Lafran pane
Lafran Pane merupakan Pendiri Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), pada tanggal 5 Februari 1947, bersama 14 orang teman, antara lain: Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu), dan Mansyur. berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsanya berdirinya HMI dan disebut sebagai pendiri HMI. Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, Lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922 dan wafat pada tanggal 24 Januari 1991. Sosok Lafran Pane ini memiliki ketegasan prinsip-prinsip hidup. Konsisten dalam berpikir, bertindak, sehingga kepribadiannya dikenal kaku. Memiliki sifat-sifat kepemimpinan seperti hidup yang lurus, jujur, berani sehingga independensi dalam hidup terlihat dalam dirinya. Ayahanda Lafran Pane bernama Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal. Keluarga Lafran Pane merupakan keluarga sastrawan dan seniman yang kebanyakan menulis novel, seperti kedua kakak kandungnya yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane yang juga merupakan sastrawan dan seniman. Karena Kakek Lafran Pane adalah seorang ulama Syekh Badurrahman Pane, maka pendidikan keagamaannya didapat sebelum memasuki bangku sekolah. Sedangkan pendidikan sekolah dimulai dari Pesantren Muhammadiyah Sipirok (kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. A. Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Siporok). Dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah Lafran Pane ini mengalami perpindahan sekolah yang sering kali dilakukan, hingga pada akhirnya Lafran Pane meneruskan sekolah di kelas 7 (Tujuh) HIS Muhammadiyah, menyambung hingga ke Taman Dewasa Raya Jakarta sampai pecah Perang Dunia II. Dan karena ibu kota pindah ke Yogyakarta.Sekolah Tinggi Islam (STI) yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta. Perkembangan wawasan dan intelektual Lafran semakin pesat saat kuliah di STI. Lafran tekum membaca berbagai buku tentang agama Islam. Sebelum tamat dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948 Universitas Gajah Mada (UGM) yang kemudian di Negerikan pada tahun 1949. Lafran Pane termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus mencapai gelar sarjana. Selain menjadi Pendiri HMI, pekerjaan Lafran pane adalah seorang guru dan dosen. Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Untuk melakukan pembaharuan dalam Islam, maka pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan umat Islam akan agamanya harus ditingkatkan, sehingga dapat mengetahui dan memahami ajaran Islam secara benar dan utuh. Kebenaran Islam memiliki jaminan kesempurnaannya sebagai peraturan untuk kehidupan yang dapat menghantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Tugas suci umat Islam adalah mengajak umat manusia kepada kebenaran ilahi dan kewajiban umat Islam adalah menciptakan masyarakat adil makmur material dan spiritual. Dengan adanya gagasan pembaharuan pemikiran keislaman, diharapkan kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dapat dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Kebekuan pemikiran Islam telah membawa pada arti agama yang kaku dan sempit, tidak lebih dari agama yang hanya melakukan peribadatan. Al-Qur’an hanya dijadikan sebatas bahan bacaan. Islam tidak ditempatkan sebagai agama universal. Gagasan pembaharuan pemikiran Islam ini pun hendaknya dapat menyadarkan umat Islam yang terlena dengan kebesaran dan kejayaan masa lalu. demikian memahami pemikiran Lafran Pane yang tidak lepas dari lingkungannya, yaitu negara Indonesia yang berpendudukan mayoritas beragama Islam, dengan segala realitas dan totalitasnya. Pemikiran Lafran Pane tidak bisa dipahami tanpa meletakkannya dalam suatu proses sejarah atau tradisi panjang yang melingkupinya.
Sayangnya, data tentang Lafran Pane tidak banyak berubah sejak 1947. Karya tulisnyapun terbatas. berikut ini merupakan judul karya-karya Lafran Pane dengan bentuk artikel: 1. Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia 2. Wewenang MPR 3. Kedudukan Dekrit Presiden 4. Kedudukan Presiden 5. Kedudukan Luar Biasa Presiden 6. Kedudukan KNIP 7. Tujuan Negara 8. Kembali ke UUD 1945 9. Memurnikan Pelaksanaan UUD 1945 10. Memurnikan Pelaksanaan UUD 1945 11. Perubahan Konstitusional 12. Menggugat Eksistensi HMI