Sitok Srengenge (nama lahir: Sitok Sudarto) adalah seorang budayawan Indonesia yang mendalami seni teater serta telah menghasilkan banyak karya tulis. Ia juga dikenal sebagai seorang penyair serta penulis novel dan esai.[1] Karya-karyanya dikenal di Indonesia maupun luar negeri, seperti Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Menurut Janet de Neefe[2], meskipun puisi-puisinya banyak berisi mengenai kondisi umat manusia, fokus utamanya adalah tema cinta.

Sitok Srengenge
Lahir22 Agustus 1965 (umur 58)
AsalIndonesia Godong, Grobogan, Jawa Tengah, Indonesia
PekerjaanPengajar, Aktor, Penulis, Sutradara, Pelukis

Biografi

Kelahiran

Sitok Srengenge dilahirkan di Desa Dorolegi, Godong, Grobogan, Jawa Tengah pada tanggal 22 Agustus 1965.[1]

Pendidikan tinggi

Sitok mulai mendalami seni peran di teater SMP Demak dan SMA Negeri 1 Semarang. Setelah lulus SMA pada tahun 1985, ia mendaftar ke Jurusan Teknik Nuklir, Universitas Gajah Mada (UGM), tetapi tidak diterima. Akhirnya ia kembali ke kampung dan mengalami pergulatan batin antara ingin menolong keluarga dengan menjadi pegawai berkedudukan penting dengan keinginannya untuk mendalami kesenian. Akhirnya Sitok lebih memilih mengambil jalur kesenian dan pergi ke Jakarta. Di Jakarta, ia menuju Taman Ismail Marzuki (TIM) untuk mencari informasi tentang Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang ternyata mahal untuk kemampuannya. Akhirnya ia harus magang di grup teater pimpinan Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Teguh Karya, dan W.S. Rendra).[1]

Setelah setahun ikut W.S. Rendra (alm), Sitok memberanikan diri meminta beasiswa karena pada waktu itu Bengkel Teater Rendra memberikan beasiswa kepada beberapa orang yang ingin bersekolah. Ia mendapatkan beasiswa sampai kuliah selesai di IKIP Negeri Jakarta Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Pada sore harinya, Sitok ikut kursus filsafat di STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, Jakarta.[1]

Sitok Srengenge juga terdaftar sebagai alumni International Writing Program University of Iowa (Amerika Serikat) dan Intenational Writing Program Hong Kong Baptist University.[1]

Kasus

Pada bulan November 2013, Sitok dilaporkan ke polisi karena tuduhan eksploitasi seksual atau pemerkosaan terhadap seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia sehingga mengakibatkan kehamilan.[3][4] Namun, keluarga Sitok sendiri menyangkal tuduhan perkosaan, melainkan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.[5]

Aktivitas

Sitok Srengenge telah mengikuti berbagai festival sastra internasional.[1] Ia memperoleh dukungan dari Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat untuk partisipasinya di IWP.[6] Semenjak tahun 1997, Sitok telah berpartisipasi dalam berbagai even di Eropa, diantaranya Rotterdam International Poetry Reading dan Winternachten Festival di Belanda, the Poetry Society di Inggris, dan Melbourne's Next Wave Festival di Australia.[7]

Pengajar, editor, dan penerbit

Selain aktif bermain teater, Sitok juga pernah menjadi pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).[1] Ia menjadi guru literatur pada Eksotika Karmawiggangga dan editor Jurnal Kultur Kalam.[6] Sitok juga merupakan pendiri serta pengelola Penerbitan Katakita.[8]

Organisasi

Beberapa komunitas yang ikut didirikan atau diikuti oleh Sitok Srengenge:[1]

  1. Gorong-gorong Budaya
  2. Teater Matahari
  3. Komunitas Utan Kayu sebagai kurator teater[6]
  4. Komunitas Salihara sebagai kurator bidang teater, tetapi pada tanggal 3 Desember 2013 Sitok Srengenge mengundurkan diri dari Salihara.[8]

Karya tulis, teater, dan lagu

Triyanto Triwikromo dalam acara perilisan buku Tripitakata, mengatakan bahwa meski tidak serumit puisi gelap, puisi Sitok "Tetap harus diakui, ketika telah menjadi bait-bait, memerlukan daya jelajah yang tinggi untuk membukanya". Menurutnya, terselip banyak enigma atau teka-teki di dalam puisi Sitok. Pada hakikatnya, Sitok ingin memperjuangkan gagasan perlawanan melawan mesin kekuasaan via puisi. Meski jika dilakukan via puisi sekalipun tetap beresiko, karena sekali lagi, pembaca diajak masuk ke labirin yang penuh enigma, "Yang kadang-kadang membuat kita muntah-muntah," tekan Triyanto.[9] Menurut Ahmad Yulden Erwin, secara tematis, puisi Sitok membentang dari tema spiritualitas, keadilan, hingga cinta. Sitok dinilai mengekpresikan apa yang dia lihat, sekaligus melakukan proses perenungan. "Dan perenungannya itu, untuk anak SMA sangat dalam," ujarnya. Meski tidak sedahyat puisi Wiji Tukul dalam konteks politik. Tapi ada kedahsyatan lain, ihwal empati kepada orang kecil yang diinternalisasi, tetap memancing empati pembaca. Dan arah konsepsi puisi Sitok muda kecenderungannya adalah romantisme.[9]

Hari Leo, seorang sastrawan, menyorot karya Sitok Srengenge banyak menggunakan kata-kata asing yang tidak dimengerti. Kata itu muncul dalam puisi Sitok yang kental dengan tema percintaan dan sosial. Ia memuji karya Sitok yang runtut dan menggunakan pilihan kata yang sederhana.[10]

Puisi Sitok kental dengan romantisme, pemberontakan. Saya nyaman membacanya karena seperti sedang berekreasi.

Karya-karya Sitok Srengenge telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.[1] Karyanya yang berjudul Secrets Need Words diterbitkan pada tahun 2001 (editor Harry Aveling) oleh the Ohio University Press. Selain itu, juga ada beberapa karya dalam bahasa Inggris lain seperti the Nonsens Poetry anthology dan berbagai puisi serta antologi fiksi pendek lainnya di Indonesia.[6] Namun, karena kesulitan dalam penerjemahan, beberapa karyanya yang ditranslasikan mengalami penurunan kualitas sastra. Misalnya pada “Kidung Kabung Sekubang Kedung” yang dialihbahasakan menjadi “Requiem for a Lake”, penerjemahnya yang bernama Amal mengakui ia gagal dalam mempertahankan rima serta rasa yang ditimbulkan dari karya yang asli. Selain itu, bahasa Inggris memiliki tenses yang membedakan waktu kejadian suatu peristiwa (masa lampau, sekarang, atau masa depan) yang menambah kerumitan dalam penerjemahan.[2]

Antologi puisi

Daftar buku antologi puisi Sitok Srengenge yang telah diterbitkan:[1]

  1. Persetubuhan Liar (kemudian diterbitkan ulang dengan judul: Kelenjar Bekisar Jantan)
  2. Anak Jadah
  3. Nonsens
  4. Ambrosia
  5. On Nothing (kompilasi dari empat buku puisi Ambrosia, Nonsens (Nonsense), Anak Jadah (Bastard), dan Persetubuhan Liar (Wild Coupling))[11][2]
  6. trilogi Tripitakata (himpunan tiga buku puisi dari tahun-tahun awal kepenyairan Sitok Srengenge: (1) Kelenjar Bekisar Jantan dan Stanza Hijau Muda, yang adalah metamorfosis dari Persetubuhan Liar menjadi Kelenjar Bekisar Jantan, ditambah sejumlah puisi sezaman; (2) Anak Badai dan Amsal Puisi Banal, jelmaan Anak Jadah setelah ditambah puisi-puisi sezaman; (3) Gembala Waktu dan Madah Pereda Rindu, memuat puisi-puisi yang ditulis Sitok pada masa SMA dan kuliah.) [12]

Novel

Daftar novel yang telah diterbitkan:[1]

  1. Menggarami Burung Terbang
  2. trilogi Kutil (terbit bersambung di harian Suara Merdeka)
  3. kumpulan esai Cinta di Negeri Seribu Tiran Kecil.

Teater

  1. Peran dalam konser Mahacinta Rahwana besutan Sujiwo Tejo di Jakarta dan Surabaya (2013).

Komposisi musik dan lagu

Puisi-puisi Sitok Srengenge yang digubah menjadi komposisi musik dan lagu dalam berbagai genre, di antaranya adalah:[1]

  1. Sun (album komposisi musik kontemporer Piet Han, Belanda)
  2. Singing Srengege (album jazz Jan Cornall, Australia)[13]
  3. Gedicht Gezogen (album jazz Denise Jannah, Belanda-Suriname)
  4. Keroncong Tenggara dan Komposisi Delapan Cinta (artsong Dian HP dan Ubiet)
  5. Semesta Cinta (artsong Dian HP).

Penghargaan

  1. Salah satu dalam 20 leaders for the Millenium in society and culture di Asia (tahun 2000) oleh majalah Asiaweek.[6][2][7]
  2. Salah satu penyair terkemuka Indonesia pada Ubud Writers and Readers Festival tahun 2005.[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l Seniman Teater, Sitok Srengenge. Laman Taman Ismail Marzuki. Akses: 19 November 2013.
  2. ^ a b c d e Janet de Neefe. 2006. Sitok Srengenge.
  3. ^ Atriana R. Kasus Dugaan Perkosaan Sitok, Istri Serahkan ke Pengacara. DetikNews. Edisi Senin, 2 Des. 2013. Diakses 2 Desember 2013.
  4. ^ Alfadila Ema Yunita. 1 Desember 2013. Kronologi Perkosaan Sitok Srengenge Versi BEM FIB UI.
  5. ^ Gagah Wijoseno. 30 November 2013. "detikNews", Surat Terbuka Keluarga Sitok Srengenge dalam Kasus Dugaan Pemerkosaan.
  6. ^ a b c d e The University of Iowa. 2001. Sitok Srengenge.
  7. ^ a b salihara. Akses=19 November 2013. Sitok Srengenge.
  8. ^ a b Benny Benke. 9 Juli 2013. "Suara Merdeka", Rilis Buku Sitok Srengenge: Tripitakata.
  9. ^ Shinta Maharani. 1 Mei 2013. "Tempo Seleb!", Penyair Sitok Srengenge dan Hari Leo Saling Kritik.
  10. ^ goodreads. Akses=19 November 2013. On Nothing
  11. ^ Salihara. 4 Juli 2013. Akses=18 Maret 2014. [1].
  12. ^ ABC Radio. 15 Oktober 2008. Australian jazz and Indonesian poetry -- Sitok Srengenge and Jan Cornall.

Pranala luar