Epoché
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP75Jajang (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 11 April ), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 1 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP75Jajang (Kontrib • Log) 3932 hari 1085 menit lalu. |
Epoché
Epoché adalah salah satu prinsip dalam penelitian fenomena keagamaan dengan cara menangguhkan terlebih dahulu persepsi awal, penilaian normatif agama dan sudut pandang peneliti sebagai pemeluk agama, guna memperoleh hasil penelitian yang objektif.[1] Secara etimologi, epoché berasal dari bahasa Yunani (ἐποχή dibaca epoché) yang berarti waktu, dalam konteks ini diartikan sebagai suspension of judgement atau penangguhan keputusan dalam arti Bahasa Indonesia.[2]
Sejarah
Epoché pada mulanya digunakan oleh aliran Pyrrhonism, yaitu aliran filsafat Yunani sekitar abad 272 SM yang dibangun oleh seorang filsuf yang bernama Pyrrhon untuk mengungkapkan keraguan dalam ilmu pengetahuan, ia juga dianggap sebagai pendiri skeptisisme kuno Yunani.[3] Ia juga dikenal sebagai pria bijak yang selalu berusaha menghindari perselisihan dalam ilmu pengetahuan tertentu dengan cara menangguhkan penilaian (praktek epoche) untuk diteliti terlebih dahulu. Pyrrhonism sangat memengaruhi pemikiran para filsuf Eropa abad ke-17. Terbukti dengan adanya istilah ini dalam tulisan-tulisan Kant pada tahun 1765.[4] Kemudian dipopulerkan oleh Edmund Husserl seorang filsuf Jerman dalam metode penelitian fenomena keagamaan sebagai respon terhadap penilaian-penilaian subjektif umat beragama waktu itu.[4]
Epoché dan Fenomenologi Agama
Epoché digagaskan pertama kali dalam kajian fenomenologi agama oleh Husserl pada abad ke-19,[5] salah satu karyanya adalah "Phenomenology and the Foundations of the Sciences". [5]
Karakteristik
Epoché memiliki sifat netral dalam penelitian keagamaan, terhindar dari penilaian yang dikonsepkan sebelumnya oleh seorang pemeluk agama yang meneliti fenomena keagamaan.[6] Sehingga seorang fenomenolog dituntut untuk mendeskripsikan dan menjelaskan secara empiris suatu fenomena keagamaan, tanpa sudut pandang subjektif fenomenolog sebagai pemeluk agama.[6] Epoché berada pada wilayah filsafat sekaligus teologi, [6]namun fakta bahwa manusia religius memberikan penilaian-penilaian terhadap agama dapat memengaruhi tindakan-tindakan dan tingkah lakunya, sehingga ketika ungkapan keagamaan tersebut muncul maka akan memasuki wilayah yang faktual. Artinya seorang fenomenolog tetap perlu mempertanyakan hakikat sebenarnya sebuah fenomena keagamaan melalui prinsip epoché tanpa harus terlibat untuk merumuskan baik-buruknya religius atau moral suatu kasus.[6]
Rujukan
- ^ Editor: Burhanuddin Daya, H. L. Beck. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia dan Belanda: Kumpulan Makalah Seminar. Jakarta: INIS. 1992. Hlm 54.
- ^ (Inggris)ἐποχή in Liddell and Scott's Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek-English Lexicon.
- ^ (Inggris)Encyclopædia Britannica Online "Pyrrhonism." diakses 3 April 2014.
- ^ a b Rusli. Pendekatan Fenomenologi di dalam Studi Agama. Surabaya: UIN Sunan Ampel. 2008. Hlm 3.
- ^ a b (Inggris) Edmund Husserl. Phenomenology and the Foundations of the Sciences. diakses 3 April 2014.
- ^ a b c d Mariasusai Dhavamony. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius. 1995. Hlm 34.