Halo, BP78Rizky, selamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia!
Memulai
Memulai
Memulai
  • Para pengguna baru dapat melihat halaman Pengantar Wikipedia terlebih dahulu.
  • Anda bisa mengucapkan selamat datang kepada Wikipediawan lainnya di Halaman perkenalan
  • Untuk mencoba-coba menyunting, silakan gunakan bak pasir.
  • Baca juga aturan yang disederhanakan sebelum melanjutkan. Ini adalah hal-hal mendasar yang perlu diketahui oleh semua penyunting Wikipedia.
Bantuan
Bantuan
Bantuan
  • Bantuan:Isi - tempat mencari informasi tentang berkontribusi di Wikipedia, sebelum bertanya kepada pengguna lain.
  • FAQ - pertanyaan yang sering diajukan tentang Wikipedia.
  • Portal:Komunitas - informasi aktivitas di Wikipedia.
Tips
Tips
Tips
Membuat kesalahan?
Membuat kesalahan?
Membuat kesalahan?
  • Jangan takut! Anda tidak perlu takut salah ketika menyunting atau membuat halaman baru, menambahkan atau menghapus kalimat.

    Pengurus dan para pengguna lainnya yang memantau perubahan terbaru akan segera menemukan kesalahan Anda dan mengembalikannya seperti semula.

Welcome! If you are not an Indonesian speaker, you may want to visit the Indonesian Wikipedia embassy or a slight info to find users speaking your language. Enjoy!
Selamat menjelajah, kami menunggu suntingan Anda di Wikipedia bahasa Indonesia!
Aldonymous (bicara) 29 Maret 2014 02.38 (UTC)Balas

Mulla Shadra (978-1050 H/ 1571-1640 M)

Lahir di kota Syiraz, ibu kota provinsi Fars pada masa Dinasti Safawi (907-1145 H/1501-1732 M) di wilayah selatan Persia (sekarang Iran), pada kisaran tahun 978-979 H/1571-1572 M dengan nama lengkap Muhammad bin Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazi. Beliau merupakan anak tunggal dari Ibrahim bin Yahya, salah seorang pejabat tinggi di lingkup pemerintahan gubernur di Syiraz. Selain itu, keluarganya memiliki garis keturunan orang-orang saleh dan berilmu dari golongan Syi’ah sehingga dipercaya sebagai Hakim bagi Dinasti Safawi. Terlahir dengan kecerdasan yang luar biasa, Muhammad bin Ibrahim kecil dituntun oleh ayahnya untuk belajar mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan. Di Syiraz, ia berguru tentang ilmu-ilmu dasar tradisional (Irfan, Hadits, Tafsir dan Fiqh) dan diperkenalkan dengan konsep-konsep ilmu rasional (mantiq, teologi, dan tradisi paripatetik) dari beberapa pengajar terkemuka. Keinginannya untuk menambah pengetahuan semakin menjadi-jadi, terutama ketika ayahnya meninggal. Beliau memutuskan untuk hijrah ke Isfahan. Di sana beliau berguru pada Syaikh Baha’i (1547-1622 M), dan Mir Damad (1543-1631 M) yang dikenal sebagai pendiri mazhab Isfahan. Beliau juga berkenalan dengan tradisi paripatetik Al-Faroby dan Ibn Sina (Avvicean), Kalam Nasr ad-Din at-Tushy, Illuminati Syuhrawardi, dan Irfani/Sufisme Ibn Arabi. Secara khusus, kedua gurunya tersebut menekankan kepadanya tradisi Irfani yang dikembangkan oleh Ibn Arabi. Hal ini sangat berdampak pada diri beliau sehingga arah pemikirannya lebih condong pada tradisi Mistik tersebut. Setelah merampungkan pendidikannya, beliau melakukan uzlah di dataran persia yang bernama Qum lantaran mendapat kritikan keras dari ulama-ulama Syiah konservatif yang menganggapnya kafir. Selama masa Uzlah, beliau berusaha keras untuk menyusun kembali hasil-hasil pembelajarannya. Al hasil, karya agung berjudul al-Hikmah al-Muta’alliyah fi al-Asfar al-‘Aqliyyah al-Arba’ah mulai disusun. Di masa ini pula, beliau menjalani kehidupan asketis gaya sufistik islam dan menjumpai beberapa pengalaman intuitif. Beliau kemudian di gelari “Mulla” oleh para pengikutnya. Bermodal pemahaman yang mandiri dan desakan dari pengikutnya, beliau pulang ke Syiraz dan mulai mengajar di sana. Sembari mengajar, beliau turut merampungkan al-Hikmah al-Muta’alliyah fi al-Asfar al-‘Aqliyyah al-Arba’ah setebal 9 jilid. Dari karya inilah namanya mulai dikenal sebagai salah satu pemikir besar dalam tradisi filsafat Islam dengan corak pemikiran yang sangat khas. Al-Hikmah al-Muta’alliyah sendiri dijadikan sebagai nama paham yang beliau ajarkan oleh para pengikutnya. Berkat kemampuannya tersebut, beliau mendapat gelar “Shadr ad-Din al Sirazy” atau biasanya dikenal dengan sebutan “Mulla Shadra” dari berbagai golongan, nama yang terus melekat hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal dunia di Basrah pada tahun 1050 H/1640 M setelah mengalami sakit parah ketika kepulangannya dari ibadah haji di tahun yang sama. Beliau meninggalkan lebih dari 40 karya dalam bidang pemikiran. Beberapa diantaranya yang fenomenal adalah al-Hikmah al-Muta’alliyah fi al-Asfar al-‘Aqliyyah al-Arba’ah, al-Syawahid al-Rububbiyah fi al-Manahij al-Syulukiyyah, Mafatih al-Ghaib, kitab al-Masya’ir, dll.