Gundhul Pacul

salah satu lagu daerah
Revisi sejak 16 Januari 2014 09.00 oleh Okkisafire (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Gundhul Pacul''' adalah sebuah lagu anak-anak berbahasa Jawa. Terdapat dua sumber yang menyebut pengarang lagu ini, yaitu Sunan Kalijaga pada ta...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Gundhul Pacul adalah sebuah lagu anak-anak berbahasa Jawa. Terdapat dua sumber yang menyebut pengarang lagu ini, yaitu Sunan Kalijaga pada tahun 1400an dan R.C. Hardjosubroto.[1]

Lirik lagu

Bahasa Jawa

Gundhul gundhul pacul cul
gembèlengan
Nyunggi nyunggi wakul kul
gembèlengan
Wakul nggilmpang segané dadi sak ratan
Wakul nggilmpang segané dadi sak ratan

Terjemahan bahasa Indonesia

Gundul gundul cangkul, sembrono
Membawa bakul (di atas kepala) dengan sembrono
Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman
Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman

Arti filosofis

Lagu ini dianggap mengandung nilai filosofis yang dalam sebagai berikut:[1]

Gundul gundul pacul, gembelengan

Gundul adalah kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan dan kemuliaan seseorang, sementara rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Dengan demikian, gundul artinya adalah kehormatan yang tanpa mahkota.
Pacul adalah cangkul, alat pertanian yang terbuat dari lempeng besi segi empat, merupakan lambang rakyat kecil yang kebanyakan adalah petani. Orang Jawa mengatakan bahwa pacul adalah papat kang ucul (lit. "empat yang lepas"), dengan pengertian kemuliaan seseorang sangat tergantung kepada empat hal, yaitu cara orang tersebut menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulutnya. Jika empat hal itu lepas, kehormatan orang tersebut juga akan lepas.
  1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
  2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
  3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
  4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Gembelengan artinya "besar kepala, sombong, dan bermain-main" dalam menggunakan kehormatannya.

Dengan demikian, makna kalimat ini adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota, tetapi pembawa pacul untuk mencangkul (mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya). Namun, orang yang sudah kehilangan empat indera tersebut akan berubah sikapnya menjadi congkak (gembelengan).

Nyungi nyunggi wakul kul, gembelengan

Nyunggi wakul' (membawa bakul di atas kepala) dilambangkan sebagai menjunjung amanah rakyat. Namun, saat membawa bakul, sikapnya sombong hati (gembelengan)

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Wakul ngglimpang (bakul terguling) melambangkan amanah dari rakyat terjatuh, akibat sikap sombong saat membawa amanah tersebut.
Segane dadi sak latar (nasinya jadi sehalaman) melambangkan hasil yang diperoleh menjadi berantakan dan sia-sia, tidak bisa dimakan lagi (tidak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat).

Referensi

  1. ^ a b Sukma Permana. 8 April 2011. Berawal dari Gundul-Gundul Pacul.