Zelotisme

Revisi sejak 7 Februari 2013 09.33 oleh MerlIwBot (bicara | kontrib) (bot Membuang: zh,eu,pl,fr,he,ko,es,it,et,de,ja,el,zh-yue,sh,ia,sv,nl,ar,pt,eo,sk,yi,ru,sr,fy,no,ro,ca,fi,uk,bg,hr,lt (strongly connected to id:Zelot))

Zelotisme berasal dari akar kata Yunani, zelos yang berarti hasrat, keinginan, minat besar untuk meraih, mencapai, mendapatkan, atau merebut sesuatu.[1] Zelos berkembang menjadi zelotes, yang berarti orang yang memiliki hasrat, keinginan, minat besar untuk meraih dan mencapai sesuatu.[1] Ada berbagai hal yang mau dicapai, sesuai dengan isi hasrat, keinginan, dan minat orang yang mau mencapainya.[1] Karena itu, bentuknya dapat terbentang mulai dari hal yang memenuhi kebutuhan tingkat pertama sampai kebutuhan tingkat kelima, menurut hierarkhi kebutuhan Abraham Maslow: dari soal makan, minum, seks, sampai realisasi dan pengembangan diri.[1]

Dari kata zelotes, berkembanglah istilah zelotisme, yang berarti aliran, paham, pendirian, atau keyakinan yang mendasarkan diri pada hasrat, keinginan, minat besar untuk mencapai sesuatu.[1] Pada abad pertama sebelum masehi di Palestina ada sekelompok orang penganut zelotisme.[2][1] Mereka adalah orang-orang Yahudi yang menggabungkan kesetiaan terhadap agama dan perlawanan militan terhadap penjajahan Romawi.[1] Dari semangat itu, muncullah sikap menentang, melawan, dan memusuhi orang-orang Yahudi lain, entah secara nyata atau hanya dipandang propenjajah Romawi.[1]

Dewasa ini, zelotisme menjadi istilah umum untuk menyebut aliran, paham, pendirian, atau keyakinan yang menjiwai seseorang atau sekelompok orang untuk mengejar sesuatu.[1] Namun, seperti di Palestina pada abad pertama itu, zelotisme juga dapat menjadi sikap yang secara berlebih-lebihan mengejar tujuan dan cita-cita sendiri, sehingga menjadi fanatik.[1] Zelotisme dapat menjadi pendirian dan sikap pribadi, juga paham dan aliran yang dianut oleh sekelompok orang.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hlm. 240-243.
  2. ^ Roy Eckardt. 1987. Menggali Ulang Yesus Sejarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 133.