Megalit Besemah

Revisi sejak 5 April 2013 22.07 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 1 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q3391908)

Megalit Pasemah adalah sejumlah megalit yang terdapat di dataran tinggi Pasemah (Sumatera bagian Selatan).

Kepala arca di Tegurwangi
Megalit di Tanjung Ara, Lahat

Budaya megalitik Pasemah mulai diteliti pertama kali dan ditulis oleh L. Ullmann dalam artikelnya Hindoe-belden in binnenlanden van Palembang yang dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisan Ullmann tersebut H. Loffs menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan peninggalan dari masa Hindu. namun pendapat ini ditentang oleh Van der Hoop pada tahun 1932, ia menyatakan bahwa peninggalan tersebut dari masa yang lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop, penelitian tentang megalitik Pasemah dilanjutkan oleh peneliti-peneliti arkeologi, seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dan peneliti dari Balai Arkeologi Palembang secara intensif melakukan penelitian di wilayah Pasemah sampai saat ini.

Magister Seni Rupa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, A. Erwan Suryanegara (2004) dalam tesis berjudul “Artefak Purba dari Pasemah, Analisa Ungkap Rupa Patung Megalitik di Pasemah" mengemukakan, "Dari hasil penelitian ini diketahui, manusia pendukung budaya megalitik di Pasemah cenderung sudah mengenal dan bahkan sudah memanfaatkan alat kerja dari bahan logam (perunggu). Mereka sudah memiliki kemampuan yang baik dalam memahat patung dari batu besar jenis batuan andesit, dengan sudut yang tajam juga runcing. Patung megalitik Pasemah secara perupaan wujud fisiknya tampak bersifat dinamis-piktorial dengan gaya ekspresi yang cenderung realistik, tidak mengenal adanya pengulangan bentuk yang sama atau disebut sebagai “tunggal-jamak”, memiliki sikap tubuh yang cenderung condong ke depan, kepala atau wajah sedikit menengadah, dan kaki selalu ditekuk atau dilipat. Sosok objek yang divisualkan cenderung jamak berupa manusia ras austronesoid dan binatang, serta dilengkapi pula dengan simbol maupun atribut. Berdasarkan ungkap rupa simboliknya diketahui, bahwa patung tersebut adalah representasi dari arwah nenek moyang sesuai kosmologi masyarakat Pasemah di kala itu, dan sebagai bagian tidak terpisahkan dari upacara maupun ritual mistis dalam rangka pemujaan terhadap arwah leluhur. Ciri khas patung megalitik Pasemah adalah pada gaya perupaannya yang bersifat dinamis-piktorial dan cenderung realistik, merupakan karya patung megalitik terbaik di zamannya khususnya yang berada di wilayah Pasemah, karena telah memvisualkan seluruh anggota badan (kepala, badan, kaki, dan tangan) dari sosok objeknya secara lengkap, baik berupa manusia dengan tipe ras austronesoid maupun binatang. Patung-patung megalitik Pasemah juga merepresentasikan suatu masyarakat yang berbudaya mistis – agraris dengan pola peladang, dan berjiwa patriotik."

Penampilan peninggalan budaya megalitik Pasemah sangat "sophiscated" dengan tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju, dan digambarkan alat-alat yang dibuat dari perunggu memberikan tanda bahwa megalitik Pasemah telah berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran) budaya yang pesat. Alat-alat perunggu yang dipahat adalah nekara yang merupakan kebudayaan Dongson, Vietnam. Temuan peninggalan megalitik di pasemah begitu banyak variasinya, berdasarkan survei yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yang tersebar secara mengelompok maupun sendiri (1996).

Keadaan lingkungan wilayah Pasemah

Daerah Pasemah yang pernah diteliti oleh Van der Hoop, Tombrink, Westenek, Ullman, dan peneliti lainnya, daerah ini mudah dicapai dari kota-kota besar di sekitarnya, baik dari Jambi, Lubuklinggau, Palembang, dan lain-lain, karena tersedia jalan besar yang menghubungkan Pasemah dengan kota-kota besar di sekitarnya. Situs-situs megalitik dataran tinggi Pasemah meliputi daerah yang sangat luas mencapai 80 km². Situs-situs megalitik tersebar di dataran tinggi, puncak gunung, lereng, dan lembah. Situs Tinggihari, Tanjungsirih, Gunungkaya merupakan situs yang terletak di atas bukit, sementara situs Belumai, Tanjung Ara dan Tegurwangi merupakan situs yang terletak di lembah. Dari hasil penelitian Fadlan S. Intan diketahui bahwa daerah Lahat dibagi atas tiga satuan morfologi (bentang alam), yaitu:

  1. satuan morfologi pegunungan
  2. satuan morfologi bergelombang
  3. satuan morfologi dataran

Satuan morfologi pegunungan dengan puncak-puncaknya antara lain Gunung Dempo (3159 mdpl) dan pegunungan Dumai (1700 mdpl). Satuan morfologi bergelombang ketinggian puncaknya mencapai 250 mdpl, lereng umumnya landai, dengan sungai berlembah dan berkeolok-kelok. Satuan morfologi dataran dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Satuan morfologi pegunungan merupakan tempat tersedianya bahan hasil letusan Gunung Dempo yang menyebarkan lahar dan lava serta batuan-batuan vulkanis. Daerah Lahat dengan batuan-batuan beku andesitnya telah dipilih menjadi tempat pemukiman. Pemilihan ini tampaknya mempunyai pertimbangan-pertimbangan geografis dan tersedianya batuan untuk megalitik. Keadaan lingkungan di Pasemah merupakan daerah yang sangat subur yang memungkinkan penduduk di sana dapat membudidayakan tanaman.

Perpustakaan

  • I. Caldwell, "A rock carving and a newly discovered stone burial chamber at Pasemah, Sumatra", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 153 (1997), no: 2, Leiden, halaman 169-182
  • A. Erwan Suryanegara (2004), “Artefak Purba dari Pasemah”, Analisa Ungkap Rupa Patung Megalitik di Pasemah, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung

Pranala luar