Sistem pemerintahan lokal Aceh
Sistem pemerintahan lokal Aceh adalah suatu sistem pemerintahan yang dipergunakan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dan sampai sekarang masih dipakai seiring pemberlakuan status istimewa bagi Aceh (kecuali keurajeun, sagoë dan nanggroë). Sistem pemerintahan lokal Aceh mengacu pada sistem pemerintahan yang khusus dipergunakan oleh suku Aceh.
Gampông
Gampông atau disebut kampung dalam bahasa Melayu, merupakan sebuah sistem pemerintahan setingkat desa sekarang yang bediri secara otonom. Sebuah gampông dipimpin oleh kepala desa yang disebut Keuchik atau Geuchik dan dibantu oleh suatu dewan musyawarah yang disebut Tuha Peut.
Mukim
Mukim merupakan suatu sistem pemerintahan setingkat kecamatan yang dahulu diberlakukan pada saat Kesultanan Aceh. Sebuah mukim terdiri dari beberapa buah desa yang disebut gampông. Di tiap-tiap mukim didirikan sebuah masjid yang dipergunakan untuk salat Jumat. Yang memimpin mesjid disebut Teungku Imum Raja (Mesjid). Mukim dipimpin oleh Imum Mukim dan dibantu oleh suatu dewan musyawarah yang disebut Tuha Lapan.
Nanggroë
Nanggroë merupakan suatu sistem pemerintahan setingkat [Negara] pada masa sekarang. Dalam bahasa Melayu, nanggroë disebut dengan nama kenegerian. . Sebuah nanggroë dipimpin oleh Wali Negara yang bergelar [Paduka njang Mulia]. Namun hal ini sekarang tidaklah sejalan dengan sistem hukum Indonesia sehingga wali nanggroë merupakan salah satu simbol kebudayaan Aceh.
Sagoë
Sagoë merupakan suatu sistem pemerintahan setingkat kabupaten pada masa sekarang. Dalam bahasa Melayu, nanggroë disebut dengan nama kenegerian. Sebuah nanggroë terdiri dari mukim-mukim layaknya sekarang sebuah kabupaten terdiri dari kecamatan-kecamatan. Sebuah sagoë dipimpin oleh hulubalang yang bergelar Teuku atau disebut Ampon.
Kaway
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |