Anamnesis adalah salah satu bagian pada liturgi Perjamuan Kudus atau Ekaristi yang berisi penghadiran kembali peristiwa masa silam ke dalam masa kini sedemikan rupa, sehingga umat yang merayakan Ekaristi dapat mengalami secara nyata peristiwa masa silam tersebut.[1] Kata anamnesis sendiri berasal dari Bahasa Yunani, ἀνάμνησιν yang berarti peringatan atau kenangan. Kata anamnesis juga biasa diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin dengan kata memoria atau dalam bahasa Indonesia disebut memori.[2] Kata ini diambil dari perkataan Yesus Kristus pada waktu Perjamuan Terakhir pada saat menetapkan Perjamuan Kudus, sebagaimana yang dicatat di Injil Lukas:

Perayaan Ekaristi di Gereja Katolik
Lalu Ia (Yesus) mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku."[3]

Juga dicatat dalam Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus:

Dan sesudah itu Ia (Yesus) mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!"[4]

Anamnesis bukan sekadar menunjukkan mengingat-ingat secara intelektual atau pikiran belaka.[2] Tetapi lebih daripada itu, anamnesis menunjukkan tindakan yang menghadirkan Allah sendiri di tengah-tengah jemaat yang berdoa dan merayakan Ekaristi.[2] Dengan melakukan anamnesis, gereja telah memenuhi amanat Yesus Kristus yang disampaikan melalui perantaraan para rasul, yakni "Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!"[1] Karena itu, gereja melakukan pengenangan akan Kristus, terutama sengsara den kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan kenaikan-Nya ke surga.[1] Dengan mengenangkan karya penyelamtan Allah, orang Kristen sekarang mengalami juga tindakan penyelamatan Allah dalam Kristus, melalui perantaraan Roh Kudus.[2]

Referensi

  1. ^ a b c Frans Sugiyono. 2010. Mencintai liturgi. Yogyakarta: Kanisius.
  2. ^ a b c d E. Martasudjita. 2005. Ekaristi : Tinjauan Teologis,Liturgi, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.
  3. ^ Lukas 22:19
  4. ^ 1 Korintus 11:24–25