Chen De Xiu (Hanzi=陈德修; pinyin= Chén Dé Xiū; Fujian/Hokkian: Tan Tik Siu ; Indonesia: Rama Moerti) adalah sastrawan, ahli pengobatan, dan seseorang berilmu tinggi semasa hidupnya. Beliau kini dipuja oleh berbagai kalangan, baik oleh warga China maupun penganut kepercayaan Kejawen. Beliau tidak bisa makan daging semenjak kecil dan hidup suci melajang sepanjang hidupnya.[1]

Biografi

Kelahiran hingga masa kecil

Chen De Xiu lahir pada tanggal 11 Juni 1884 (Imlek tanggal 14 bulan 12 tahun 2434) di Surabaya. Ia lahir pada hari Jumat tepat tengah hari, saat itu langit gerimis. Malam harinya, langit cerah dan bulan bersinar dengan gemilang. Ia adalah putera Tan Liong To dari istri keduanya yang berkebangsaan Jawa. Meskipun berlainan ibu, Tan Tik Siu dengan 11 saudara-saudarinya yang lain sangat rapat hubungannya dan hidup rukun.[2]

Tan Liong To menamai puteranya Tan Tik Sioe. Tik memiliki arti moralitas, kebajikan; Siu memiliki arti memperbaiki, mendirikan, melatih. Jadi, Tik Siu memiliki arti bertapa membersihkan hati demi kebajikan moral.[3][2]

Semenjak kecil, Chen De Xiu tidak bisa makan daging dan akan dimuntahkan kembali jika dipaksa oleh ibunya. Ia tidak mau makan makanan yang berjiwa atau nasi, tetapi hanya sayur mayur dan buah-buahan atau singkong. Biasanya di kala anak-anak sedang bermain-main, Tan Tik Siu tidak mau ikut serta, hanya melihat saja sebagai penonton kecil.[2][1]

Kehidupan remaja hingga dewasa

Saat ia berusia sembilan tahun, ibunya meninggal. Pada salah satu bait syair yang ditulis oleh Tan Tik Sioe di dalam Kitab resep obat yang dicetak di percetakan Sie Dhian Ho & Sons Solo pada tahun 1921, pada halaman 133 alinea 4 berbunyi sebagai berikut:

Tiga harilah ! - tjoema setali; Terkadang hadang. - soenyi sepeser; Terlaloe soesa - menanggoeng diri; Iboe dan Papa kez'daman achir

Ia menceritakan kehidupannya semasa kecil yang berkekurangan, tidak memiliki uang untuk membeli apa yang disukai, dan sudah kehilangan orang tua di usia yang teramat muda. Sesudah kematian orang tuanya, Tan Tik Siu tinggal di rumah kakaknya dan sempat mengenyam pendidikan di Tiong Hwa Hwee Kwan dan bekerja hingga usia 18 tahun di Kota Surabaya.[2]

Kepindahan ke Tulungagung

Saat pertama kali pindah ke kota Tulungagung, Tan Tik Siu menumpang di pabrik minyak kacang milik Tho Lian Hiang. Pada tahun 1916, dalam salah satu suratnya, ia mengatakan pada waktu itu ia masih dalam keadaan berantakan. Pada akhir tahun 1916, ia sering terlihat mengenakan baju dan celana panjang putih serta beristirahat di dekat Goa Selomangleng di daerah Kilisuci Kabupaten Kediri. Waktu itu, ia juga sering pergi ke Gunung Klotok Kediri.[2] Menurut salah satu versi, Tan Tik Siu diadopsi oleh seorang penginjil berkebangsaan Belanda di Sumber Agung, Gunung Gamping Selatan.

Pada tahun 1917 dan 1918, Tan Tik Siu masih belum mempunyai gua-gua pertapaan baik di lereng Gunung Wilis maupun di Sumber Agung, Tulungagung. Namun, namanya telah banyak dikenal penduduk Jawa Tengah karena ia banyak berbuat amal dan suka menyembuhkan orang-orang yang sakit tanpa memungut biaya sepeserpun. Ia tidak membedakan yang kaya dan yang miskin, pribumi atau bukan, keluarga atau orang lain. Ia juga mahir berbahasa China, Melayu, dan Inggris serta ilmu bela diri dengan keinginannya sendiri, karena ia tidak mengenyam pendidikan hingga tinggi. Setiap perayaan Cap Go Meh, biasanya di Tulungagung diadakan pawai barongsai dan liong. Tan Tik Sioe ikut serta berperan sebagai Sun Go Kong sambil mempertunjukkan kemahiran bersilat dengan menggunakan senjata Kim Kong Pang ("Pentung Kim Kong"). Terkadang ia juga berperan sebagai Boe Siong (Wu Song).[1][2]

Rakyat setempat mengisahkan bahwa Kampung Sumber Agung menempati wilayah yang pada awalnya adalah rawa-rawa (Danau Remang) seluas 50 hektar lebih. Chen De Xiu menutup sumber air utama yang mengairi danau tersebut sehingga menjadi kering. Konon beliau menyumbatnya hanya menggunakan seputung rokok yang ia ciptakannya dari sebatang ranting kering. Kini wilayah rawa-rawa yang kering berubah menjadi beberapa desa dan kawasan persawahan. Nama Desa Sumber Agung sendiri merupakan pengingat atas kejadian tersebut, dimana Sumber memiliki arti Mata Air dan Agung memiliki arti Besar. Seringkali pula di halaman gua rumahnya diadakan pertunjukan Barongsai dan Jaranan.

Akhir hayat

Beliau pindah menuju Penang, Malaysia, pada saat berumur sekitar 30 tahun hingga akhir hayatnya (tahun 1960an) kemudian diperabukan. Ia dipercaya menempati lokasi Gua One Hundred Bat Cave.

Kultus

Inti ajaran dari Chen De Xiu adalah hidup suci dan berlaku benar.

Karya

Sebagai seorang sastrawan, Chen De Xiu telah menghasilkan beberapa karya tulis yang kebanyakan dalam huruf dan aksara Jawa kuno. Banyak karya beliau yang dihasilkan pada saat beliau berdiam di Gunung Wilis. Meskipun sebagian diterbitkan, tetapi hasil karya beliau hanya beredar di kalangan terbatas saja.

Tan Kwie Nio

Tan Kwie Nio merupakan satu-satunya saudara Tan Tik Siu yang ikut menjalani pertapaan. Konon, wahyu yang ia peroleh berasal dari Tan Tik Siu. Ia tinggal di dalam Pondok Adem Hati yang berlokasi di atas bukit. Jika ada orang yang ingin bertemu dengannya, orang tersebut harus singgah pada sebuah rumah yang terletak di kaki bukit. Rumah tersebut dijaga oleh ibu mertua saudarinya, yaitu Tan Tik Swie. Tan Tik Swie sendiri merupakan saudari tiri Tan Tik Siu dan Tan Kwie Nio, yaitu putri dari istri ketiga ayah mereka.[2]

Pondok di atas bukit hanya ditinggali oleh Tan Kwie Nio sendirian, kondisinya selalu tertutup rapat. Namun, konon ia dapat mengetahui siapa yang hendak menemuinya tanpa harus melihat. Saat mertua saudarinya menabuh bumbung sebagai tanda ada orang yang memohon izin untuk bertemu, Tan Kwie Nio akan membalas menabuh bumbung jika ia bersedia menemuinya. Menurut cerita, ia pernah berjalan kaki menuju Gunung Merbabu di Jawa Tengah dan kembali pulang ke Semarang hanya dalam tempo singkat.[2]

Daftar klenteng

Kelenteng utama yang memuja Chen De Xiu berlokasi di Situs Goa Pendhem Pasetraan Gondo Mayeet Soemberagoeng.

Lima mata air suci

Kelima mata air berikut merupakan mata air yang disakralkan oleh Chen De Xiu. Menurut cerita rakyat setempat, kelima sumber air ini telah membantunya sembuh dari penyakit serta mencapai pembebasan. Hingga kini, para umat selalu melakukan ritual membasuh muka di kelima mata air tersebut.

Catatan kaki

  1. ^ a b c Yayasan Kelenteng Sampokong. "Dewa-Dewi Kelenteng", Semarang.
  2. ^ a b c d e f g h www.scribd.com/madromi. Biografi Rama Moorti Tan Tik Sioe Sian Pertapa di Lereng Gunung Wilis, BAGIAN I
  3. ^ mdbg. Chinese-English Dictionary.

Pranala luar

Lihat pula