Paku Alam VIII
BRMH Sularso Kunto Suratno (1910 - 1998) diangkat sebagai KPH Prabu Suryodilogo pada 4 September 1936. Pada 13 April 1937 beliau ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang di tahun 1942 beliau mulai mengunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII.
Pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan kawat (semacam sms namun bersifat resmi) kepada Sukarno dan Hatta atas berdirinya RI dan terpilihnya kedua beliau sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat/Maklumat (semacam dekrit kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia. Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah Istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta pada 30 Oktober tahun yang sama, beliau berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta dan beliau duduk sebagai Wakil Kepala Daerah Istimewa mendampingi Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa. Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai Kabinet RI.
Setelah Hamengkubuwono IX mangkat di tahun 1988, Paku Alam VIII menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sampai akhir hayat beliau di tahun 1998. Perlu ditambahkan bahwa pada 20 Mei 1998 beliau bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia.
Didahului oleh: Paku Alam VII |
Pangeran Paku Alam di Yogyakarta 1937-1998 |
Diteruskan oleh: Paku Alam IX |