Pembicaraan:Sunnah (status hukum)

Diskusi Usulan Penggabungan

1. Referensi penulisan kosa kata

Dalam uraian berbahasa Indonesia, sering dijumpai empat cara penulisan, yaitu : sunnah, sunnat, sunah dan sunat. Empat cara penulisan tersebut mengacu pada pokok pembahasan yang sama, yaitu tentang sunnah. Untuk menguji kebenaran penulisannya, gunakan Al Quran sebagai referensi. Misalnya dalam QS Al Anfal (8):38 dan Ghafir atau juga disebut Al Mu’min (40):85 terdapat terjemahan sunnah Allah dari lafadz اللَّهِ سُنَّت. Atas lafadz ini, jika huruf akhirnya dihidupkan, pembacaannya sunnatan; tetapi jika huruf akhirnya dimatikan, dibaca sunnat. Pembacaan berrangkai atas dua lafadz ini adalah sunnatullah. Contoh lainnya misalnya dalam QS Al Ahzab (33):38, 62 terdapat lafadz اللَّهِ سُنَّةَ. Bila huruf akhirnya dihidupkan, dibaca sunnatan; tetapi jika huruf akhirnya dimatikan, dibaca sunnah. Jika dua lafadz ini dibaca berrangkai, tetap menjadi sunnatullah. Penulisan dua lafadz tersebut, سُنَّتdan سُنَّةَ menggunakan huruf ن dobel dengan tanda tatsjid. Penulisan lainnya terdapat pada satu ayat, QS Ali Imran (3):37, yaitu سُنَنٌ yang artinya sunnah-sunnah; pada lafadz ini, menggunakan huruf ن tunggal.

2. Meluruskan salah kaprah

Berdasarkan pada referensi penulisan sunnah atau sunnat yang bersumber dari Al Quran, sesungguhnya tidak ada cara penulisan sunah atau sunat. Cara penulisan sunah atau sunat lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis; yaitu tidak menuliskan dengan huruf n dobel. Jelas, bahwa pertimbangan ini sangat salah kaprah; tidak sesuai dengan tata cara pengalihan dari Bahasa Al Quran ke Bahasa Indonesia. Ada yang khawatir tidak disebut proporsional mengalihkan dari Bahasa Al Quran ke Bahasa Indonesia, sehingga menuliskan kosa kata Al Sunnah atau As Sunnah. Maksudnya mengemukakan pemikirannya mengenai sunnah atau sunnat. Cara penulisan Al Sunnah atau As Sunnah sama sekali tidak ada relevansinya dengan sunnah atau sunnat. Untuk itu, Al Sunnah atau As Sunnah dibahas dalam bagian tersendiri.

3. Makna yang terkandung

Baik sunnah maupun sunnat, memiliki arti yang sama, yaitu segala ketentuan atau ketetapan. Bila penyebutannya sunnatullah maknanya adalah segala ketentuan Allah. Penyampaiannya kepada umat manusia adalah melalui perkataan atau firman Nya yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada para Nabi/Rasul Nya. Ada penyebutan lain, yaitu sunnaturrasul, maknanya segala ketentuan Rasulullah. Ketentuannya berupa ucapan, tindakan, dan seluruh tindakan para sahabat yang dibenarkan oleh beliau. Semasa beliau hidup, ketentuan ini disampaikan kepada para pengikutnya secara langsung dan kemudian disebarluaskan oleh para sahabat kepada umat yang lebih luas. Sesudah beliau wafat, sunnaturrasul, dikisahkan kembali oleh para sahabat, ulama (cendekiawan) dan para pendakwah kemudian dibukukan menjadi Hadis; digunakan sebagai pedoman melaksanakan firman Nya, sampai akhir zaman.

4. Penggabungan atau penghapusan ?

Pemikiran untuk menggabung pembahasan sunah dengan sunnah sangat salah. Yang benar adalah, menghapus bagian sunah, dimana uraian-uraiannya yang baik dan benar dapat dimasukkan ke dalam bagian sunnah. Dengan demikian, yang dikukuhkan adalah bagian sunnah.