Jultagi atau eoreum adalah jenis kesenian dan permainan tradisional Korea yang dilakukan dengan cara berjalan di atas tali.[1][2] Diperkirakan berasal dari Tiongkok atau Asia Tengah, tidak jelas kapan pertama kali muncul di Korea, namun kemungkinan sejak zaman Tiga Kerajaan (57 SM-935 M).[2]

Jultagi
Penampilan Jultagi di Jeonju
Nama Korea
Hangul
줄타기 / 어름
Hanja
none
Alih Aksarajultagi / eoreum
McCune–Reischauerchultaki / ŏrŭm

Pada zaman Dinasti Joseon (1392-1910), jultagi ditampilkan oleh dua kategori orang, yaitu penghibur resmi yang dipekerjakan istana atau kelana yang tidak punya tempat tinggal tetap (sadangpae).[2]

Sebelum pertunjukkan, pemain melakukan ritual gosa (selamatan) untuk almarhum penghibur dan guru-guru untuk meminta berkat disamping mengusir roh jahat yang akan mengganggu jalannya acara.[2] Setelah itu, arak sesajen dituangkan ke tali yang dipakai untuk penampilan jultagi.[2]

Si penghibur berjalan di atas rentang tali dengan membuat gaya berjalan bermacam-macam, mulai dari berjalan sambil memegang kipas, berlari, melompat-lompat, menyeret kaki, berjalan sambil duduk, berinjit dan sebagainya.[2]

Jika jultagi yang ditampilkan penghibur istana dimainkan di acara-acara pesta istana, hiburan bagi bangsawan dan kunjungan utusan asing, jultagi kelompok sadang tampil di perayaan-perayaan rakyat jelata dan mereka tidak dibayar.[2]

Permainan jultagi istana diiringi dengan musik dari permainan instrumen seperti piri (suling tipis), daegeum (suling bambu), haegeum (rebab), janggu (genderang panjang) dan buk (genderang besar) untuk menghibur penonton.[2]

Tali dibuat dari simpul rami.[2] Untuk jultagi istana lebih panjang dengan ukuran 3-10 meter, sementara jultagi kelompok sadang panjangnya 6 meter dengan ujung 3 meter diikatkan di pasak yang tertancap di tanah.[2]

Penghibur istana menampilkan jultagi yang lebih elegan.[2] Kelompok sadang lebih terkenal di kalangan rakyat jelata karena tampil dengan hiburan-hiburan yang disukai rakyat seperti candaan, sindiran kepada bangsawan tak bermoral, biksu-biksu yang menyeleweng, imitasi cara berjalan orang-orang dari berbagai kelas dan menyanyi.[2]

Mereka juga memainkan alat-alat musik seperti kkwenggwari (gong kecil), buk, jing (gong besar), janggu dan taepyeongso (suling bernada tinggi) sebagai pengiring akrobat.[2] Pada saat jeda, si penghibur akan turun dan giliran penghibur lain yang tampil di depan penonton.[2]

Referensi

  1. ^ Kim Dae-Gyun, The last living exponent of the traditional Korean Tight-rope Performance sogang. Diakses pada 12 Juli 2011
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n An Illustrated Guide to Korean Culture - 233 traditional key words. Seoul: Hakgojae Publishing Co. 2002. hlm. 448. ISBN 89-8546-98-1 Periksa nilai: length |isbn= (bantuan).