Lafran Pane

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

Lafran Pane dikenal sebagai salah satu pendiri Himpunan Mahasiswa Islam pada tanggal 5 Februari 1947, bersama 14 orang teman, antara lain: Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu), dan Mansyur.[1] Lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922, menurut berbagai tulisan sebelumnya, disebutkan bahwa Lafran Pane lahir pada 12 April 1923 di Kampung Pangurabaan, Kecamatan Siporok, sebuah tempat yang terletak di kaki Gunung Sibualbuali, 38 kilo meter ke arah utara dari "kota salak" Padang Sidempuan, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. [2] Wafat pada tanggal 24 Januari 1991, orang akhirnya tahu, setelah kematiannya, Lafran ternyata lahir 5 Februari 1922, bukan 12 April 1922 seperti yang kerap ia gunakan dalam catatan resmi. [2] Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsanya berdirinya HMI dan disebut sebagai pendiri HMI.[1] Lafran sendiri sebenarnya menolak untuk disebut sebagai satu-satunya pendiri HMI, Istrinya bahkan menyebut "lafran egois" jika mau dinobatkan sebagai pendiri HMI, meskipun memang Lafran Pane yang pertama memunculkan gagasan tersebut karena ia sadar bahwa sebuah gagasan tentu terinspirasi dari banyak hal, dalam segala hal, Lafran membutuhkan orang lain. [2]

Lafran Pane


[3]

Riwayat

Keluarga

'Lafran Pane' adalah anak keenam keluarga Sutan Pangurabaan Pane dari istrinya yang pertama, Lafran adalah bungsu dari enam bersaudara, yaitu: Nyonya Tarib, Sanusi Pane, Armijn Pane, Nyonya Bahari Siregar, Nyonya Hanifiah, 'Lafran Pane', dan dua orang saudara se-ayah yaitu, Nila Kusuma Pane dan Krisna Murti Pane.[2] Ayahanda Lafran Pane adalah seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal. Keluarga Lafran Pane merupakan keluarga sastrawan dan seniman yang kebanyakan menulis novel, seperti kedua kakak kandungnya yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane yang juga merupakan sastrawan dan seniman.[2] Sutan Pangurabaan Pane termasuk salah seorang pendiri Muhammadiyah di Siporok pada 1921. Sedangkan Kakek Lafran Pane adalah seorang ulama Syekh Badurrahman Pane, maka pendidikan keagamaannya didapat sebelum memasuki bangku sekolah. [2]

Pendidikan

Pendidikan sekolah 'Lafran Pane' dimulai dari Pesantren Muhammadiyah Sipirok (kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Siporok).[2] Dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah Lafran Pane ini mengalami perpindahan sekolah yang sering kali dilakukan, hingga pada akhirnya Lafran Pane meneruskan sekolah di kelas 7 (Tujuh) HIS Muhammadiyah, menyambung hingga ke Taman Dewasa Raya Jakarta sampai pecah Perang Dunia II, pada saat itu ibu kota pindah ke Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta. Perkembangan wawasan dan intelektual Lafran semakin pesat saat kuliah di STI. Lafran tekun membaca berbagai buku tentang agama Islam. Sebelum tamat dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948 Universitas Gajah Mada (UGM) yang kemudian di Negerikan pada tahun 1949. Lafran Pane termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus mencapai gelar sarjana. [2]

Pekerjaan

1. Direktur Kursus BI dan BII Negeri Yogyakarta yang diselenggarakan Kementerian P & K, dan Kemudian menjadi FKIP UGM. kemudian, FKIP UGM dengan Institut Pendidikan Guru (IPG) dilebur menjadi IKIP Yogyakarta, kini Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). 2. Dosen FKIS IKIP Yogyakarta. 3. Dosen Fakultas Sospol UGM, dosen UII, dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 4. Dosen Akademi Tabligh Muhammadiyah (ATM), Kemudian menjadi FIAD Muhammadiyah, kini Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta(UMY). 5. Pernah menjadi dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogykarta (sekarang Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN)), hingga terjadi peristiwa 10 Oktober 1963. Sepuluh tahun kemudian, atas permintaan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mulai tahun 1973 Prof. Drs. Lafran Pane mulai kembali mengajar di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai Guru Besar Ilmu Tata Negara. 6. Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia, sejak tanggal 1 Desember 1966, Lafran Pane dianggat menjadi guru besar (profesor) dalam mata kuliah Ilmu Tata Negara.[4]

Rujukan

  1. ^ a b Pengurus HMI Cabang Ciputat Periode 2010-2011 (2010). Modul LK 1 (Basic Training) Himpunan Mahasiswa Islam. Ciputat: Pengurus HMI Cabang Ciputat. hlm. 3. 
  2. ^ a b c d e f g h Hariqo Wibawa Satria (2011). Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya. Jakarta: Lingkar. hlm. 40.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Lafran Pane" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ "Kisah Sepeda Tua Profesor Lafran Pane". www.republika.co.id. Diakses tanggal 29 Maret 2014. 
  4. ^ Agussalim Sitompul (1976). Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947-1975. Surabaya: Bina Ilmu Offset. hlm. 159.