KBR (kantor berita)
Kantor Berita Radio KBR68H, atau sering disebut KBR68H merupakan lembaga kantor penyedia berita radio independen pertama di Indonesia. KBR68H berdiri pada April 1999, setelah berakhirnya kekuasaan Orde Baru. Berakhirnya pemerintahan Orde Baru juga menandai berakhirnya pembelengguan dan pengekangan media informasi oleh pemerintah. KBR68H memproduksi berita dan disiarkan melalui radio jaringan, menggunakan satelit.
Logo KBR68H | |
Jenis | kantor berita radio |
---|---|
Negara | Indonesia |
Tanggal siar pertama | 29 April 1999 |
Jangkauan | Indonesia, Asia, Australia |
Slogan | Terpercaya, Menjangkau Nusantara |
Markas | Jakarta |
Wilayah siar | Nasional |
Pemilik | PT Media Lintas Inti Nusantara |
Tokoh penting | Goenawan Mohamad, Komisaris Utama, Tosca Santoso, Direktur Utama |
Didirikan | 1999 |
Situs resmi | www |
KBR68H berkembang cepat seiring dengan kebutuhan berita yang bisa diakses secara cepat dan berbiaya murah. Pada awal berdiri, hanya tujuh radio yang memanfaatkan berita produksi KBR68H. Kini sudah ada 900 radio yang berjaringan dan memanfaatkan layanan informasi dari KBR68H, di seluruh wilayah Indonesia, Asia dan Australia. KBR68H berada di bawah pengelolaan PT Media Lintas Inti Nusantara.
Sejarah
Kelahiran lembaga penyiaran KBR68H dibidani sejumlah aktivis yang tergabung dalam Komunitas Utan Kayu. Komunitas ini berkegiatan Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta Timur.
Pada penghujung 1998 setelah Presiden Soeharto dilengserkan, para aktivis di Komunitas Utan Kayu bergerak cepat untuk menyambut pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dan datangnya kebebasan media. Salah satu komponen penting di Komunitas Utan Kayu adalah Institut Studi Arus Informasi (ISAI). ISAI memutuskan membuat program baru: layanan berita untuk radio. Radio dipilih karena dianggap sebagai sektor media yang paling lemah menangkap peluang kebebasan. Selama bertahun-tahun, radio tak boleh memproduksi berita sendiri, dan hanya wajib merelai berita dari radio pemerintah hampir setiap jam sehari.
Salah seorang aktivis ISAI, Santoso (Tosca) saat itu merancang mekanisme penyebaran radio hanya di atas kertas bekas amplop. Santoso membuat coretan-coretan kasar untuk menggambarkan jaringan kerja pertama begitu berita radio mulai diproduksi.
Pada saat itu, 1999, di Indonesia terdapat sekitar 700 radio swasta, di luar radio milik pemerintah. Namun banyak aturan pemerintah yang menghambat perkembangan radio-radio swasta, terutama dalam penyebaran informasi yang independen. Radio-radio di Indonesia di masa pemerintahan Soeharto wajib menyiarkan berita versi pemerintah 18 kali sehari. Karena itu masyarakat hanya mendapat informasi sepihak dan satu versi saja dari pemerintah. Akibatnya kemampuan jurnalis radio sangat minimal.
Latar belakang nama
Pembahasan pendirian radio dilakukan di Kedai Tempo, salah satu tempat di Komunitas Utan Kayu. Pada awal proses kelahiran, gagasan ini hanya diperkuat enam orang reporter radio yang baru saja direkrut. Dalam buku Kantor Berita Radio, KBR68H: Gelombang Kebebasan, halaman 3, Santoso menulis, "...Setelah cukup panjang berdiskusi tentang tema berita, bagaimana akan diproduksi, kami sampai pada soal nama. Apa nama lembaga yang akan melayani radio-radio ini? Sebagai bentuk pertanggung jawaban..."
Seseorang kemudian mengusulkan nama "68H" sebagai nama radio. Nama ini diambil dari Jl Utan Kayu 68H, Jakarta, tempat studio kecil mereka berlokasi. Nama ini disepakati, dan lahirlah Kantor Berita Radio 68H. Berita pertama dikirim pada 29 April 1999 yang kemudian menjadi hari ulang tahun KBR68H.
Penyebaran dan Produksi
Internet dan ojek
Pada awalnya KBR68H hanya memproduksi berita-berita pendek berdurasi 30 hingga 60 detik. Berita-berita tersebut kemudian disebarkan melalui internet. Produksi berita dan penyuntingan sudah dilakukan secara digital menggunakan komputer dan program peranti lunak pengolah suara. KBR68H juga melibatkan reporter radio jaringan di daerah untuk mengikuti pelatihan produksi berita radio secara digital.
Tujuh radio pertama yang menjadi jaringan KBR68H kemudian dilibatkan dalam latihan produksi berita secara digital, antara lain: DMWS FM Kupang, Nebula FM Palu, RPK FM Jakarta, Top FM Denpasar, SPFM Makassar, Nikoya FM Banda Aceh dan Radio Unisi FM Yogyakarta. Tujuannya agar reporter radio jaringan juga bisa memproduksi berita dari daerah. Selanjutnya berita dari daerah kemudian disunting di Jakarta dan disebarkan melalui internet.
Namun penyebaran lewat internet hanya efektif ketika program yang disebarkan masih berjumlah sedikit dengan durasi singkat. Setelah KBR68H memproduksi program dengan durasi lebih panjang seperti paket 30 menit Buletin Sore, proses mengunduh berkas audio dari internet memakan waktu lama. Radio jaringan di Sulawesi dan Nusa Tenggara butuh waktu mengunduh berkas lebih dari delapan jam. Berita pun menjadi basi untuk ukuran radio.
Untuk mengatasi masalah itu, KBR68H sempat menggunakan jasa kurir ojek sepeda motor, terutama untuk wilayah Jakarta. KBR68H menyalin data paket Buletin Sore dalam kaset, lalu mengantarkannya menggunakan ojek ke radio jaringan. Di Jakarta, saat itu radio swasta yang sudah berjaringan adalah Radio Pelita Kasih. Siaran Buletin Sore mengudara pukul 16.00 WIB.
Pada suatu ketika, Radio Pelita Kasih tidak bisa mengudarakan Buletin Sore hingga pukul 18.00 WIB. Ternyata kaset program siaran tidak sampai di kantor RPK, karena kurir ojek mengalami musibah tabrakan, dan kaset rusak.
Selanjutnya, penyebaran menggunakan satelit.
Jalur satelit
Rendahnya kualitas dan kecepatan internet saat itu menghambat proses pengiriman berita dari KBR68H ke radio jaringan. Proses mengunduh berkas suara berita radio terus berlangsung lambat, bahkan memakan waktu hingga delapan jam. Sementara kondisi geografis Indonesia tersebar di berbagai wilayah dengan tingkat akses telepon maupun internet yang tidak merata. Karena itu satelit menjadi pilihan yang paling masuk akal.
Pada 2000, KBR68H mulai menerapkan teknologi satelit dalam penyebaran informasi radio. KBR68H mendapat kanal di saluran Satelit Palapa C2 yang belum terpakai. Radio-radio yang berminat mendapatkan informasi dari KBR68H cukup menggunakan antena parabola dan peralatan penerima. Cara semacam ini juga dipakai radio-radio asing seperti VOA, BBC, Radio Nederland dan Deutsche Welle. Hanya saja KBR68H menggunakan satelit domestik.
Perusahaan
Pada awalnya KBR68H dikelola di bawah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Institut Studi Arus Informasi (ISAI). Kantor berita KBR68H merupakan satu unit kegiatan LSM yang aktif untuk meningkatkan kualitas jurnalisme dan lancarnya arus informasi di Indonesia. Kegiatan operasional KBR68H awalya mengandalkan bantuan dari lembaga donor seperti Media Development Loan Fund, The Asia Foundation, Open Society Institute, Free Voice, dan Kedutaan Besar Belanda.
Selanjutnya, ISAI membentuk perusahaan untuk mengelola secara mandiri KBR68H, karena jumlah staf KBR68H terus bertambah dan biaya operasional terus membengkak. Perusahaan ini diberi nama PT Media Lintas Inti Nusantara (Melin). Saham perusahaan dimiliki Koperasi Utan Kayu (36 persen), Yayasan ISAI 24 persen, dan 40 persen dijual kepada lembaga dan individu. Komisaris Utama PT Melin dipercayakan pada Goenawan Mohammad.
Asia Calling
Sejak 2003, KBR68H memproduksi program Asia Calling, yang menyajikan informasi-informasi terkini dari kawasan regional Asia dalam dwibahasa, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Hingga 2013, Asia Calling merupakan satu-satunya program radio di Indonesia yang mengangkat isu-isu kawasan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, keberagaman budaya dan lain-lain. Sekitar 30 koresponden menyajikan liputan program-program pemerintah yang mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak. Pada Juni 2013, Asia Calling diterjemahkan ke dalam 10 bahasa di Asia dan disiarkan di 321 stasiun radio di kawasan Asia. Laporan Asia Calling memenangkan sejumlah penghargaan jurnalistik. Pada 2009, koresponden Asia Calling di Beijing Cina, Elise Potaka memenangkan penghargaan kedua dalam Asia Pacific Environmental Journalism Award, melalui tulisannya yang berjudul "The Murky World of Coal Mining in China" (Suramnya Dunia Pertambangan Batubara di Cina).[1]
Penghargaan
Penghargaan Lembaga
- 2003, The Tech Museum Award, atas perannya membuka akses informasi untuk masyarakat luas, dengan menggunakan perkembangan teknologi.
- 2003, penghargaan dari Gateway Foundation, Jerman.
- 2004, penghargaan dari Gateway Foundation, Jerman.
- 2009, King Baudouin International Development Prize, dari Kerajaan Belgia, atas usahanya memajukan taraf hidup masyarakat melalui penguatan demokrasi, pengembangan toleransi dan partisipasi aktif masyarakat dengan cara memproduksi dan menyebarkan informasi berkualitas lewat radio jaringan di daerah. [2]
Penghargaan Karya Jurnalistik
- 2009, Penghargaan juara dua, dari Forum Wartawan Lingkungan se-Asia Pasifik, APEFJ kepada kontributor KBR68H di China untuk program Asia Calling, Elise Potaka. [3]
- 2013, Reporter Irvan Imamsyah meraih penghargaan Anugerah Adinegoro 2012, untuk laporan berjudul "Petaka Tambang Pasir di Tasik Selatan." [4]
- 2013, Reporter Yudi Rahman meraih Juara I kategori Radio dalam Apresiasi Jurnalistik Jakarta, yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen AJI Jakarta. Laporannya berjudul berjudul "Bidan Bergaji Rp 15 Ribu". [5]
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) KBR68H
- (Indonesia) PortalKBR
- (Indonesia)(Inggris) Program KBR68H Asia Calling