Benshi
Katsudō benshi (活動弁士 ) adalah pembicara yang tampil secara langsung di bioskop untuk menyampaikan narasi dan menyuarakan dialog sewaktu film bisu diputar di Jepang. Istilah ini berasal dari kata katsudō shashin benshi, disingkat katsuben (活弁 ) atau hanya benshi (弁士 ). Pada zaman Meiji/zaman Taisho, film disebut katsudō shashin (gambar hidup) karena hanya gambar tanpa suara; benshi berarti pembicara.
Sebelum adanya film suara seperti The Jazz Singer pada tahun 1927, semua film adalah film bisu yang diproduksi tanpa efek suara dan musik. Dialog dinyatakan dengan telop antarjudul yang disisipkan antara adegan. Film bisu tidak berarti sama sekali tanpa bunyi. Pemutaran film bisu selalu diiringi pertunjukan musik hidup dari orkestra, brass band, atau kelompok pemusik. Di Jepang, jalannya cerita film bisu dijelaskan oleh pembicara yang disebut katsudō benshi.
Pemilihan kata dan cara bercerita yang berbeda-beda dari dari seorang benshi, menjadikan penonton film sering memilih bioskop berdasarkan benshi yang tampil.[1] Tidak sedikit orang datang menonton film untuk mendengar seni bercerita dari benshi favorit mereka. Pemutaran film bisu di Korea dan Taiwan semasa pendudukan Jepang juga memakai benshi. Pada tahun 1926 yang merupakan masa keemasan benshi, di Jepang terdapat 7.576 orang benshi, 312 orang di antaranya adalah wanita.[2]
Sejarah
Gambar hidup pertama yang dikenal di Jepang adalah pemutaran film-film pendek dari luar negeri yang berisi gambar pemandangan. Pada awalnya, benshi menjelaskan isi film pendek sebelum diputar. Setelah film makin panjang dan makin rumit, benshi mulai memberi narasi sewaktu film diputar dan bahkan menyuarakan dialog aktor pada film.
Salah satu film pertama yang dibuat orang Jepang adalah Momijigari, sebuah film dokumenter sepanjang 6 menit dari tahun 1899. Film ini berisi rekaman pertunjukan kabuki yang dibawakan oleh Ichikawa Danjūrō IX dan Onoe Kikugorō V.[2] Film ini baru diputar di muka umum pada tahun 1903, setelah Danjūrō sakit parah dan tidak mampu lagi tampil di atas panggung,
Bintang film jidaigeki yang populer pada tahun 1920-an hingga 1930-an sebagian besar berasal dari panggung kabuki. Tidak seperti halnya kabuki, dalam film, aktor pria tidak perlu berperan sebagai wanita. Dalam film, tokoh wanita diperankan oleh perempuan sehingga di Jepang tercipta profesi baru yang disebut aktris.
Istilah katsudō benshi mulai dikenal kira-kira tahun 1899. Perintis pemutaran film keliling bernama Kōyō Komada berteriak-teriak mengumpulkan penonton dan menyampaikan narasi ketika film sedang diputar.[2] Hoteiken Ueda yang menceritakan jalan cerita film Kinetoskop berasal dari pemain musik keliling chindon'ya yang mengiklankan pertunjukan sirkus.[2] Kowairo'ya dari lokalisasi Yoshiwara juga ada yang menjadi benshi.[2] Pada awalnya mereka dipekerjakan pihak bioskop untuk memanggil-manggil orang untuk menonton dan menjelaskan tentang adanya media baru bernama film, tapi perlahan-lahan muncul benshi berciri khas tersendiri dalam bercerita. Salah satu di antaranya adalah Saburō Somei yang bercerita penuh perasaan sehingga memasukkan katsudō benshi ke dalam salah satu seni bercerita.[2] Pada tahun 1913, sekolah benshi didirikan oleh Nikkatsu di tempat yang sekarang dijadikan Pusat Film Nasional Jepang di Tokyo.
Film bersuara pertama produksi Jepang adalah Madam to Nyōbō (The Neighbor's Wife and Mine) pada tahun 1931. Sejalan dengan kemajuan film bersuara, orkestra pengiring film di bioskop juga dibubarkan, sekolah benshi satu demi satu ditutup, dan benshi kehilangan pekerjaan. Di antara benshi yang menjadi pengangguran, beberapa di antaranya berganti profesi menjadi pengelola bioskop dan aktor. Benshi terkenal bernama Musei Tokugawa beralih profesi menjadi pencerita mandan di radio.[2]
Dibandingkan film bisu, film bersuara memerlukan modal sangat besar. Kalau sebelumnya perusahaan film berskala kecil di Jepang yang tidak memiliki modal besar akhirnya diakuisisi oleh studio-studio besar seperti Shochiku dan Nikkatsu. Mulai tahun 1938, studio film besar hanya memproduksi film bersuara.[2]