A kara

Revisi sejak 14 November 2013 13.12 oleh Marcus Cyron (bicara | kontrib) (File renamed: File:Bali A-Kara Dirgha.pngFile:Bali vowel A kara-tedung.png File renaming criterion #6: Harmonize file names of a set of images (so that only one part of all names differs) to ...)

A atau A kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /a/, sama halnya seperti aksara (A) dalam aksara Dewanagari, huruf A dalam alfabet Latin, atau huruf alfa (α) dalam alfabet Yunani.

A kara
Aksara Bali
Huruf LatinA
IASTA
Fonem[a], [ə][1]
UnicodeU+1B05 , U+
Warga aksarakanthya

Bentuk

Huruf A dalam aksara Brahmi telah menurunkan aksara Pallawa dan Dewanagari dan bentuknya telah mengalami perubahan. A kara dalam aksara Bali merupakan keturunannya. Aksara Jawa juga memiliki kekerabatan yang dekat dengannya, dan dapat dilihat dari kemiripan bentuknya.

Aksara Brahmi Aksara Dewanagari Aksara Grantha
(Pallawa)
Aksara Jawa Aksara Bali
A pendek
 
 
 
 
 
A panjang
 
 
 
 
 

A kara dirgha

A kara dirga
 
Aksara Bali
Huruf LatinA
IASTĀ
Fonem[aː], [ɑ]
UnicodeU+1B06 , U+
Warga aksarakanthya

A kara yang melambangkan bunyi /a/ panjang (/ɑː/[2]) disebut A kara dirgha (secara harfiah, dirgha berarti panjang). Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan A kara biasa (A kara hrasua atau A kara berbunyi pendek). Bila A kara dirgha dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis Ā menurut IAST.

Di masa kini, pengucapan suara /ɑː/ dengan /a/ dalam bahasa Bali sudah jarang dibedakan lagi. Dengan kata lain, pengucapannya disamakan, seolah-olah suara panjang dan pendek tidak ada bedanya.[3] Misalnya kata "aagama" diucapkan "agama", kata "aaksara" diucapkan "aksara", dll. Namun apabila menulis lontar, kidung, dan mantra-mantra, aturan mengenai suara panjang dan pendek masih tetap diperhatikan, dan pada saat itulah A kara dirgha digunakan.

Penggunaan

 
Ang kara, A kara yang dibubuhi ulu candra.

A kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[4] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Contoh kata dalam bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali, yaitu: Arjuna (dari bahasa Sanskerta: Arjuna), aksara (dari bahasa Sanskerta: ākshara), agama (dari bahasa Sanskerta: āgama), arta (dari bahasa Sanskerta: artha), dan lain-lain. Kata-kata tersebut layak ditulis memakai A kara. Selain itu, A kara hanya digunakan sebagai huruf awal suatu kata, jadi hanya boleh ditulis pada awal kata.

A kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contohnya antara lain: amah, aba, apang, ajum, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara "ha" yang dapat melambangkan dua bunyi, yaitu /h/ dan /ə/, tergantung kata apa yang ditulis.

A kara tidak memiliki gantungan huruf. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai gantungan aksara Ha.

A kara yang dibubuhi oleh tanda ulu candra dianggap aksara suci bagi Dewa Brahma oleh penganut agama Hindu di Bali. A kara yang dibubuhi ulu candra tersebut dibaca "Ang". Kombinasi antara A kara (Ang) dengan U (Ung) dan M (Mang) menghasilkan simbol Aum atau Om, simbol yang dikeramatkan oleh umat Hindu.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ अ dibaca /ə/ dalam bahasa Sanskerta.
  2. ^ Lihat artikel IAST.
  3. ^ Tinggen, hal. 7.
  4. ^ Tinggen, hal. 11.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha.
  • Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.