Kota Lhokseumawe

kota di Provinsi Aceh, Indonesia
Revisi sejak 18 Maret 2014 17.03 oleh Team pdb (bicara | kontrib) (update an yang saya ambil dari lhokseumawe dalam angka... tolong di pantau)

Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di provinsi Aceh, Indonesia. Kota ini berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera. Berada di antara Banda Aceh dan Medan, sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh.

Kota Lhokseumawe
Berkas:Lhokseumawe.jpg
Logo resmi Kota Lhokseumawe
Letak Lhokseumawe di Aceh
Letak Lhokseumawe di Aceh
NegaraIndonesia
ProvinsiAceh
Pemerintahan
 • WalikotaSuaidi Yahya
 • WakilNazaruddin
Luas
 • Total181 km2 (70 sq mi)
Populasi
 (2012[1])
 • Total179,807 Jiwa
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode area telepon+62 645
Situs webwww.lhokseumawekota.go.id

Sejarah

Secara etimologi Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524.

Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.

 
Pemandangan jalan di Lhokseumawe di masa Hindia Belanda

Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km² yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang Jruen, Lhoksukon, Nisam, cunda serta Pidie.

Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara, di mana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe.

Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat.

Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat.

Pada tahun 2006 kecamatan Mura Dua mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Muara Dua dan Muara Satu sehingga jumlah kecamatan di Kota Lhokseumawe menjadi empat kecamatan.

Geografi

Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001 dengan batas-batas wilayah:

Utara Selat Malaka
Timur Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara
Selatan Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara
Barat Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara

Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk pemukiman seluas 10 877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25,35%, di samping untuk kebutuhan persawahan seluas 3 747 ha atau sekitar 21%. Untuk kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 749 ha atau sekitar 4% dan untuk lain–lainnya.

Pemerintahan

Kecamatan Luas Jumlah Desa/Kelurahan
Banda Sakti 11,24 km² 18
Blang Mangat 56,12 km² 22
Muara Dua 57,80 km² 17
Muara Satu 55,90 km² 11

Kesehatan

Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Lhokseumawe terdiri dari :

Sarana Kesehatan Jumlah Satuan
Puskesmas 6 Unit
Puskesmas pembantu 12 Unit
Puskesmas keliling 5 Unit
Polindes 32 Unit
Praktik Dokter 85 Unit
Praktik Dokter Gigi 9 Unit
Toko obat 77 Unit

Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia adalah:

Tenaga Kesehatan Jumlah Satuan
Dokter 31 Orang
Dokter Gigi 5 Orang
Tenaga Medis 19 Orang
Perawat 194 Orang
Bidan 151 Orang
Tenaga Farmasi 9 Orang
Ahli Gizi 4 Orang
Ahli Sanitasi 7 Orang

Pendidikan

Jumlah sarana pendidikan umum yang ada di Kota Lhokseumawe sampai dengan tahun 2007, terdiri dari Taman Kanak – kanak 25 unit (swasta 24 unit), Sekolah Dasar sebanyak 59 unit, SLTP 15 unit serta SMU/SMK sebanyak 13 unit, Akademi/Perguruan Tinggi 10 unit.

Sarana pendidikan agama yang ada 8 unit Madrasah Ibtidaiyah (5 negeri dan 3 swasta), 6 unit Madrasah Aliyah (1 negeri dan 5 swasta). Di Kota Lhokseumawe memiliki 26 unit Pondok Pasantren dan 189 unit Balai Pengajian.

Sarana Ibadah

Sedangkan sarana peribadatan yang dimiliki Kota Lhokseumawe adalah 180 unit, yang terdiri 42 unit mesjid, 70 unit meunasah, 70 unit mushalla, 2 unit gereja dan 1 unit vihara.

Perekonomian

PT. Kertas Kraft Aceh(PT.KKA), PT. Pupuk Iskandar Muda, PT. Asean Aceh Fertilizer dan EXXON Mobil - Arun berada di sekitar kota ini. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dari pabrik-pabrik besar yang dimiliki kota Lhokseumawe, namun tak juga mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian besar penduduk asli Lhokseumawe dari bawah garis kemiskinan.

Berdasarkan hasil penelitian Geologi Departemen Pertambangan dalam wilayah Kota Lhokseumawe terdapat bahan galian Golongan C berupa batu kapur, tanah timbun dan pasir/kerikil. Di samping itu terdapat juga sumber daya alam berupa gas alam yang pengolahannya dilakukan oleh PT. Arun NGL Co. Sumber daya alam tersebut sudah dieksplorasi sejak tahun 1975 oleh Mobil Oil Indonesia Inc (sekarang Exxon Mobil) di Kabupaten Aceh Utara yang selanjutnya dilakukan pengolahan untuk diekspor ke luar negeri, hasil pengolahan gas berupa condensat juga dimanfaatkan oleh Pabrik Aromatix yang dibangun tahun 1998 dan perusahan–perusahaan besar lainnya seperti pabrik pupuk.

Pariwisata

Beberapa objek wisata yang dinilai sangat menunjang kemampuan Sektor Pariwisata ke depan antara lain :

Kesemua objek ini dapat menjadi aset bagi dunia Pariwisata Kota Lhokseumawe jika ditata dan dikembangkan dengan lebih menarik.

Perhubungan

Objek perhubungan yang menunjang sektor perekonomian antara lain:

Referensi

  1. ^ Lhokseumawe Dalam Angka 2013
  2. ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Diakses tanggal 2013-02-15. 

Pranala Luar