Komite Nasional Indonesia Pusat

bekas badan pembantu presiden

Komite Nasional Indonesia Pusat (sering disingkat dengan KNIP) dibentuk berdasarkan Pasal IV, Aturan Peralihan, Undang-Undang Dasar 1945 dan dilantik serta mulai bertugas sejak tanggal 29 Agustus 1945 sampai dengan Februari 1950.[1] KNIP merupakan Badan Pembantu Presiden, yang keanggotaannya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah-daerah termasuk mantan Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.[2]

KNIP ini diakui sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia, sehingga tanggal pembentukannya diresmikan menjadi Hari Jadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.[1]

Pimpinan dan anggota

Anggota KNIP terdiri dari 137 orang, dimana yang bertindak sebagai pimpinan adalah:[1][2]

Badan Pekerja

Berhubung dengan keadaan dalam negeri yang genting, pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh satu Badan Pekerja, yang keanggotaannya dipilih dikalangan anggota, dan bertanggung jawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) dibentuk tanggal 16 Oktober 1945 yang diketuai oleh Sutan Sjahrir dan penulis oleh Amir Sjariffoedin Harahap dan beranggotakan 28 orang.[3][4]

Pada tanggal 14 November 1945, Sutan Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri, sehingga ketua BP-KNIP diketuai oleh Soepeno dan penulis dr. Abdul Halim. Kemudian pada tanggal 28 Januari 1948, Soepeno diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan Pemuda pada Kabinet Hatta I, sehingga ketua adalah Mr. Assaat Datu Mudo, dan penulis tetap dr. Abdul Halim.

Pada tanggal 21 Januari 1950, Mr. Assaat diangkat menjadi Acting Presiden Republik Indonesia dan dr. Abdul Halim diangkat menjadi Perdana Menteri, serta sebagian besar anggauta BP-KNIP diangkat menjadi Menteri dalam Kabinet Halim tsb.

BP-KNIP tidak punya kantor tetap, waktu di Jakarta di Jl Pejambon dan Jl. Cilacap (1945), di Cirebon di Grand Hotel Reberrink (1946), waktu Purworejo di Grand Hotel Van Laar (1947), dan waktu Yogyakarta di Gedung Perwakilan Malioboro (1948-1950).

Para anggauta BP-KNIP tercatat antara lain: Soepeno, Mr. Assaat Datuk Mudo, dr. Abdul Halim, Tan Leng Djie, Soegondo Djojopoespito, Soebadio Sastrosatomo, Soesilowati, Adam Malik, Soekarni, Sarmidi Mangunsarkoro, Nyoto, Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo, Hoetomo Soepardan, Mr. A.M. Tamboenan, Mr. I Gusti Pudja, Tadjudin Sutan Makmur, Mr. Mohamad Daljono, Mr. Prawoto Mangkusasmito, I.J. Kasimo, Mr. Kasman Singodimedjo, Hamdani, dll.

Maklumat Wakil Presiden

Atas usulan KNIP, dalam sidangnya pada tanggal 16-17 Oktober 1945 di Balai Muslimin, Jakarta[3], diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (dibaca : eks) Tanggal 16 Oktober 1945, yang dalam diktumnya berbunyi:[2]

Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta pekerjaan Komite Nasional Indonesia Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat.

Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.[2]

Sidang-sidang

KNIP telah mengadakan sidang-sidang di antaranya adalah:[1]

Referensi

Sumber

Lihat pula