtu, 03 Dec 2011
,[2] beberapa orientasi menganggap ultra-konservatif dan sesat.[5][6]
Referensi
- ^ "Wahhābī". Encyclopaedia Britannica Online. Diakses tanggal 2010-12-12.
- ^ a b "Wahhabi". GlobalSecurity.org. 2005-04-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-05-07. Diakses tanggal 2008-05-10. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "global" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Glasse, Cyril, The New Encyclopedia of Islam, Rowan & Littlefield, (2001), pp.469-472
- ^ a b c Esposito 2003, hlm. 333
- ^ Washington Post, For Conservative Muslims, Goal of Isolation a Challenge
- ^ John L. Esposito, What Everyone Needs to Know About Islam, p.50