Bogem, Kawedanan, Magetan

desa di Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur
Revisi sejak 29 November 2013 10.03 oleh Desa Bogem (bicara | kontrib) (semua)

Bogem adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.

Location East Java, Java, Indonesia, Southeast Asia, Asia Latitide 7° 41' 3.1" (7.6842°) south Longitude 111° 24' 32.8" (111.4091°) east Average elevation 151 meters (495 feet) (http://mapcarta.com/26009314/Map)

Desa Bogem, terletak di Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Desa Bogem, tidak lebih hanya di huni 700 sampai 1000 orang/penduduk. Desa ini memiliki jumlah XI rukun tetangga, yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai, petani, pegawai negeri sipil, guru pengajar dan banyak sekali yang merantau di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Bali dan lain-lain. Beberapa warga desa ada juga yang bekerja di luar negeri. Desa Bogem memiliki berbagai macam kesenian lokal yang selalu di pentaskan ketika memasuki bulan Sura/Suro. Salah satu kesenian rakyat yang selalu dipentaskan setiap datang bulan Sura adalah "Kledekan". Terkadang dimeriahkan juga dengan iring-iringan “Reog” yang mayoritas pemain nya adalah warga asli desa tersebut. Desa ini juga memiliki kesenian karawitan yang seminggu sekali baik pria atau wanita saling berlatih untuk mengasah ilmu kesenian karawitan jawa. Desa ini meiliki acara rutin tahunan yang disebut, “Resik-resik Kebon Desa” yang dilakukan bersama-sama gotong royong semua warga desa. “Gambyong Kledekan” merupakan acara tahunan kesenian rakyat di desa Bogem, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan, provinsi Jawa Timur. Gambyong Kledekan sebuah kesenian rakyat yang sudah turun-temurun selalu diperingati setiap menginjak bulan Sura.

Kesenian Gambyong kledekan merupakan kesenian tradisional rakyat. Biasanya warga gotong-royong saling membantu dalam mempersiapkan acara ini. Sebelum hari H biasanya warga desa bersama-sama membersihkan desa atau biasanya disebut “Resik-resik Deso”. Semua warga bergotong-royong untuk melakukan bersih-bersih desa ini. Bahkan para pemuda maupun anak-anak sangat antusias dalam membantu bersama-sama bersih desa. Dalam kesempatan ini biasanya semua warga bertumpah ruah menjadi satu dan tidak memandang derajat ataupun pangkat. Semua bersama-sama untuk satu tujuan “Guyub Rukun Agawe Santoso”. Biasanya kaum perempuan dalam acara ini memasak bersama di sebuah tanah lapang untuk makan siang para kaum laki-laki yang bekerja seharian bersih-bersih desa. Semua hasil tani dikumpulkan menjadi satu dan dimasak bersama sama dihidangkan dalam porsi yang cukup besar. Biasanya dihidangkan dalam daun pisang memanjang dimana ketika menyantap makan semua terasa keakrabannya satu sama lain. Dalam metode menyantap makanan yang disajikan pun sangat unik. Biasanya dengan sebuah sobekan daun pisang yang dilipat dan dijadikan sendok. Dalam hal ini sangat jelas betapa keakraban sebenarnya yang ingin dicapai masyarakat desa dan setelah seharian lelah bekerja esok harinya akan dihibur dengan kesenian rakyat gambyong kledekan.

Masyarakat desa Bogem dikenal memiliki budaya kesenian tradisional yang khas, unik dan, identitas budayanya itu dianggap sebagai kebersamaan yang hakiki. Dimana semua kegiatan yang menyangkut tentang desa selalu dikerjakan bersama-sama bergotong-royong dan tanpa membedakan derajat disetiap individu. Hal ini bisa dijelaskan bahwa maksud dari puncak kebersamaan ini adalah semua merasakan sama rasa dan sama rata. Umumnya kegiatan ini hanya diadakan setiap satu tahun sekali, dimana hanya dilakukan disaat menginjak bulan Muharram dalam penanggalan Hijryah dan bulan Sura dalam penanggalan bulan Jawa. Acara ini biasanya di gelar di tengah-tengah desa ataupun juga disebut “Punden” dimana tempat ritual yang biasanya dipakai warga desa untuk memberikan sesaji kepada leluhur. Kebisaan ini dipercaya warga desa sebagai penolak bala dan sebagai tradisi untuk meminta hasil panen yang lebih baik disetiap tahunnya. Pada hari H biasanya seluruh warga desa berbondong-bondong datang menuju punden untuk “Selametan”. Kegiatan ini biasanya dilakukan warga setelah sore hari datang dan dengan membawa sebuah makananan yang dibawa di “Tenggok” dan dikumpulkan menjadi satu dengan warga-warga yang lain. Dalam hal ini biasanya “Mbah Modin” selaku sesepuh tentang keagamaan di desa sebagai yang menjadi pemimpin doa dalam acara selametan. Puncak acara setelah semua di doakan makanan biasanya dibagikan kepada warga desa secara bersama-sama untuk dimakan dan terkadang juga dibawa pulang. Setelah acara selametan berlangsung biasanya warga langsung menuju panggung punden untuk melihat acara yang ditunggu-tunggu yaitu, “ Gambyong Kledekan”. Gambyong Kledekan merupakan warisan budaya yang unik dan jarang kita temukan di daerah lain. Gambyong Kledekan masih menjadi tradisi bagi masyarakat desa Bogem, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan, provinsi Jawa Timur untuk menghibur para tamu undangan dalam suatu acara pesta rakyat dan pesta hajatan tertentu. Masyarakat magetan sering menyebut gambyong kledekan dengan istilah “Gambyong Ndeso” karena sesuai dengan keberadaan yang banyak dijumpai di daerah pedesaan. Dengan adanya kesenian rakyat ini bisa menjadi wahana hiburan bagi masyarakat dan bila pemerintah daerah memberi perhatian lebih pada perkembangan kesenian tradisional, mungkin gambyong kledekan akan lebih dikenal masyarakat luas.

Seperti adanya kesenian “Reyog Ponorogo, Barong Bali, atau Barongsai” dari China. Semuanya berawal dari dari sebuah pertunjukan seni tradisional lokal namun bisa dikenal oleh banya lapisan masyarakat luas bahkan samapai mancanegara. Banyak seni tradisional lain yang hampir memiliki kesamaan dengan gambyong seperti di Jawa Barat kita kenal dengan tari Jaipong, di Banyuwangi memiliki kesenian tradisional yang disebut Gandrung dan masih banyak kesenian daerah lain dengan tampilan yang hampir sama dengan nama yang berbeda. Semua perbedaan itu berdasarkan latar belakang daerah tersebut dengan unsur budaya, tradisi, adat istiadat, sejarah, dan malah terkadang juga berdasarkan mitos asal usul suatu tempat yang diyakini oleh lapisan masyarakat tersebut. Gambyong Kledekan mempunyai sudut pandang relatif negatif di mata masyarakat pada umumnya, karena di dalam pertunjukan gambyong kledekan selalu identik dengan adanya minuman keras atau minuman beralkohol yang mewarnai pertunjukan. Seolah-olah sudah menjadi syarat sebuah tradisi bagi penggemar gambyong kledekan. Gambyong kledekan dan minuman keras sulit dipisahkan, bisa diibaratkan seperti sayur tanpa garam, kopi tanpa gula, dan hal-hal macam lainnya yang saling bersangkutan satu sama lain. Kini penilain tentang negatif dan positif tergantung dari sisi mana kita memandangnya, yang jelas gambyong kledekan adalah warisan budaya yang harus kita pertahankan keberadaannya dan wajib kita lestarikan dan uri-uri sebagai kebudayaan jawi. Gambyong Kledekan sering dikenal dengan istilah Tayub atau Cokek dan pada dasarnya gambyong kledekan adalah sebuah seni tradisional warisan budaya murni dari Jawa yang sering di pertunjukan di daerah desa Bogem, kecamatan Kawedanan, kabupaten Magetan.

Pertunjukan gambyong kledekan masih bisa dilihat dalam acara pesta pernikahan, khitanan, dan upacara-upacara tradisional di daerah pedesaan pada umumnya. Gambyong Kledekan menampilkan sebuah tarian yang dimainkan oleh beberapa orang penari yang disebut “Kledek” dan tamu undangan yang dapat kehormatan untuk menari bersama sang penari. Tarian gambyong kledekan diiringi lantunan suara gending dari “Sinden” berpadu dengan suara gamelan alat musik yang disebut seperangkat gong yang ditabuh oleh para “Nayogo” Dalam perkembangan seni gambyong kledekan telah mengalami banyak perubahan mulai dari penari, gending, dan musik pengiringnya. Penari telah bertambah dengan adanya penari-penari liar dari para penonton yang masuk ke arena panggung sehingga membuat pertunjukan gambyong kledekan bak pertunjukan orkes dangdut lesehan dimana seorang penyanyi dikerumuni banyak orang sedang berjoget, bahkan lantunan gending dari gambyong kledekan itu sendiri banyak diambil dari lagu-lagu dangdut populer terbaru. Gambyong kledekan tetap diiring dengan alat musik tradisional yang telah di kolaborasi dengan alat-alat musik modern. Gambyong Kledekan mengandung makna simbolik dan filosofi “Percintaan pasangan remaja yang sedang dimabuk asmara yang penuh dengan suasana sakral dan magis” Gambyong kledekan merupakan warisan seni budaya tradisi dari nenek moyang, kekayaan budaya bangsa yang beragam dan wajib kita jaga dan lestarikan sebagai wujud peduli pada negeri dan citra bangsa. Dengan besarnya kekayaan budaya yang beraneka ragam, sebuah bangsa akan menjadi lebih besar.