Mustafa Sjarief Soepardjo
Brigjen. Soepardjo adalah Komandan TNI Divisi Kalimantan Barat yang memiliki peran penting dalam peristiwa Gerakan 30 September.
Brigjen Soepardjo berasarl dari Divisi Siliwangi, yang kemudian dipertautkan dengan Mayjen. Soeharto pada satu garis komando. Ketika Operasi Dwikora Soepardjo menjabat sebagai Pangkopur-II yang memimpin Komando Tempur Dua di bawah KOLAGA melawan Malaysia di perbatasan Indonesia-Malaysia. Ia berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Panglima Komando Mandala Siaga (KOLAGA), Agustus 1965 Mayjen Soeharto disebut-sebut mengunjungi Kalimantan dan bertemu dengan Soepardjo.
Peran dalam Gerakan 30 September
Menjelang 30 September, Brigjen Soepardjo terbang dari Kalimatan khusus ke Jakarta untuk ikut serta dalam gerakan September 1965 tersebut. Dia yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada Soekarno. Dia juga yang mendapat perintah Soekarno untuk menghentikan gerakan dan menghindari pertumpahan darah. Tengah hari 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo membawa amanat itu pulang ke Cenko II yang bertempat di rumah Sersan Udara Anis Suyatno, kompleks Lubang Buaya. Perintah itu didiskusikan oleh para pimpinan pelaksana gerakan September 1965. Brigjen Soepardjo dan pasukan Diponegoro, terlibat pertempuran bersenjata melawan pasukan RPKAD yang menyerang mereka.
Bersama Sjam dan Pono, Brigjen Soepardjo menyelamatkan diri ke rumah Pono di Kramat Pulo, Jakarta. Kemudian mereka menemui Sudisman di markas darurat CC PKI. Setelah tertangkap, Brigjen Soepardjo langsung diamankan ke RTM untuk kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Berbeda dengan Sjam yang ditempatkan di ruang VIP dalam tahanan militer, eks Brigjen Soepardjo berbaur dengan tapol lainnya. Seorang mantan tapol yang biliknya berdekatan dengan Soepardjo memberikan kesaksian, ketika esoknya akan dihukum mati, malamnya Soepardjo sempat mengumandangkan adzan. Kumandang adzan itu sempat membuat hati para sebagian penghuni penjara yang mendengarkan tersentuh dan merinding