Pancakumara

Tokoh Mahabharata
Revisi sejak 5 Mei 2007 04.55 oleh M. Adiputra (bicara | kontrib) (tambah isi)

Pancawala atau Pancakumara merupakan sebutan yang merujuk kepada lima putera Pancapandawa. Pancakumara berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni berakar dari dua kata: “Pañca” dan “Kumara”. “Pañca” berarti lima dan “Kumara” berarti putera. Kelima putera tersebut merupakan hasil hubungan Dewi Dropadi dengan kelima orang Pandawa.

Bagian-bagian Pancakumara

  1. Pratiwinda (putera Dropadi dengan Yudistira)
  2. Sutasoma (putera Dropadi dengan Bhima)
  3. Srutakirti (putera Dropadi dengan Arjuna)
  4. Satanika (putera Dropadi dengan Nakula)
  5. Srutakama (putera Dropadi dengan Sahadewa)

Pancakumara dalam Kitab Mahābhārata

Dalam kitab Mahābhārata diceritakan, sebelum Duryodana gugur pada akhir hari kedelapanbelas, ia masih sekarat dan meminta agar Aswatama, Kripa, dan Kretawarma mempersembahkan kepala kelima putera Pandawa agar ia dapat meninggal dengan tenang. Ketiga ksatria tersebut menuruti perintah tersebut lalu membunuh kelima putera Pandawa (Pancakumara) pada saat mereka tidur di kemah. Namun tidak hanya Pancakumara yang dibunuh, ksatria lain seperti Srikandi dan Drestadyumna juga dibunuh dalam keadaan tidur.

Pancawala dalam budaya Jawa

Pancawala adalah putra Yudistira dengan Drupadi dalam kisah Mahabharata. Tidak banyak kisah yang melibatkan tokoh ini. Selamat sampai perang Bharatayuddha berakhir, Pancawala justru dibunuh saat tidur oleh Aswatama, putra Resi Drona, yang menyerang melakukan pembantaian di perkemahan Pandawa di malam hari.

Istri Pancawala adalah Pergiwati, putri Arjuna dan saudari kembar Pergiwa, istri Gatotkaca.

Akulturasi budaya

Menurut Mulyono dalam artikelnya berjudul “Dewi Dropadi:Antara kitab Mahabharata dan Pewayangan Jawa”, ia menyatakan bahwa terjadinya perbedaan cerita antara kitab Mahābhārata dengan cerita dalam pewayangan Jawa karena pengaruh perkembangan agama Islam di tanah Jawa[1]. Setelah Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu runtuh, munculah Kerajaan Demak yang bercorak Islam. Pada masa itu, segala sesuatu harus disesuaikan dengan hukum agama Islam. Pertunjukan wayang yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat, tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan ajaran Islam.

Menurut hukum Islam, seorang wanita tidak boleh memiliki suami lebih dari satu. Maka dari itu, cerita Dewi Dropadi dalam kitab Mahābhārata versi asli yang bercorak Hindu menyalahi hukum Islam. Untuk mengantisipasinya, para pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar sesuai dengan ajaran Islam. Pancakumara yang sebenarnya merupakan lima putera Pandawa pun diubah menjadi seorang tokoh yang merupakan putera Yudistira saja.

Catatan dan referensi

  1. ^ ”Dewi Dropadi:Antara kitab Mahabharata dan Pewayangan Jawa”. Artikel dalam Warta Hindu Dharma No.290 edisi Juli 1991

Pranala luar