Abimanyu

Tokoh dalam wiracarita Mahabharata

Abimanyu (Sansekerta: अभिमन्यु, abhimanyu), adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah raja Hastina dan putra Arjuna dari istrinya Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyulah yang akan meneruskan Yudistira. Ia dalam wiracarita Mahabharata dianggap seorang pahlawan yang tragis. Sebagai ksatria termuda dari kubu Pandawa (menurut kisah baru 16 tahun), ia tewas dalam pertempuran di perang besar Bharatayuddha. Abimanyu adalah ayah dari Parikesit yang lahir setelah ia tewas.


Abimanyu dalam pewayangan Jawa

Berkas:Abimanyu.jpg
Raden Abimanyu dalam bentuk wayang kulit Jawa

Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokong penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.

Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus raja raja Hastina.

Abimanyu dikenal pula dengan nama : Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima satria Pandawa dengan Dewi Sumbadra, putri Prabu Basudewa, raja Negara Mandura dengan Dewi Badrahini. Ia mempunyaai 13 orang saudara lain ibu, yaitu : Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada.

Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mempunyai daya : mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.

Abimanyu mempunyai sifat dan perwatakan; halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa.

Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang isteri, yaitu : 1. Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi, dan 2. Dewi Uttari, putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit.

Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuda setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu ksatria dari Pihak Pandawa yang berada dimedan laga dan menguasai gelar strategi perang hanya 3 orang yakni Werkodara, Arjuna dan Abimanyu. Gathotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Wrekudara dan Arjuna dipancing oleh satria dari pihak Kurawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.

Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur gelar perang, dia maju sendiri ketengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi Chakra Vyuha, formasi mematikan yakni menyerbu musuh dari berbagai penjuru dan mengurungnya dalam sebuah lingkaran sepasukan bersenjata. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Kurawa menghujani senjata ketubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya "arang kranjang" (banyak sekali) dan Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata ditubuhnya) sebagai risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuda, padahal ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.

Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putra mahkota Astina (Lesmono Mondrokumoro) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh 4 prajurit lainnya, pada saat itu pihak kurawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai Glinggang/Galih Asem milik Jayadrata, satria Banakeling.



Kembali ke: