Chen Huang Er Xian Sheng

Chen Huang Er Xian Sheng (Hokkien: Tan Oei Ji Sian Seng) atau Yi Yong Gong (Hokkien: Gi Yong Kong) adalah kedua orang pejuang yang dipuja di Kota Juana, Rembang, dan Lasem. Mereka ikut serta dalam perjuangan di tahun 1741-1742 yang dikenal sebagai Geger Pecinan.[1]

Nama dan etimologi

Chen dan Huang merupakan nama Marga. Er memiliki arti Dua; Xian Sheng memiliki arti Tuan. Secara keseluruhan, gelar Chen Huang Er Xian Sheng (Hokkien: Tan Oei Ji Sian Seng) memiliki arti "Dua Tuan Terhormat dari Keluarga Chen dan Sheng.[1]

Masyarakat setempat mengenal nama mereka sebagai Tan Pan Ciang dan Oei Ing Kiat. Dalam Babad Tanah Jawi, mereka disebut sebagai Encik Macan dan Muda Tik.

Sejarah

Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa keduanya adalah pengusaha genting dari Desa Klotok. Pada saat terjadi Geger Pacinan di Batavia pada Tahun 1741, banyak warga China di Jawa yang mengangkat senjata dan bergabung di Batavia melawan VOC.[1]

Menurut kitab Sabda Badra Santi, Raden Panji Margono adalah putra sulung Adipati Lasem Pangeran Tejokusumo V. Ia dan ayahnya tidak senang kepada Sunan Pakubuwono I yang berpihak kepada Belanda. Oleh karena itu, ketika ayahnya wafat, Margono tidak mau menjadi adipati Lasem, tetapi lebih memilih menjadi petani dan berdagang dengan orang-orang Cina di Lasem dan sekitarnya. Ketika terjadi pengungsian besar-besaran warga Cina ke Lasem, Raden Panji Margono membantu pemimpin orang Cina di Lasem yang bernama Tumenggung Widyaningrat (Oei Ing Kiat) untuk membantu para pengungsi. Keduanya mengorganisir rencana untuk melakukan perlawanan terhadap Kompeni bersama orang-orang Cina di Lasem dengan dibantu seorang juragan kaya bernama Tan Ki Wie. Raden Panji Margono bahkan menyamar sebagai orang Cina bernama Tan Pan Ciang.[2]

Atas perantaraan Tumenggung Martopuro yang memerintah wilayah Grobogan dan restu dari Sri Susuhunan Kertasura, Tan Pan Ciang dan Oei Ing Kiat membentuk pasukan di Kota Lasem. Mereka bermarkas di Desa Puwun kemudian bergerak menuju Welahan untuk bergabung dengan pemimpin perlawanan pasukan China. Pasukan berjumlah sekitar 200 orang tersebut menyerang Semarang, dikenal sebagai Perang Kuning.[1]

Kerjasama laskar Cina dengan pribumi berhasil menghancurkan tangsi Kompeni di Rembang pada tanggal 21 Juli 1741. Namun, setelah pasukan Belanda memperoleh bantuan tentara dan persenjataan dari Semarang, perlawanan ini dapat dikalahkan.[2] Mereka kalah dalam hal persenjataan dan terdesak hingga Tanjung Mondoliko (Welahan).[1] Karena berniat melindungi Semarang, Pakubowono II membocorkan rencana penyerangan mereka ke pihak Belanda sehingga keduanya tewas dalam pertempuran.[3]

Kultur populer

  • Kisah Tan Pan Ciang dan Oei Ing Kiat muncul dalam novel berjudul Sembilan Oktober 1740: Drama Sejarah karya Remy Sylado.
  • Drama musikal karya Remy Sylado berjudul Tan Uy Ji Sian Seng (Tuan Terhormat dari Marga Tan dan Uy) dipentaskan pada Mal Ciputra Jakarta dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek 2560. Drama musikal tersebut menceritakan perjuangan tokoh Tionghoa Tan Pan Ciang dan Oey Ing Kiat dalam melawan penjajahan Belanda yang dikenal dengan Perang Kuning di Semarang pada tahun 1742.[4]

Lihat pula

Catatan Kaki

  1. ^ a b c d e Yayasan Kelenteng Sam Po Kong. "Dewa-Dewi Kelenteng". Semarang.
  2. ^ a b Mas Kin. 29 September 2012. OBYEK WISATA UTAMA DI LASEM (3) KOMPLEKS MAKAM RADEN PANJI MARGONO.
  3. ^ Suara Pembaruan. 24 Januari 2009. Tionghoa dalam Sejarah Indonesia.
  4. ^ JPPN. 23 Januari 2009. Akses=12 Mei 2013. Drama Musikal Menyambut Imlek.

Pranala luar

DRAMA REMY SYLADO: KAJIAN NEW HISTORISISME] Sebuah penelitian kajian new historisisme oleh Nurhadi.