A. PENDAHULUAN
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil mengubah pola pikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu bergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang bergantung pada rasio. Kejadian alam, seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan dan bumi berada pada garis yang sejajar, sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
Pada perkembangannya, para filsuf berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini, ada semacam kekhawatiran yang muncul di kalangan ilmuwan dan filsuf, termasuk juga kalangan agamawan, bahwa kemajuan iptek dapat mengancam eksistensi umat manusia, bahkan alam dan beserta isinya, seperti pemanasan global.
Para filsuf melihat ancaman tersebut muncul lantaran pengembangan iptek berjalan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofisnya seperti landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi, yang cenderung berjalan sendiri-sendiri. Untuk memahami gerak perkembangan iptek yang sedemikian itulah, maka kehadiran filsafat ilmu sebagai upaya meletakkan kembali peran dan fungsi iptek sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan konsekuen terhadap kebahagian umat mananusia. Inilah beberapa pokok bahasan utama dalam pengenalan terhadap filsafat ilmu, disamping pengertian dan objek filsafat ilmu yang kan dijelaskan terlebih dahulu (Bakhtiar, 2005:XI).
B. PENGERTIAN FILSAFAT
Surajiyo (2009:3) mengatakan bahwa secara etimologi, filsafat yang dalam bahasa Arab falsafah, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy, berasal dari bahasa Yunani: philosophia. Kata philosophia terdiri atas dua kata: philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu (love), dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom).
Secara terminologi, pengertian filsafat dirumuskan sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimiliki para filsuf. Para filsuf telah merumuskan pengertian filsafat sebagai berikut.
1) Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
2) Aristoteles
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
3) Al Farabi
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
4) Rene Descrates
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
5) Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan.
6) Langeveld
Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
7) Hasbullah Bakry
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu (Sudarsono, 1993:11—12).
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang membahas masalah ilmu. Tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh. Jadi, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya (Surajiyo, 2009:45).
C. FUNGSI FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada, mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya, memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia, memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan, menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Ismaun (2001:10) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofi dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
D. OBJEK FILSAFAT ILMU
Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat ilmu adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika (Bakhtiar, 2005:1). Objek formal filsafat ilmu, yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot. Contoh : objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya (Surajiyo, 2009:9).
E. CABANG FILSAFAT ILMU
Menurut Suriasumantri (2000:32), pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat ini bertambah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini pengertian dari cabang-cabang filsafat yang utama.
Metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Metafisika mem-bicarakan sesuatu di sebalik yang tampak. Dengan belajar metafisika orang justru akan mengenal akan Tuhannya, dan mengetahui berbagai macam aliran yang ada dalam metafisika. Persoalan-persoalan metafisis dibedakan menjadi tiga yaitu persoalan ontologi, persoalan kosmologi, dan persoalan antropologi. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan. Logika adalah cabang filsafat yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Objek dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan sehat. Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik-buruk. Objek material etika adalah perbuatan atau tingkah laku manusia secara sadar dan bebas. Estetika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan (Surajiyo, 2009:22—23) . Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu. Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing‑masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologi akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal, akal budi, pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologi beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan intersubjektif.
Akslologi llmu meliputi nilal‑nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu kegiatan yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
F. ALIRAN FILSAFAT ILMU
Menurut Praja (2003:91—189) ada 10 aliran dalam filsafat ilmu, yaitu.
1. Rasionalisme
Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang sangat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Aliran Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini, hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (rasio) untuk menemukan kebenaran.
Tokoh-tokoh aliran rasionalisme, antara lain: Rene Descartes (1596 -1650), Nicholas Malerbranche (1638 -1775), B. De Spinoza (1632 -1677 M), G.W.Leibniz (1946-1716), Christian Wolff (1679 -1754) dan Blaise Pascal (1623 -1662 M).
2. Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu emperia yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu, empirisme dinisbatkan kepada paham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Pada dasarnya empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Sebaliknya empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Tokoh-tokoh aliran empirisme, antara lain: Francis Bacon (1210 -1292), Thomas Hobbes ( 1588 -1679), John Locke ( 1632 -1704), George Berkeley ( 1665 -1753), David Hume ( 1711 -1776), dan Roger Bacon ( 1214 -1294).
3. Kritisisme
Kritisisme merupakan aliran filsafat yang menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda corak dengan rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Kritisisme menjebatani pandangan rasionalisme dan empirisme, yang intinya ilmu pengetahuannya berasal dari rasio dan pengalaman manusia. Tokoh aliran kritisisme, yaitu: Immanuel Kant (1724-1804).
4. Idealisme
Idealisme adalah aliran filsafat yang menganggap bahwa realitas ini terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah produk sampingan. Dengan demikian, idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya sebagai sebuah mesin besar yang harus ditafsirkan sebagai materi, mekanisme atau kekuatan saja. Alam, bagi idealis mempunyai arti dan maksud dalam perkembangan manusia. Oleh karena itulah, manusia merasa ada dalam rumahnya dalam alam.
Tokoh-tokoh aliran idealisme, antara lain: Plato (477 -347 Sb.M), B. Spinoza (1632 -1677), Liebniz (1685 -1753), Berkeley (1685 -1753), J. Fichte (1762 -1814), F. Schelling (1755 -1854) dan G. Hegel (1770 -1831).
5. Positivisme
Positivisme berasal dari kata “positif”, yang artinya dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan tidak boleh melebihi fakta. Positivisme hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Positivisme berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme. Hanya saja, positivisme mengandalkan fakta-fakta belaka bukan berdasarkan pengalaman, seperti empirisme. Tokoh aliran positivisme, antara lain: Auguste Comte (1798-1857).
6. Naturalisme
Naturalisme merupakan paham yang berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung pesimistik. Tokoh aliran naturalisme antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M).
7. Materialisme
Materialisme merupakan aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktor yang menyebabkannya adalah orang merasa dengan faham materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, faham materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
Tokoh-tokoh aliran materalisme, antara lain: Anaximenes ( 585 -528), Anaximandros ( 610 -545 SM), Thales ( 625 -545 SM), Demokritos (kl.460 -545 SM), Thomas Hobbes (1588 -1679), Lamettrie (1709 -1715), Feuerbach (1804 -1877), H. Spencer (1820 -1903), dan Karl Marx (1818 -1883).
8. Intusionalisme
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan. Tokoh aliran intusionalisme, antara lain: Plotinos (205 -270) dan Henri Bergson (1859 -1994).
9. Fenomenalisme
Secara harfiah, fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung.
Tokoh-tokoh aliran fenomenalisme, antara lain: Edmund Husserl (1859 -1938), Max Scheler (1874 -1928), Hartman (1882 -1950), Martin Heidegger (1889 -1976), Maurice Merleau-Ponty (1908 -1961), Jean Paul Sartre (1905 -1980), dan Soren Kierkegaard (1813 -1855).
10. Sekularisme
Sekularisme merupakan suatu proses pembebasan manusia dalam berpikirnya dan dalam berbagai aspek kebudayaan dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika, sehingga bersifat duniawi belaka. Sekularisme bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci dan hari kemudian. Tokoh aliran sekularisme adalah George Jacob Holyoake (1817-1906).
G. PENUTUP
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang membahas masalah ilmu. Tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh. Jadi, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofi dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Filsafat ilmu memiliki dua objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, sedangkan objek formal adalah metode untuk memahami objek material tersebut.
Cabang filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Aliran filsafat ilmu ada 10 aliran, di antaranya: rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, positivisme, naturalism, materalisme, intusionalisme, fenomenalisme, dan sekularisme.