Rukiah (Islam)
Ruqyah atau Rukyah (Arab: الرقیہ, Inggris: exorcism) adalah metode penyembuhan dengan cara membacakan sesuatu pada orang yang sakit akibat dari ‘ain (mata hasad), sengatan hewan, sihir, racun, rasa sakit, sedih, gila, kerasukan, gangguan jin, dan lainnya.
Pembagian Ruqyah
Dalam syariat Islam dikenal dua macam ruqyah, yaitu Ruqyah Syar'iyah dan Ruqyah Syirkiyah. Ruqyah Syariyah yaitu Rukyah yang benar menurut syariat Islam diantaranya dengan cara membacakan ayat Al-Qur'an, sebagaimana diantara nama surat Al-Fatihah adalah Ar-Ruqyah, meminta perlindungan kepada Allah, zikir dan doa dengan maksud menyembuhkan sakit[1]. Sedangkan Ruqyah Syirkiyah adalah yang biasa dipraktekkan para dukun. Ruqyah di kalangan para dukun dikenal dengan istilah jampi-jampi.
Batasan Ruqyah
Ruqyah yang syar’i memiliki beberapa ketentuannya tertentu. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut maka ruqyah tersebut tidak syar'i, yakni serupa dengan jampi-jampi yang dilakukan oleh para dukun. Kriteria ruqyah yang syar’i (yang sesuai syariat Islam) dijelaskan berikut ini:
- Bacaan ruqyah dengan menggunakan ayat Al Qur’an, do’a yang syar’i atau yang tidak bertentangan dengan do’a yang dituntunkan.
- Menggunakan bahasa Arab kecuali jika tidak mampu menggunakannya.
- Tidak bergantung pada ruqyah karena ruqyah hanyalah sebab yang dapat berpengaruh atau tidak.
- Isi ruqyah jelas maknanya.
- Tidak mengandung do’a atau permintaan kepada selain Allah (semisal kepada jin dan setan, pen).
- Tidak mengandung ungkapan yang diharamkan seperti celaan.
- Tidak menyaratkan orang yang diruqyah mesti dalam kondisi yang aneh seperti harus dalam keadaan junub, harus berada di kuburan, atau mesti dalam keadaan bernajis. [2].
Sebagaimana dinukil dari Fathul Majid, Imam As-Suyuthi berkata, “Ruqyah itu dibolehkan jika memenuhi tiga syarat: Bacaan ruqyah dengan menggunakan ayat Al Qur’an atau nama dan sifat Allah. Menggunakan bahasa Arab atau kalimat yang mempunyai makna (diketahui artinya). Harus yakin bahwa ruqyah dapat berpengaruh dengan izin Allah, bukan dari zat ruqyah itu sendiri.”
Dari kriteria-kriteria di atas dijadikan tolok ukur untuk dapat mengkategorikan mana praktek ruqyah yang benar dan mana yang menyimpang. Jika si pelaku menggunakan mantera-mantera yang tidak jelas maknanya, menggunakan do’a yang tidak dipahami, atau menyembuhkan dengan jalan memindahkan penyakit yang diderita ke hewan, maka hal seperti ini dikategorikan sebagai tindak perdukunan. Lebih terlarang lagi apabila di dalamnya menggunakan jampi-jampi yang jelas-jelas mengandung kesyirikan, meminta tolong pada jin, atau meminta agar kita menyembelih hewan tertentu untuk jin. Yang seperti ini jelas syirik. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ “Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan pelet adalah syirik” (HR. Abu Daud no. 3883, Ibnu Majah no. 3530 dan Ahmad 1: 381)
. Hadits ini menunjukkan akan adanya jampi-jampi atau mantera-mantera yang mengandung kesyirikan.
Penerapan
Disebutkan dalam suatu hadits bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah disihir orang, sehingga Malaikat Jibril datang dan mengajarkan ruqyah kepada beliau dengan cara membaca Al-Muawwizat sehingga hilanglah pengaruh sihir tersebut. Ibnu Hajar Al Asqolani menyatakan bahawa; “Yang dimaksudkan dengan ‘Al-Muawwizat’ adalah surah Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas.”[3]
Rujukan
- ^ http://www.assimalhakeem.net/node/5883
- ^ Fatawal ‘Ulama fii ‘Ilaajus Sihr wal Mass wal ‘Ain wal Jaan, hal. 310
- ^ Fathul Bari 9/62