Melayu Tanjung

suku bangsa di Afrika Selatan

Melayu Cape (bahasa Inggris: Cape Malay) adalah warga keturunan Melayu yang berada di Cape Town, Provinsi Western Cape, Afrika Selatan. Sebagian besar dari Cape Malay itu adalah keturunan Indonesia. Berdasarkan sejarah mereka adalah keturunan orang-orang buangan semasa era kolonial Belanda.[1] Saat ini, di Cape Town diperkirakan ada 200.000 warga orang Melayu Cape.

Sejarah

Berawal di abad ke-17. VOC membangun benteng di Cape Town sebagai tempat transit antara Belanda dan Indonesia. Maklum, saat itu penjajahan voc di indonesia memasuki tahap awal dan dibutuhkan transportasi yang sering antara kedua negara. Namun, di Cape town sendiri butuh banyak tenaga untuk membangun pemukiman baru dan fasilitasnya. Maka, didatangkanlah budak-budak dari berbagai daerah, terutama dari india dan indonesia.[2]

Cape Town yang dulunya bernama Kaapstad didirikan oleh Jan van Riebeeck dan kemudian menjadi wilayah penting bagi VOC.Para penentang Belanda di Indonesia banyak dibuang ke tempat ini,termasuk Syekh Yusuf,ulama asal Makassar. Dalam perkembangannya, keturunan Syekh Yusuf, juga keturunan orang-orang Indonesia yang dijadikan budak oleh Belanda, berkembang menjadi komunitas di Cape Town.

Jumlah budak India paling banyak. Namun, mereka kemudian tinggal di natal. Sedangkan budak Indonesia terbanyak kedua dan tetap tinggal di cape town. Dulu, orang indonesia disebut malay, karena belum ada negara Indonesia. Maka, warga cape town yang sebagian besar keturunan melayu pun akhirnya disebut Cape malay. Mereka termasuk coloured people dalam kategori sistem apartheid.

Selain budak, banyak pula tahanan politik di indonesia yang dibuang VOC ke Cape town. Salah satunya syeikh yusuf dan pengikutnya. Mereka bahkan sangat berpengaruh dan menyebarkan agama Islam dan menularkan budaya indonesia. Selama bertahun-tahun, orang indonesia beranak-pinak dan terjadi perkawinan campuran.

Budak Indonesia yang dibawa ke afsel rata-rata punya keahlian, misalnya bertani, mencukur, menjahit, dan jago bermusik maupun bersyair. Mereka tetap mempraktikkan sebagian kebudayaan di daerahnya. Saat ini masyarakat keturunan Indonesia di Cape Town memiliki strata sosial yang tinggi dan mengenyam pendidikan yang baik dan bekerja juga di tempat baik.

Orang Indonesia juga bangsa asing pertama yang didatangkan VOC ke Afsel. Orang Indonesia pula, dimotori Syeikh Yusuf dari Goa (sekarang Gowa), Makassar, yang membawa agama Islam ke Afsel. Bahkan, makamnya masih ada di daerah yang dulu disebut Zandvliet dan sejak lama berganti menjadi Kampung Macassar.

Budaya

Kebudayaan Indonesia pun banyak yang mewarnai kebudayaan coloured atau cape malay. Buku "Indonesians in south africa: Historical links spanning three centuries" mencatat beberapa hal. Sebagai contoh tari lingo ayoen, tari kusin, dan tari beras.

Bahkan, debus pun terbawa ke cape town. Tapi, di cape town debus disebut "ratieb". Ini dimungkinkan dibawa pengikut syeik h yusuf. Sebagai catatan, syeikh yusuf punya banyak pengikut dari banten, tempat debus berkembang. Dia bahkan mengawini anak ki ageng tirtayasa (raja banten).

Kosa kata bahasa indonesia pun masih banyak dipakai orang cape malay. Achmad davids dalam bukunya "words the cape slaves made" mencatat ada 40 kosa kata indonesia yang sering dipakai di cape town. Di antara kosa kata itu adalah: Taramakasie (terima kasih), katja, boeka, toelis, batja, kitab, soempah, syambole (cambuk), manieng-al (meninggal), granaa (gerhana), maskawi (mas kawin), agama, ghoenthoem (guntur), gielap (kilat), dan kamar mandie dan sebagainya.

Beberapa kegiatan ritual dan tradisi keagamaan yang berasal dari tanah Melayu masih terus dipraktekkan seperti ratib (debus di Indonesia). Ritual ini besar kemungkinan besar berasal dari tanah Banten. Beberapa ritual dan praktek agama lainnya banyak menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa penamaan ritual itu seperti puasa, buka puasa, sembahyang, bang (adhan), abdas (wudhu).Kata-kata Bahasa Indonesia lain yang masuk dalam kosa kata lokal tapi tidak ada kaitannya dengan ritual antara lain jamban (wc), terima kasih, kuli, pisang dan roti.

Pengaruh musik Indonesia pun juga kuat. Ghoema sebenarnya sejenis genderang yang berasal dari indonesia. Musik ini dipakai untuk merayakan pembebasan budak pada 1883. Instrumen yang dipakai dalam musik ghoema, coen atau klopse campuran dari alat musik melayu dan afrika.

Adat indonesia juga ikut berpengaruh. Contohnya "tjoekoer". Ini adat mencukur anak yang baru beruur seminggu. Sedikit rambutnya dicukur, seperti yang dilakukan sebagian orang indonesia.

Rampie sny adalah kebiasaan Wanita berkumpul di masjid dan mengiris daun jeruk kecil-kecil sebagai pewangi untuk perayaan maulud. Ini sama dengan di indonesia yang mengiris daun pandan kecil-kecil. Karena di cape town tak ada pandan, gantinya daun jeruk.

Ada juga pengaruh masakan indonesia. Bubur, misalnya, di cape town disebut boeber. Sedangkan sago pudding mirip bubur sagu di maluku. Hanya, di cape town resepnya memakai air mawar, kapulaga, susu (pengganti santan), dan tak memakai kenari. Pengaruh makanan lain adalah kolwadjib (waji), sambal dan blatjang,

Catatan Kaki

  1. ^ "Cape Malay". 4 August 2012. 
  2. ^ "Budaya Indonesia di Cape Town". 4 August 2012. 

Pranala luar