Maulana Rahmat Ali
Maulana Rahmat Ali (1893-1958), adalah seorang Muballigh Ahmadiyah pertama yang diutus ke Indonesia oleh Khalifatul Ahmadiyah dari Qadian, Khalifatul Masih II Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad.[1] Selain sebagai muballigh, beliau juga dikalangan Ahmadiyah memiliki kedudukan istimewa sebagai salah seorang dari sahabat-sahabat Imam Mahdi Masih Mau'ud as. Hz.Mirza Ghulam Ahmad as..
Riwayat hidup
Dilahirkan pada tahun 1893. Setelah lulus sebagai pelajar generasi pertama dari Madrasah Ahmadiyah di Qadian pada tahun 1917 menjadi guru Bahasa Arab dan Agama pada Ta'limul Islam High School di Qadian. Tahun 1924 dipindahkan ke Departemen Tabligh (Nizarat Da'wat Tabligh). Dari bulan Juli 1925 sampai Mei 1950 bertugas sebagai mubaligh di Indonesia. Beberapa tahun ditugaskan sebagai mubaligh di pakistan Timur. Tanggal 31 Agustus 1958 wafat di Rabwah.[2]
Massa-masa tugas di indonesia
Atas undangan pelajar-pelajar indonesia yang sedang belajar di Qadian,[3] tepatnya pada tanggal 2 Oktober 1925, beliau tiba pertama kali di Tapaktuan, Aceh. Di latar belakangi kepercayaan akan datanganya Imam Mahdi, dan surat yang sering dikirimkan para pelajar Indonesia di Qadian agar apabila utusan pertama dari Imam Mahdi datang supaya diterima baik-baik, tibanya Maulana Rahmat Ali ra. di pantai Tapaktuan disambut oleh ratusan penduduk yang menunggu kedatangan utusan Imam Mahdi. Diantara mereka ada yang menerima dan masuk menjadi pengikut Ahmadiyah. Selaku juru bahasa dalam bahasa Arab pada waktu itu adalah seorang pemuda bernama Abdul Wahid, yang kemudian hari pemuda tersebut belajar ke Qadian dan mewakafkan hidupnya menjadi Mubaligh Ahmadiyah.[4]
Tidak lama kemudian Maulana Rahmat Ali ra. berangkat menuju Padang, ibukota Sumatra Barat. Di Padang, titik balik terjadi, banyak kaum intelektual, ulama Islam dan tokoh-tokoh masuk ke dalam Ahmadiyah, demikian pula orang-orang biasa. Dan di Padang-lah pada tahun 1926 Ahmadiyah secara resmi berdiri sebagai suatu jemaat atau organisasi di Indonesia. Pada tahun 1931 Maulana Rahmat Ali ra. berangkat menuju Jakarta, ibukota Indonesia. Dan perkembangan Ahmadiyah semakin cepat, banyak kaum intelektual, orang terpelajar, tokoh-tokoh terkenal dan masyarakat ningrat masuk ke dalam Ahmadiyah.[5]. Di kota Jakarta pula, tepatnya di masa perjuangan kemerdekaan RI beberapa tokoh perjuangan seperti Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, dan Tan Malaka pernah mendatangi Maulana Rahmat Ali H. A. O. T. untuk mendiskusikan berbagai hal di antaranya mengenai Islam, Nasionalisme dan Tatanan Dunia Baru. Juga di masa lalu Haji Agus Salim sering merekomendasikan orang-orang yang ingin mendalami Islam agar datang ke mesjid Gang Gerobak. Disebut mesjid Gang Gerobak, karena di masa itu gang di mana mesjid ini berada selalu penuh dengan berbagai macam gerobak. tempat itu sekarang dikenal dengan alamat Jalan Balikpapan I/10.[6]
Rujukan
- ^ http://www.alislam.org/indonesia/75thJAI.html
- ^ Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), h.19
- ^ http://www.alislam.org/indonesia/75thJAI.html
- ^ Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), h.21
- ^ Subjek "Ahmadiyah Sebuah titik yg dilupakan", Diskusi Sdr. Nadri Saaduddin [1]
- ^ http://www.ahmadiyya.or.id/page/index.php/file_download/82