Wanita dan anak-anak dahulu

tradisi maritim
Revisi sejak 6 April 2013 00.23 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 7 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q2113136)

"Wanita dan anak-anak dahulu" adalah sebuah perkataan yang menyatakan bahwa wanita dan anak-anak berhak diselamatkan pertama jika hidup sekelompok orang saat itu terancam. Perkataan ini sering dikaitkan dengan peristiwa tenggelamnya RMS Titanic pada tahun 1912.

Korban selamat RMS Titanic di atas sekoci

Sejarah

Praktik ini berasal dari tindakan ksatria para tentara selama tenggelamnya kapal tentara HMS Birkenhead pada tahun 1852, yang dikisahkan kembali di berbagai surat kabar pada masa itu dan dalam puisi karya Rudyard Kipling, "Soldier an' Sailor Too." Saat itu, kapten memerintahkan para istri dan anak-anak di kapal (totalnya 20 orang) memenuhi satu-satunya sekoci kecil yang ada sehingga menyelamatkan mereka, sementara kaum pria tetap di kapal sampai tenggelam. Hanya sekitar 25% pria yang selamat dari bencana tersebut dan tidak satupun awak senior kapal yang selamat. Frasa ini pertama muncul dalam sebuah novel karya William Douglas O'Connor berjudul Harrington: A True Story of Love in 1860.[1] Meski tidak pernah menjadi bagian dari hukum maritim internasional, frasa ini semakin populer setelah dipakai di RMS Titanic,[2] ketika, sebagai akibatnya, 74% wanita dan 52% anak-anak selamat, tetapi hanya 20% pria yang selamat.[3]

Beberapa petugas Titanic salah menafsirkan perintah Kapten Smith, dan mencoba mencegah pria menaiki sekoci.[4][5] Seharusnya wanita dan anak-anak naik pertama, diikuti pria yang menempati ruang tersisa. Karena begitu sedikit pria yang selamat dari musibah Titanic, mereka yang selamat dicap sebagai pengecut, termasuk J. Bruce Ismay.[6]

Kritik

Dr David Benatar memandang aturan "wanita dan anak-anak dahulu" (serta wajib militer) sebagai bukti apa yang Warren Farrell sebut sebagai "keterbuangan pria", ketika perlindungan nyawa seorang wanita lebih diutamakan ketimbang nyawa seorang pria.[7] Kebijakan ini, terutama pada insiden semacam tenggelamnya Titanic, telah mengakibatkan naiknya jumlah janda atau anak yatim yang menghadapi masalah ekonomi dan sosial. Banyak pria yang menjadi pewaris orang tua mereka.[butuh rujukan] Di bawah perjanjian warisan pada umumnya, ketika si pria meninggal, warisan tersebut diteruskan kepada anak pria tersebut, sementara istri yang ditinggalkan tidak berhak menerima atau mengendalikan aset warisan tersebut.[butuh rujukan] Dengan kata lain, mereka tidak bisa hidup tanpa uang.

Catatan kaki

  1. ^ "Women and Children First". The Phrase Finder. Diakses tanggal 2010-04-16. 
  2. ^ Logan Marshall (2004). Sinking of the Titanic and Great Sea Disasters. ISBN 1-4191-4735-8. Diakses tanggal 2008-02-27. 
  3. ^ Anesi, Chuck. "Titanic Casualty Figures". 
  4. ^ Lord, Walter. A Night to Remember. New York, NY: Bantam, 1997, p. 63 ISBN 978-0-553-27827-9
  5. ^ Ballard, Robert D. The Discovery of the Titanic. Toronto: Madison, 1987, p. 37 ISBN 978-0-446-67174-3
  6. ^ Benedict, Michael Les; Gardner, Ray (2000). "When That Great Ship Went Down". In the face of disaster: true stories of Canadian heroes from the archives of Maclean's. New York, N.Y: Viking. hlm. 204. ISBN 0-670-88883-4. 
  7. ^ Benatar, David (April 1, 2003). "The Second Sexism". AccessMyLibrary. Diakses tanggal April 15, 2010. [pranala nonaktif]

Lihat pula

Pranala luar