R. Iskak
R. Iskak (R = Raden - yang akhirnya diubah menjadi Robert) lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Mei 1912 dari bapak Soemawi dan Ibu Sundari. Beragama Katolik. Wafat 21 Juni pada tahun 2002 di Jakarta pada umur 90 tahun. Pendidikan terakhir adalah pendidikan Kepala Sekolah di Nederland dengan gelar Hoofd Akte. Dia sempat menjadi anggauta kesebelasan sepak bola nasional Nederland. Untuk membiayai pendidikan Hoofd Akte dia bernyanyi di radio Hilversum dan main biola (R.Iskak dengan "berani" berlayar ke Nederland untuk studi tanpa sponsor).
Di Nederland Bob (panggilan singkatan dari Robert) bertemu Alida van de Kuinder (lihat [1]), jatuh cinta dan menikahinya pada tahun 1938. Iskak dan Alida dikaruniai 4 anak, yang mana semua anaknya ia libatkan dalam perfilman, paling tidak sebagai aktor / aktris. Nama anak-anaknya adalah Boy Iskak, Indriati Iskak, Alice Iskak dan Irwan Iskak.
Sesudah kembali dari Nederland, pak Iskak (demikian julukannya) mulai karirnya sebagai guru di Bogor dan akhirnya di Surabaya. Terakhir adalah sebagai guru Olah Raga dan Menyanyi. Murid-muridnya kini sudah menjadi orang penting di masyarakat seperti Bapak Jendr. Try Sutrisno, Bpk Laks. Soedomo dlsb.
Beliau memiliki hobby kental di bidang foto, sinematografi, film dan penyutradaraan film (lihat situs: http://www.citwf.com/person159072.htm).
Film-film yang beliau buat adalah: "Jantung Hati, Roda Revolusi, Masih Ada Hari Esok, Penyelundup," dll. Beliau juga turut berperan dalam pengembangan skenario film "Juara Sepatu Roda" dan "Linda" yang disutradarai oleh Wim Umboh.
Yang juga menjadi khas dari pak Iskak adalah pengalamannya sebagai Kapten Angkatan Laut di dinas Penerangan (OPH) dimana dia sempat merintis pasukan KATAK (lihat situs: http://wiki-indonesia.club/wiki/Komando_Pasukan_Katak bag Sejarah dan situs: http://en.allexperts.com/e/k/ko/kopaska.htm), atau disebut juga Bapak Kopaska.
Di AL beliau bisa mengexpresikan karya seninya di bidang perfilman dengan membuat film "Penyelundup" dengan bintang kawakan Alcaff, Rendra Karno dan Risa Umami. Era pak Iskak di Angkatan Laut cukup mengesankan, karena persahabatan yang dijalinnya dengan tokoh-tokoh di AL seperti Laks. Martadinata, Maris, Iman Sutopo, Hoenholtz, Ruggebrecht, Rosenouw, Laks. Subono, dlsb.
Bakat lainnya yang juga mendapat tempat di negara Republik Indonesia adalah bhakti karyanya menggubah lagu. Lagunya yang paling terkenal adalah "Tanah Airku" yang selalu dikumandangkan pada acara perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Augustusan hingga kini. Lagu gubahannya yang lain adalah "Pemuda", "Pantai Genjeran", "Tunjungan". Gubahan-gubahannya menggambarkan semangat patriotiknya di era perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia (pra dan pasca).
Pada era perjuangan ini, di clash ke 2 Yogya, pak Iskak ditangkap bersama istri (Alida) dan anak, dimasukkan ke penjara Wirogunan di Yogya oleh penjajah Belanda, kemudian dipindahkan ke Surabaya dengan ancaman hukuman mati (total sekitar 8 bulan di penjara). Sebelum itu beliau sempat ditangkap oleh Westerling di Kaliurang, juga diancam hukuman mati, namun akhirnya pada hari yang sama dia dibebaskan karena tuduhan tidak tebukti (membunuh) - beliau hanya guru.
Dari Angkatan Laut beliau pindah menjadi direktur PFN sampai pensiun.
Masa pensiun ia baktikan diri dengan mengajar Tenaga Kerja Indonesia (TKW / TKI) dan mengajar seni acting.
Mengingat mottonya adalah kejujuran, pak Iskak tidak pernah kaya dan hidup di kampung condet secara sangat sederhana sampai akhir hayatnya.