Pestisida

bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu
Revisi sejak 12 Desember 2013 09.43 oleh Hysocc (bicara | kontrib)

Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu.[1] Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun.

Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Berdasarkan Konvensi Stockholm mengenai Polutan Organik Persisten, 9 dari 12 senyawa kimia organik berbahaya adalah pestisida.[2][3]

Definisi

Jenis pestisida Sasaran
Herbisida Gulma
Algisida atau Algasida Alga
Avisida Burung
Bakterisida Bakteri
Fungisida Fungi
Insektisida Serangga
Mitisida atau Akarisida Tungau
Molluskisida Siput
Nematisida Nematoda
Rodentisida Rodent
Virusida Virus

FAO mendefinisi pestisa sebagai "zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan selama produksi, pemrosesa, penyimpanan, transprtasi, atau pemasaran bahan pertanian (termasuk hasil hutan, hasil perikanan, dan hasil peternakan).Istilah ini juga mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, merontokkan daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokkan buah, dan sebagainya yang berguna untuk mengendalikan hama dan memitigasi efek dari keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen."[4]

Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan target organisme yang menjadi sasarannya,[3][5] struktur senyawanya bahan bakunya (misal organik, inorganik, sintetis, biopestisida),[6] dan wujud fisiknya serta cara penerapannya (misal fumigasi pada pestisida berwujud gas).[6] Biopestisida mencakup pestisida mikrobiologi dan biokimia.[7] Pestisida berbahan dasar tumbuhan saat ini telah berkembang, yaitu piretrum, rotenon, nikotin, strychnine, dan scillirosida.[8]:15

Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya. Famili senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Famili hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi diklorodifeniletana (DDT), senyawa siklodiena, dan lainnya. Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan syaraf. Tingkat keracunan senyawa ini dapat bervariasi, namun seluruh senyawa organoklorin bersifat persisten dan dapat terakumulasi secara biologi.[8]:239–240 Organofosfat dan karbamat telah menggantikan organoklorin. Keduanya menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang mengirimkan asetilkolin ke jaringan syaraf, mampu menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat secara umum beracun bagi vertebrata.[8]:136–137

Herbisida seperti fenoksi bekerja secara selektif dan hanya mengincar gulma berdaun lebar dan tidak mengincar rerumputan. Fenoksi dan asam benzoat berfungsi mirip seperti hormon pertumbuhan tanaman, dan menumbuhkan sel secara tidak terkendali, sehingga memaksa kerja sistem transportasi tanaman (floem dan xylem) dan merusaknya.[8]:300 Triazin menggnggu fotosintesis.[8]:335 Glifosat yang kini banyak digunakan, belum dikategorikan dalam famili senyawa herbisida manapun.

Pestisida juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme biologisnya dan metode penerapannya. Kebanyakan pestisida bekerja dengan meracnui hama.[9] Pestisida sistemik diserap oleh tanaman dan bergerak di dalam tanaman sehingga meracuni hama yang menghisap nutrisi tanaman. Insektisida dan fungisida bergerak melalui xylem. Insektisida sistemik dapat membahayakan serangga non target, bahkan serangga yang menguntungkan seperti lebah dan polinator lainnya, karena sinsektisida sistmeik juga bergerak dari dalam tubuh tumbuhan ke bunga.

Di tahun 2009, fungisida paldoksin diperkenalkan dan bekerja dengan memanfaatkan senyawa yang dilepaskan oleh tumbuhan, fitoaleksin. Secara alami, fungi melakukan detoksifikasi melawan fitoaleksin. Paldoksin menghambat enzim yang berperan dalam detoksifikasi tersebut. Fungisida ini dipercaya lebih aman.[10]

Pestisida juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kemampuan terurainya (biodegradable dan persisten) yang dapat berlangsung selama beberapa detik hingga tahunan. DDT membutuhkan waktu tahunan untuk terurai di alam, dan akan terakumulasi dalam rantai makanan.[11]

Organofosfat

Pestisida organofosfat mempengaruhi sistem syaraf dengan mengganggu enzim yang mengatur asetilkolin, zat penghantar sinyal syaraf. Ditemukan pada awal abad ke 19, namun efeknya pada serangga dan manusia baru diketahui pada tahun 1932: organofosfat sama berbahayanya bagi serangga dan manusia. Beberapa sangat beracun dan digunakan di Perang Dunia II sebagai senjata. Namun biasanya tidak bersifat persisten di alam.

Karbamat

Sama seperti organofosfat, namun efeknya bersifat reversible dan dapat disembuhkan.

Organoklorin

Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan syaraf. Organoklorin telah dilarang penggunaannya di berbagai negara karena membahayakan lingkungan dan kesehatan serta bersifat sangat persisten.

Piretroid

Dikembangkan sebagai versi sintetik dari senyawa alami piretrin yang ditemukan di bunga krisan. Namun senyawa piretroid sintetik berbahaya bagi kesehatan sistem syaraf.

Sulfonilurea

Pestisida ini membunuh tanaman dengan menghambat enzim asetolaktat sintase.[12]

Biopestisida

Biopestisida dikembangkan dari bahan alami, dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan bahan tambang mineral. Contohnya adalah minyak kanola dan baking soda memiliki kemampuan sebagai pestisida. Klasifikasi biopestisida yaitu:

  • Biopestisida mikroba yang merupakan sekumpulan mikroba (bakteri, fungi, virus) sebagai bahan aktifnya. Biopestisida ini bersifat selektif dan mengincar target tertentu saja. Telah terdapat fungi yang didayagunakan sebagai penghambat pertumbuhan gulma tertentu. Beberapa jenis fungi juga menjadi parasit bagi serangga dan dapat digunakan untuk membunuh serangga tersebut.
Bacillus thuringiensis adalah contoh bakteri biopestisida. Bakteri ini memproduksi protein yang membunuh larva serangga. Protein ini mengganggu saluran pencernaan sehingga menyebabkan larva serangga kelaparan.
  • Tanaman juga dapat dimodifikasi secara genetika untuk menghasilkan senyawa yang mampu melindungi tanaman.
  • Pestisida biokimia yang secara alami terdapat di alam dapat mengendalikan hama secara non-toksik. Contohnya adalah feromon yang mempengaruhi siklus perkembang biakan serangga sehingga rantai keturunan serangga terputus. Feromon juga bisa berfungsi sebagai pemikat serangga untuk menuju ke jebakan serangga.

Contoh pestisida lainnya yaitu:

Jenis Efek
Antifouling Membunuh organisme yang menempel di badan kapal penangkap ikan
Defoliant Merontokkan daun (foliage: daun)
Dessicant Mengeringkan jaringan tumbuhan
Disinfektan Membunuh atau menon-aktifkan mikroorganisme penyebab penyakit
Ovisida Membunuh telur serangga
Repellent Menolak atau mencegah kehadiran serangga

Lihat pula

Referensi

  1. ^ US Environmental (July 24, 2007), What is a pesticide? epa.gov. Diakses 15 September 2007.
  2. ^ http://www.pops.int/documents/guidance/beg_guide.pdf
  3. ^ a b Gilden RC, Huffling K, Sattler B (2010). "Pesticides and health risks". J Obstet Gynecol Neonatal Nurs. 39 (1): 103–10. doi:10.1111/j.1552-6909.2009.01092.x. PMID 20409108. 
  4. ^ Food and Agriculture Organization of the United Nations (2002), International Code of Conduct on the Distribution and Use of Pesticides. Retrieved on 2007-10-25.
  5. ^ "www.chromatography-online.org". 
  6. ^ a b Council on Scientific Affairs, American Medical Association. (1997). Educational and Informational Strategies to Reduce Pesticide Risks. Preventive Medicine, Volume 26, Number 2
  7. ^ EPA. Types of Pesticides. Last updated on Thursday, January 29th, 2009.
  8. ^ a b c d e Kamrin MA. (1997). Pesticide Profiles: toxicity, environmental impact, and fate. CRC Press.
  9. ^ Cornell University. Toxicity of pesticides. Pesticide fact sheets and tutorial, module 4. Pesticide Safety Education Program. Diakses 2007-10-10.
  10. ^ EurekAlert. (2009). New 'green' pesticides are first to exploit plant defenses in battle of the fungi.
  11. ^ "Types of Pesticides". US Environmental Protection Agency. Diakses tanggal 20 February 2013. 
  12. ^ "Nicosulfuron". EXTOXNET. Diakses tanggal 9 May 2013. 

Bahan bacaan terkait

Buku
  • Greene, Stanley A.; Pohanish, Richard P. (editors) (2005). Sittig's Handbook of Pesticides and Agricultural Chemicals. SciTech Publishing, Inc. ISBN 0-8155-1516-2. 
  • Tomlin, Clive (editor) (2006). "The Pesticide Manual", 14th edition, 1350 pages. British Crop Protection Council (BCPC). ISBN 1-901396-14-2. 
  • Hamilton, Denis; Crossley, Stephen (editors) (2004). Pesticide residues in food and drinking water. J. Wiley. ISBN 0-471-48991-3. 
  • Hond, Frank; et al. (2003). Pesticides: problems, improvements, alternatives. Blackwell Science. ISBN 0-632-05659-2. 
  • Kegley, Susan E.; Wise, Laura J. (1998). Pesticides in fruits and vegetables. University Science Books. ISBN 0-935702-46-6. 
  • Levine, Marvin J. (2007). Pesticides: A Toxic Time Bomb in our Midst. Praeger Publishers. ISBN 978-0-275-99127-2. 
  • Ware, George W.; Whitacre, David M. (2004). Pesticide Book. Meister Publishing Co. ISBN 1-892829-11-8. 
  • Watson, David H. (editor) (2004). Pesticide, veterinary and other residues in food. Woodhead Publishing. ISBN 1-85573-734-5. 
Jurnal
Berita

Pranala luar

Lembaga pengatur penggunaan pestisida
Kesehatan manusia